1. Terkontaminasi pemikiran rasionalis di “Madrasah Hawaiyah”
(madrasah yang dibangun atas dasar hawa nafsu), sehingga terkadang
menolak hadits-hadits shahih dengan alasan tidak masuk akal,
bertentangan dengan Al-Qur’an, dan lain sebagainya. Hal ini bisa dilihat
dalam kitab Kaifa Nata’aamal Ma’as-Sunnah yang ditulisnya.
2. Tidak merujuk kepada pemahaman Salaf terhadap Al-Qur’an, bahkan ia
memahaminya menurut hawa nafsunya. Tidak menghargai para ulama, tidak
memperdulikan pendapat ulama, dan menyelisihi ijma’ (kesepakatan) ulama,
apabila bertentangan dengan hawa nafsunya.
3. Mengajak umat Islam untuk bermawaddah (berkasih sayang) dengan
Yahudi dan Nasrani. Hal ini dituangkannya dalam berbagai kitab, koran
dan majalah.
4. Berupaya mendekatkan kaum muslimin dengan musuh-musuh mereka
(Yahudi dan Nasrani). Hal ini dibuktikan dengan seringnya berpartisipasi
dan hadir dalam berbagai muktamar Tauhidul-Adyan (penyatuan
agama-agama) yang diadakan oleh Yahudi dan Nashara, kecuali muktamar di
Sudan, ia tidak bisa hadir karena alasan pribadi.
5. Berpendapat bahwa jihad hanya untuk membela diri saja, bukan untuk ekspansi ke negeri-negeri kafir.
6. Menghormati tempat ibadah orang-orang kafir.
7. Mengkampanyekan “Perdamaian Dunia” tanpa letih dan bosan.
(Maksudnya, kaum muslimin dibelenggu kebebasannya untuk berjihad dan
membela harga dirinya dari penindasan orang-orang kafir dengan dalih
perdamaian dunia, pent.)
8. Mempropagandakan positifnya keberagaman agama.
9. Mengadopsi pemikiran-pemikiran yang berasal dari orang-orang
kafir, dan berusaha memolesnya dengan wajah Islami, seperti demokrasi
dan pemilu.
10. Memutuskan suatu perkara sesuai dengan pendapat mayoritas jika terjadi perbedaan pendapat.
11. Memecah-belah kaum muslimin menjadi bermacam-macam thaifah, firqah dan hizib, serta mengingkari nas-nas yang melarangnya.
12. Berpendapat bahwa orang yang mengkritisi para penakwil dan
pengingkar Asma’ wa Shifat Allah adalah lari dari perjuangan Islam,
menolong musuh dan melemahkan barisan Islam.
13. Berusaha untuk mensalafkan Sufi dan mensufikan Salaf, serta mencampuradukkan keduanya.
14. Mencela dan merendahkan ulama Islam, serta memuji ahli bid’ah dan ahlul ahwa’.
15. Merayakan hari-hari besar bid’ah yang dia sendiri sudah tahu bahwa itu hanya taklid kepada orang-orang Barat.
16. Membolehkan nyanyian dan mendengarkan lagu-lagu yang didendangkan
oleh artis laki-laki maupun perempuan. Bahkan terpesona dengan suara
Faizah Ahmad dan menyenangi lagunya Fairuz.
17. Menyaksikan film sinetron di televisi dan video.
18. Berpendapat bahwa bioskop adalah sarana hiburan yang penting, halal dan baik.
19. Membolehkan penjualan beberapa barang yang haram bagi orang yang terasing di negeri kafir.
20. Berpendapat bahwa tidak masalah (boleh-boleh saja) menghadiri
acara-acara yang didalamnya dihidangkan khamr, jika itu dilakukan demi
maslahat dakwah!!!
21. Menyatakan bolehnya mempergunakan produk yang tercampur dengan
daging, minyak dan lemak babi bila sudah diproses secara kimia,
sebagaimana ia menghalalkan sesembelihan orang kafir selain Ahli Kitab.
22. Mengeluarkan fatwa dan makalah yang kontroversi, karena bekal ilmu haditsnya sedikit dan buruk.
Mengenai keadaan keluarga Qaradhawi, biarlah dia sendiri yang
bercerita. Majalah Sayidatii no. 678, 11 Maret 1994 memuat wawancara
dengannya. Sang wartawan bertanya kepadanya :”Sehubungan dengan izin
yang Anda berikan kepada putri Anda untuk belajar di Universitas asing
yang ikhtilath (bercampur-baur antara laki-laki dan perempuan), apakah
alasan Anda? ” Qaradhawi menjawab :
“Pertama, dia pergi bersama suami dan anaknya, dan di sana melahirkan
dua orang anak. Kedua, di Dirasah Ulya (magister) tidak ada dampak
negatif yang timbul dari ikhtilath di sana, karena ia sibuk dengan
tugas-tugas, makalah, laboratorium dan pelajarannya. Ketiga, yang paling
penting ikhtilath pada dasarnya tidaklah haram. Karena yang diharamkan
adalah khalwat, tabarruj, dan ikhtilath iltimas (bersentuhan), yaitu
bersentuhan dan berdekatan. Adapun bila ia seorang murid wanita yang
tergabung dalam sejumlah orang tanpa khalwat yang memalukan dalam
berpakaian serta menjaga norma-norma Islam, ini tidaklah berbahaya.”
Kemudian Qaradhawi ditanya: “Lalu bagaimana dengan hobi anak-anak
Anda?” Dia menjawab : “Tidak ada halangan bagi anak-anakku untuk
mengembangkan bakatnya. Putraku punya hobi olahraga judo dan telah
meraih sabuk hitam. Dia juga hobi berenang dan angkat besi. Aku juga
mendukung mereka. Sementara putraku Abdurrahman, dia mempunyai hobi
sastra. Dia adalah seorang penyair, pandai membaca syair, serta
melantunkan dan mendendangkannya, (Qaradhawi tertawa).”
Kemudian sang wartawan bertanya, “Dimanakah dia belajar mengubah lagu
dan nasyid?” Qaradhawi menjawab, “Ia belajar dari bakat dan sekolah
musik. Dia punya banyak hobi.” Lanjutnya, “Anakku, Abdurrahman, kuliah
di Darul Ulum, ia mempunyai teman-teman wanita. Dan mungkin saja,
diantara teman-temannya telah menjadi kekasih hatinya. Dan Allah
mengaruniakan rasa cinta kepada temannya. Semua ini dierbolehkan.”
Pembaca yang budiman, inilah yang bisa penulis ringkas dari sosok
Qaradhawi. Setiap poin yang disebutkan sudah dibahas dalam bab-bab
terdahulu, didukung dengan dalil-dalil dan bukti-bukti yang nyata.
==========
(Dikutip dari terjemah tulisan Syaikh Ahmad bin Muhammad bin Manshur
Al ‘Udaini Al Yamani dalam Kitabnya : Raf’ul-Litsaam ‘An
Mukhaalafatil-Qaradhaawii Li Syarii’atil-Islaam. Kesalahan-kesalahan
Yusuf Qaradhawi. Penerbit : Daarul-Atsaar, Yaman, cet. I 1421 / 2000)
PERTAMA : SIKAP (PENDIRIAN) QARDHAWI TERHADAP ORANG-ORANG KAFIR
Qardhawi bersikap plin-plan dan mematikan aqidah (keyakinan) wala’
(berloyalitas kepada orang-orang beriman) dan bara’ (bermusuhan) dengan
orang-orang kafir. Silahkan anda simak gagasan-gagasan pemikiran Yusuf
Qardhawi berikut ini :
Berkenaan dengan orang-orang Nashrani, Qardhawi berkata :
“Semua urusan yang berlaku di antara kita (maksudnya : kaum muslimin dan
orang-orang Nashrani, pent.) menjadi tanggungjawab kita bersama, karena
kita semua adalah warga dari tanah air yang satu, tempat kembali kita
satu, dan umat kita adalah umat yang satu. Aku mengatakan sesuatu
tentang mereka, yakni saudara-saudara kita yang menganut agama Masehi
(Kristen) – meskipun sementara orang mengingkari perkataanku ini –
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu bersaudara”. Ya, kita
(kaum muslimin, pent.) adalah orang-orang beriman, dan mereka (para
penganut agama Kristen) juga orang-orang beriman dilihat dari sisi
lain.1
Melalui acara yang sama, Qardhawi mengatakan – berkenaan dengan
orang-orang Kristen Qibthi (di Mesir) – bahwa orang-orang Kristen Qibthi
pun dapat mempersembahkan barisan syuhada’ (orang-orang yang mati
syahid). *
Qardhawi berkata : “Sesungguhnya rasa cinta (persahabatan) seorang muslim dengan non-muslim bukan merupakan dosa.”2
Qardhawi berkata : ”Permusuhan yang terjadi antara kita (kaum muslimin)
dengan orang-orang Yahudi semata-mata dilatarbelakangi masalah sengketa
tanah (wilayah Palestina, pent.) bukan dilatarbelakangi masalah agama”.3
Dan Qardhawi menyatakan bahwa firman Allah
لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَدَاوَةً لِلَّذِيْنَ آمَنُوا الْيَهُوْدَ وَالَّذِيْنَ أَشْرَكُوْا….
(المائدة : 82)
Artinya : “Niscaya engkau akan dapati orang-orang yang paling keras
permusuhannya terhadap orang-orang beriman adalah orang-orang Yahudi dan
orang-orang musyrik….” (Q.S. Al Maidah : 82)
hanya berlaku untuk situasi yang ada di masa Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam bukan untuk situasi di zaman sekarang,4 di samping itu
dapat diketahui bahwa firman Allah pada akhir ayat di atas menjadi dalil
(bukti) tentang eratnya hubungan persahabatan orang-orang Nashrani di
zaman sekarang dengan kaum muslimin”.5
Qardhawi juga mengatakan : “Apabila kaum muslimin kuat
kedudukannya, maka berarti kuat pula kedudukan saudara-saudara mereka
yang menganut agama Masehi (Kristen) tanpa diragukan sedikit pun.
Dan apabila kaum muslimin lemah kedudukannya, maka berarti lemah
pulalah kedudukan orang-orang yang menganut agama Masehi (Kristen)”.6
Qardhawi menyatakan dalam berbagai kesempatan bahwa Islam – menurut
klaim Qardhawi – menghormati agama-agama mereka (orang-orang Yahudi dan
Nashrani. pent.) yang telah diubah oleh tangan manusia,7 dan Qardhawi
mengatakan bahwa status (kedudukan) orang-orang Yahudi dan Nashrani sejajar dengan status, (kedudukan) kaum muslimin ;
mereka boleh mengambil hak-hak mereka secara utuh dan mereka
bertanggungjawab melaksanakan kewajiban-kewajiban mereka dengan
sebaik-baiknya,8 sedangkan status tanah air (wilayah negara) menjadi
milik bersekutu antara warga negara muslim dan warga negara Nashrani.
Qardhawi menyatakan bahwa Islam menitikberatkan sisi-sisi persamaan
antara kita (kaum muslimin) dan mereka (orang-orang Nashrani) dan tidak
menitikberatkan sisi-sisi perbedaan,9 dan bahwa kaum muslimin bersama
orang-orang Nashrani semuanya harus berdiri tegak membentuk satu barisan
di dalam satu tanah air (negara) yang menjadi milik mereka bersama
untuk menentang berbagai penyelewengan, kezhaliman, dan
kesewenang-wenangan”.10
Qardhawi juga mengatakan bahwasannya jihad itu disyariatkan untuk membela semua agama, bukan hanya untuk membela agama Islam saja.11
Dan Qardhawi membolehkan (kaum muslimin) memberikan ucapan selamat pada
hari besar-hari besar mereka (orang-orang Nashrani)12, dan Qardhawi
membolehkan (kaum muslimin) memberikan kekuasaan kepada orang-orang
non-muslim untuk menduduki jabatan-jabatan dan departemen-departemen.13
Qardhawi menyatakan bahwa “jizyah” (upeti) hanya diambil dari
orang-orang kafir dzimmy manakala mereka tidak ikut berperang membela
tanah air (negara). Adapun di zaman sekarang ini, jizyah (upeti) itu
tidak boleh lagi diambil dari mereka (orang-orang kafir dzimmy), karena
zaman sekarang ini kewajiban untuk masuk tentara (dinas militer)
kedudukannya disetarakan antara warga negara muslim dan warga negara
non-muslim.14
KEDUA : SIKAP QARDHAWI TERHADAP AHLI BID’AH
Pembaca akan dapati bahwa apabila Qardhawi berbicara tentang ahli
bid’ah tampaknya ia sedang berbicara tentang lawan (musuh) yang tidak
ada waujudnya. Karena pada satu kesempatan Qardhawi berbicara tentang
kelompok Mu’tazilah dan Khawarij terdahulu, namun pada kesempatan yang
lain Qardhawi memuji para pewaris (pelanjut) faham mereka. Adapun
kelompok Raafidhah yang menjadi pewaris aqidah Mu’tazilah dan kelompok
Rafidhah ini menambah-nambah (menyusupkan) berbagai kesesatan yang besar
ke dalam faham Mu’tazilah yang sepersepuluh (10%) dari
kesesatan-kesesatan itu saja cukup untuk menyetarakan mereka (kelompok
Rafidhah) dengan Abu Jahal, pembaca dapati Qardhawi membela mereka dan
mengaku bersaudara dengan mereka. Bahkan Qardhawi menilai upaya
membangkitkan perselisihan dengan mereka sebagai pengkhianatan terhadap
umat Islam. Dan Qardhawi menilai kutukan yang dilontarkan kaum Rafidhah
terhadap para sahabat Nabi, tahrif (mengubah lafazh dan makna) Al Qur’an
yang mereka lakukan, pendapat mereka bahwa imam-imam mereka terpelihara
dari kesalahan (ma’shum), dan pelaksanaan ibadah haji mereka di depan
monumen-monumen kesyirikan, dan kesesatan-kesesatan mereka yang lainnya,
semua itu hanya merupakan perbedaan pendapat yang ringan dalam masalah
aqidah.15 Demikian pula berkenaan dengan para pewaris (pelanjut) faham
Khawarij dewasa ini yaitu kelompok Ibadhiyyah, Qardhawi mengatakan hal
yang sama16 (yakni Qardhawi menilai kesesatan-kesesatan aqidah kelompok
Ibhadiyah tersebut hanya merupakan perbedaan pendapat yang ringan dalam
masalah aqidah, pent.)
Sedang kelompok Asy’ariyyah dan Maturidiyyah dinilai oleh Qardhawi
sebagai kelompok Ahlussunnah dan masalah ini tidak perlu
diperdebatkan.17
KETIGA : SIKAP QARDHAWI TERHADAP SUNNAH
Qardhawi terbawa arus kelompok rasionalis (pemuja akal) dalam
memahami sunnah (hadits) lewat akal mereka yang kerdil dan pemahaman
mereka yang rusak. Bertolak dari pemahaman kaum rasionalis (pemuja akal)
inilah Qardhawi menolak sebagain sunnah (hadits) dan memalingkan makna
sebagian sunnah yang lainnya, yang menurut hawa nafsunya, tidak layak
difahami secara lahir. Coba pembaca simak beberapa pendapat Qardhawi
dalam mensikapi sunnah (hadits) :
Di dalam “Shahih Muslim” terdapat hadits marfu’ (hadits yang rangkaian perawinya sampai kepada Nabi) yang shahih :
“إِنَّ أَبِي وَأَبَاكَ فِي النَّارِ”
Artinya : “Sesungguhnya ayahku dan ayahmu masuk nereka”.
Dan para ulama telah sepakat tentang kepastian hal itu (yaitu bahwa ayah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam) masuk neraka, pent.)
Qardhawi berkomentar : “Aku katakan : ’Apa dosa Abdullah bin Abdul Muththalib sampai-sampai dia masuk neraka, padahal dia termasuk ahlul Fatrah
(orang-orang yang hidup pada masa transisi di antara dua orang rasul,
pent.). Menurut pendapat yang benar bahwa mereka (ahlul Fatrah) ini
selamat dari siksa neraka’.”18
Di dalam “Shahih Bukhari” dan “Shahih Muslim” tercantum hadits marfu’ yang shahih :
يُوْتَى بِالْمَوْتِ كَهَيْئَةِ كَبْشٍ أَمْلَحَ
Artinya : “Maut (kematian) akan didatangkan (pada hari kiamat) dalam
bentuk seekor domba jantan berwarna sangat biru”. (H.R. Bukhari –
Muslim)
Qardhawi berkata : “Telah dapat diketahui dengan yakin (pasti) yang kepastiannya telah ditetapkan oleh akal dan wahyu bahwa kematian itu bukan seekor domba jantan atau sapi jantan atau salah satu jenis binatang”.19
Di dalam “Shahih Bukhari” tercantum hadits marfu’ yang shahih :
لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَوْا أَمْرَهُمْ امْرَأَةً. (رواه البخاري)
Artinya : “Tidak akan beruntung suatu kaum (bangsa) yang menguasakan urusan (pemerintah) mereka kepada wanita”. (H.R. Bukhari)
Qardhawi berkata : “Ketentuan ini hanya berlaku di zaman Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di mana hak untuk menjalankan pemerintahkan
ketika itu hanya diberikan kepada kaum laki-laki sebagai sikap
kesewenang-wenangan. Adapun di zaman sekarang ini ketentuan ini tidak
berlaku”.20
Disebutkan di dalam hadits yang shahih :
مَا رَأَيْتُ مِن ناَقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِيْنٍ أَسْلَبَ لِلُبِّ الرَّجُلِ الحَازِمِ مِنْ إِحْدَاكُنَّ
Artinya : “Aku tidak pernah melihat makhluk yang kurang sempurna
akalnya dan kurang sempurna ketaatan mengamalkan agamanya yang lebih
mampu menggoyahkan hati seorang laki-laki yang teguh sekalipun daripada
masing-masing orang di antara kalian (kaum wanita)”.
Qardhawi berkata : “Sesungguhnya pernyataan ini terlontar dari ucapan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam untuk bergurau”.21
Disebutkan dalam hadits shahih :
“لاَ يُقْتَلُ مُسْلِمٌ بِكَافِرٍ”
Artinya : “Seorang muslim tidak dijatuhi hukuman bunuh (hukum qishash) disebabkan membunuh orang kafir”.
Setelah Qardhawi menyatakan bahwa seorang muslim harus dijatuhi hukum
bunuh (qishash) disebabkan ia membunuh orang kafir – suatu pernyataan
yang bertentangan dengan ketentuan yang terkandung di dalam hadits di
atas – Qardhawi berkata :
“Sesungguhnya pendapat ini (pendapat yang mengatakan bahwa seorang
muslim harus dijatuhi hukuman qishash lantaran membunuh orang kafir,
pent.) adalah pendapat yang benar, yang tidak layak pendapat yang
lainnya diterapkan di zaman kita ini. Dan dengan memperkuat pendapat
ini, berarti kita telah membatalkan semua argumen (alasan) pendapat
lain. Dengan begitu berarti kita telah mengibarkan bendera syari’at
Islam yang putih cemerlang (terang-benderang)”.22
Dan masih banyak lagi pendapat-pendapat Qardhawi yang meyimpang
(sesat) dalam mensikapi Sunnah Nabi di samping pendapat-pendapat
Qardahwi yang telah diutarakan di atas.
KEEMPAT : SIKAP QARDHAWI TERHADAP KAUM WANITA
Qardhawi berusaha mengoyak tabir (hijab) yang menutupi kaum wanita
dengan berbagai cara yang dapat ia lakukan. Berulangkali Qardhawi
menyatakan bahwa memisahkan tempat kaum wanita dari tempat kaum pria
hukumnya adalah bid’ah dan tergolong tradisi yang tidak berasal dari
ajaran Islam23, dan bahwa sekat (pembatas) yang memisahkan tempat kaum
wanita dari tempat kaum pria harus dilenyapkan.
Qardhawi berkata dengan redaksi berikut ini : “Dalam usiaku yang
telah mencapai 70 tahun aku pernah pergi ke Amerika untuk menghadiri
konfrensi-konfrensi Islam. Akan tetapi sangat disayangkan bahwa
ceramah-ceramah yang disampaikan dalam konfrensi-konfrensi Islam
tersebut diikuti oleh para peserta wanita yang berada di suatu tempat
(ruangan), sedang ceramah-ceramah yang diikuti oleh para peserta pria
disampaikan di tempat (ruangan) yang lain. Suasana yang serba kaku
tampaknya meliputi audiens (hadirin) dan terkesan bahwa mereka
meniru-niru tradisi Barat, sehingga mereka berpegang pada pendapat yang
kaku dan meninggalkan pendapat yang kuat. Akibatnya para peserta pria
ditempatkan di ruang pertemuan yang terpisah dari ruang pertemuan para
peserta wanita.24
Mengenai acara yang sama, Qardhawi berkata : “Padahal konfrensi-konfrensi semacam ini merupakan kesempatan bagi seorang pemuda untuk menatap seorang pemudi sehingga hatinya menjadi tertarik,
lalu si pemuda dapat leluasa menanyakan tentang identitas si pemudi
yang dengan sebab itu Allah bukakan pintu hati muda-mudi tersebut, dan
di belakang pertemuan itu terbentuklah keluarga yang islamiy”.
Pada acara yang sama pula (Konfrensi Islam), ketika Qardhawi
dihampiri oleh seorang laki-laki yang ditugaskan untuk memberikan kata
sambutan sebelum Qardhawi menyampaikan ceramah khusus di hadapan para
peserta wanita, Qardhawi berkata : “Telah saya katakan kepada orang
laki-laki yang ditugaskan untuk memberikan kata sambutan : ‘Apa peran
Anda dalam acara ini ? Seharusnya peran Anda ini digantikan oleh salah
seorang akhwat, karena pokok pembahasan yang akan diutarakan dalam
ceramah adalah khusus untuk mereka (akhwat). Oleh karena itu salah
seorang di antara akhwat itulah yang seharusnya memberikan kata sambutan
sebagai pengantar ceramahku, mengucapkan sepatah kata, dan mengajukan
pertanyaan-pernyataan, yang dengan cara ini berarti kita melatih mereka
(akhwat) dalam bidang leadhersheap (kepemimpinan). Tatapi sayangnya
sikap sewenang-wenang dari kaum laki-laki masih saja menimpa kaum wanita
sampai-sampai sikap sewenang-wenang ini terjadi dalam urasan-urusan
khusus kaum wanita’.”
Qardhawi mengatakan bahwa wanita-wanita yang berhijab pun harus
tampil dalam acara-acara televisi dan tayangan-tayangan parabola,25 dan
para wanita harus ikut serta dalam acara-acara pementasan drama dan
sandiwara.26
Bahkan Qardhawi menuturkan bahwa dia mempunyai dua orang puteri yang
telah menamatkan studinya di beberapa universitas di Inggris – di sini
sebenarnya Qardhawi ingin mengajak orang untuk mendukung budaya
ikhtilath (campur-baur laki-laki dengan para wanita di satu tempat),
budaya yang tak tahu malu – sehingga kedua puteri Qardhawi tersebut
mandapat gelar doktor, yang satu orang di bidang fisika nuklir dan yang
lainnya di bidang biokimia.27
KELIMA : QARDHAWI DAN SARANA-SARANA HIBURAN
Yusuf Qardhawi tergolong dalam kategori da’i berkedok agama yang
paling terkenal getol mengajak orang untuk mendukung lagu, musik, dan
berbagai sarana hiburan dan dia mengemukakan pernyataan semacam ini di
berbagai kitabnya dan di berbagai kesempatan :
Qardhawi menyatakan diberbagai bukunya bahwa lagu (nyanyian) itu
halal28, dan nonton film di gedung bioskop itu halal dan baik.29
Qardhawi menuturkan bahwa dia mengingkari para seniman (artis) yang meninggalkan dunia seni.30
Qardhawi mendo’akan keberkahan (kebahagiaan) bagi orang-orang yang
memakai kalung salib dan mempertontonkannya di depan khalayak ramai
lewat pementasan drama yang menampilkan peran tokoh tokoh Salibis
(Kristen) yang melakukan penyerangan berkali-kali terhadap pasukan kaum
muslimin dalam Perang Salib ketika Qardhawi mengakhiri kata sambutannya.
Qardhawi berkata :
“Berjalanlah kalian di atas keberkahan (kabahagiaan) yang dianugerahkan
Allah ! Semoga Allah senantiasa menyertai kalian dan tidak menelantarkan
kalian dalam melaksanakan tugas-tugas kalian”.31
Qardhawi menuturkan bahwa dia suka mengikuti (menikmati) lagu-lagu
Fa’izah Ahmad, Syaadiyah, Ummu Kultsum, Fairuz, dan penyanyi-penyanyi
lainnya.32
Qardhawi bertutur tentang dirinya bahwa dia hobbi nonton film,
menikamati cerita-cerita bersambung, dan nonton sandiwara (drama). Film
yang disukai Qardhawi misalnya : “Al Irhaab Wa Al-Kabaab” dengan
sutradara ‘Aadil Imam – yang di dalamnya ditampilkan adegan pelecehan
terhadap orang-orang yang menganut agama –, film “Layaali Hilmiyyah”,
film “Ra’ufat Al’Hujjaan”, film “Ghiwaar”, film “Nuur Asy-Syariif”, film
“Ma’aalii Zaayad”, dan film-film lainnya.33
Qardhawi berfatwa bahwasannya dibolehkan bagi para wanita tampil di layar film dan televisi.34
KEENAM : PENYIMPANGAN-PENYIMPANGAN QARDHAWI DALAM MASALAH FIQIH
Qardhawi telah malakukan penyimpangan melalui berbagai pendapat dan
pemikirannya dalam masalah fiqih dengan membuang jauh-jauh nash-nash
Al-Qur’an dan Al-Hadits serta mengesampingkan pendapat-pendapat para
ulama. Silahkan pembaca simak bebarapa penyimpangan (kesesatan)
pemikiran Qardhawi dalam masalah fiqih :
Qardhawi menyatakan bahwa hukuman “rajam” termasuk kategori “ta’zir”
(bukan hadd). Waliyyul Amri (penguasa) berhak membatalkan hukuman
“rajam” bila melihat maslahat.35
Qardhawi berpendapat bahwa riddah (kemurtadan) ada dua macam :
riddah mughallazhah (kemurtadan berat) yaitu kemurtadan yang dibarengi
dengan tindakan bengis (kejam) untuk menentang masyarakat, oleh karena
itu pelakunya harus dihukum bunuh (dihukum mati);
riddah mukhaffafah (kemurtadan ringan) yaitu semua jenis kemurtadan
selain kemurtadan jenis pertama. Pelaku kemurtadan yang tertakhir ini
tidak boleh dihukum bunuh (hukum mati)36
Qardhawi berpendapat bahwa seorang wanita boleh memegang tampuk kepemimpinan umum.
Qardhawi berpendapat bahwa sorangan wanita apabila ikut serta dalam
jual-beli dan berbagai jenis mu’amlah, maka persaksiannya disetarakan
dengan persaksian seorang laki-laki.
Qardhawi berpendapat bahwa mencukur jenggot itu boleh.
Qardhawi menyatakan bahwa riba (bunga uang) yang sedikit, 1% atau 2%,
dibolehkan dengan alasan untuk kepentingan biaya administrasi.
Di samping Qardhawi membolehkan (memandang halal) lagu, musik, televisi,
tayangan parabola, cerita bersambung, isbal (mamanjangkan) kain sampai
di bawah matakaki, wanita menampakkan wajah (tidak bercadar), menggambar
makhluk bernyawa, nonton drama (sandirwara), menjual khamr (minuman
keras) dan daging babi kepada orang kafir, mencangkok anggota badan
seorang muslim dengan anggota badan seekor babi, laki-laki berjabatan
tangan dengan wanita, berpakaian dengan mode pakaian orang-orang kafir,
makan daging binatang yang mati mendadak, wanita bepergian jauh ke luar
negeri untuk keperluan belajar (studi) tanpa di temani mahramnya, dan
lain-lain.
Tepat sekali ucapan seseorang yang menyatakan bahwa Qardhawi – dengan
fatwa-fatwanya dan kelancangannya mengubah syari’at Islam –
sesungguhnya dia sedang berteriak kepada semua orang yang menisbatkan
dirinya kepada Islam sambil mengucapkan kata-kata kepada mereka dengan
lisan tingkahlakunya : “Lakukanlah apa saja yang hendak kalian lakukan !
Karena masuk surga sudah pasti bagi kalian”.
Kita mohon kepada Allah Ta’aala agar Dia memberikan ketabahan
(keteguhan hati) kepada kita dalam perpegangteguh pada Islam dan Sunnah,
agar Dia melindungi kita dari bahaya pendapat-pendapat semacam ini dan
para pencetusnya, dan agar Dia menjadikan kita termasuk orang-orang yang
berpegang teguh pada petunjuk Nabi صلى الله عليه وسلم, keluarganya, dan
para sahabatnya sampai hari pembalasan.
KETUJUH : QARDHAWI MEMPOSISIKAN MAKHLUK LEBIH TINGGI DARI KHALIQ DAN DIA MENGHARAPKAN NEGARANYA BISA SEPERTI NEGARA ISRAEL
Qardhawi berkata : “Wahai saudara-saudara sekalian, sebelum
meninggalkan tempat ini, saya ingin menyampaikan suatu kalimat berkenaan
dengan hasil Pemilu Israel. Dulu orang-orang Arab menaruh harapan
kepada kesuksesan Perez dan dia sekarang telah jatuh, inilah yang kita
puji dari Israel.
Kita berharap nagara kita bisa seperti negara ini (Israel), yaitu
karena kolompok kecil seorang penguasa bisa jatuh, dan rakyatlah yang
menentukan hukum tanpa ada hitung-hitungan prosentase yang kita kenal di
negeri kita 99,99 persen. Sungguh ini semua adalah kedustaan dan
tipuan. Seandainya Allah menampakkan diri kepada manusia, maka Dia tak
akan mampu mancapai prosentase sebesar ini. Kami mengucapkan selamat
kepada Israel atas apa yang telah diperbuatnya.37
1 Acara pertemuan “Asy Syari’ah wal Hayaah” dengan tema
“Kelompok-kelompok Non-muslim Di Bawah Naungan Syari’at Islam” yang
diselenggarakan pada tanggal 12 Oktober 1997 M lewat stasiun televisi
“Al-Jaziirah” – semoga Allah melindungi kita dari bencana yang
disebarkan oleh stasiun televisi ini – dan pernyataan Qardhawi bahwa
orang-orang kafir bersaudara dengannya tertera di berbagai kitab
karangannya, antara lain : kitab “Fataawaa Mu’aashirah” (“Fatwa
Kontemporer”) (2/668), kitab“Al Khashaa’ishu Al ‘Aammah lil Islaam”
(“Karakteristik Islam”) halaman 90-93, dan kitab “Malaamih Al Mujtama’
Al Islaamiy” halaman 138.
Pernyataan yang sama dikemukaan pula oleh Qardhawi lewat berbagai
acara yang menampilkan Qardhawi, yang dapat disaksikan melalui
tayangan-tayangan parabola. Untuk menghilangkan keragu-raguan (prasangka
yang tidak baik), perlu penulis nyatakan bahwa apa yang penulis nukil
dari Yusuf Qardhawi melalui acara-acara yang menampilkannya lewat
tayangan-tayangan parabola, penulis sendiri tidak menyaksikannya secara
langsung – penulis berlindung kepada Allah dari menyaksikan acara
semacam ini – dan penulis hanya melihat buku yang memuat laporan
acara-acara yang diselenggarakan melalui tayangan-tayangan parabola. Dan
laporan ini juga termuat pada situs Qardhawi yang terdapat di dalam
jaringan internet.
* Maksud Qardhawi, orang-orang Kristen Qibthi pun (di Mesir)
tergolong orang-orang beriman, sehingga orang-orang yang mati dalam
peperangan dari kalangan mereka dinilai sebagai syuhada’ (orang yang
mati syahid), pent.
2 Lihat kitab “Ghairul Muslimiin fii Al Mujtama’ Al Islaamiy”
(“Kelompok-kelompok Non-muslim Di Bawah Naungan Syari’at Islam”),
cetakan ke empat, tahun 1405H, halaman 68.
Dan Qardhawi mengemukakan pula pernyataan ini lewat acara di atas
(acara “Asy Syari’ah wal Hayaah”), dan di berbagai kitab karangannya
yang lain.
3 Lihat kitab “Al Ummah Al Islamiyyah Haqiiqatun La Wahmun”, cetakan
pertama, tahun1407 H, halaman 70. Dan Qardhawi mengemukakan pernyataan
ini pula lewat acara “Ash Shiraa’u baina Al Muslimiina wa Al Yahudi”
(“Pertarungan Pemikiran Antara Kaum Muslimin dan Orang-Orang Yahudi”)
berikut ini.
4 Acara “Asy Syari’ah wa Al Hayaah” lewat pertemuan yang bertemakan
“Ash Shiraa’u baina Al Muslimiina wa Al Yahudi” (“Pertarungan Pemikiran
Antara Kaum Muslimin dan Orang-Orang Yahudi”) yang diselenggarakan pada
tanggal 7 Desember 1997M.
5 Pertemuan dengan tema “Ghairul Muslimiin fi Zhilli Asy Syari’ah Al
Islamiyah” (“Kelompok-kelompok Non-Muslim Di Bawah Naungan Syari’at
Islam”) yang merupakan bagian dari acara “Asy Syari’ah wa Al Hayaah”
6 Pertemuan dengan tema “Al Islaamu Diinul Basyaa’iri wal
Mubassyiraat” (“Islam agama Pembawa Kabar Gembira”) yang merupakan
bagian dari acara “Asy Syari’ah Wal Hayaah” yang diselenggarakan pada
tanggal 24 Januari 1999M.
7 Kitab “Al Islaam wa Al Ilmaaniyyah” (“Islam dan Sekularisme”)
halaman 101, dan kitab “Syari’atul Islami Khuluuduhaa wa Shalaahuhaa li
Attathbiiqi” (“Syari’at Islam Relevan Sepanjang Zaman”) halaman 52. Dan
Qardhawi mengutarakan pernyataan ini lewat berbagai acara tayangan
parabola.
8 Qardhawi mengemukakan pernyataan ini di beberapa kitabnya dan lewat
berbagai kesempatan, diantaranya di dalam kitab “Al Halaalu wa Al
Haraamu” (“Halal dan Haram”), kitab “Gharul Muslimiina fi Al Mujtama’ Al
Islaamy” (“Kelompok-kelompok Non-Muslim Dalam Masyarakat Islam”) dan
kitab-kitab Qardhawi yang lainnya. Qardhawi mengemukakan pula pernyataan
ini lewat acara “Asy Syari’ah wa Al Hayaah” (“Syari’at dan Kehidupan”)
dalam sebuah pertemuan yang bertemakan “Ghairul Muslimiina fi Zhilli Asy
Syari’ah Al Islamiyah” (“Kelompok-kelompok Non-Muslim Di Bawah Naungan
Syari’at Islam”) dan pertemuan “Ash Shiraa’u Baina Al Muslimiin wa Al
Yahudi” (“Pertarungan Pemikiran Antara Kaum Muslimin dan Orang-orang
Yahudi”)
9 Lihat kitab “Fataawaa Mu’aashirah” (“Fatwa Kontemporer”), juz 2
halaman 671, dan kitab “Ash Shahwah Al Islaamiyyah Baina Al Ikhtilaaf Al
Masyruu’ wa At Tafarruq Al Madzmuum” (“Kebangkitan Islam Antara
Perbedaan Pendapat Yang di Syari’atkan dan Perpecahbelahan Yang
Tercela”) halaman 147.
10
Acara “Al Muntadaa” berupa pertemuan yang bertemakan “Mustaqbalul
Ummah Baina At Tafaa’uli wa At Tasyaa’um” (“Masa Depan Islam antara
Optimisme dan Pessimisme”) yang diselenggarakan pada tanggal 7 Maret
1998M melalui stasiun televisi “Abu Dhabi” – semoga Allah melindungi
kita dan saudara-saudara kita kaum muslimin dari malapetaka yang
ditebarkan oleh stasiun televisi tersebut –, dan acara “Asy Syari’ah wa
Al Hayaah” (“Syari’at dan Kehidupan”) berupa pertemuan bertemakan
“Ghairul Muslimin fi Dzilli Asy Syari’ah Al Islamiyyah”.
11 Acara “Asy Syari’ah wa Al Hayaah” (“Syari’at dan Kehidupan”) lewat
pertemuan bertemakan “Al ‘Alaaqaat Ad Dualiyah” (“Hubungan
Internasional”) yang diselenggarakan pada tanggal 8 Maret 1998M.
12 Acara “Asy Syari’ah wa Al Hayaah” (“Syari’at dan Kehidupan”) lewat
pertemuan bertemakan “Ghairul Muslimin fi Dzilli Asy Syari’ah Al
Islamiyyah” (“Kelompok-kelompok Non-Muslim Dibawah Naungan Syari’at
Islam”), dan pertemuan dengan tema “Fadhlu Al Asyri Al Awaakhiri Min
Ramadhaana” (“Keutamaan Sepuluh Hari Terakhir Bulan Ramadhan”) yang
diselenggarakan pada tanggal 26 Desember 1999M. Dan lihat kitab
“Fataawaa Mu’aashirah” (“Fatwa Kontemporer”) juz 2, halaman 617.
13 Acara “Asy Syari’ah wa Al Hayaah” (“Syari’at dan Kehidupan”) lewat
pertemuan bertemakan“Ghairul Muslimin fi Dzilli Asy Syari’ah Al
Islamiyyah” (“Kelompok-kelompok Non-Muslim Dibawah Naungan Syari’at
Islam”), dan lihat kitab “Ghairul Muslimiin Fi Al Mujtama’ Al Islamiy”
(“Kelompok-kelompok Non-muslim di Bawah Naungan Masyarakat Islam”)
halaman 22.
14 Acara “Asy Syari’ah wa Al Hayaah” (“Syari’at dan Kehidupan”) lewat
pertemuan bertemakan“Ghairul Muslimin fi Dzilli Asy Syari’ah Al
Islamiyyah” (“Kelompok-kelompok Non-Muslim Dibawah Naungan Syari’at
Islam”), dan lihat kitab “Ghairul Muslimiin Fi Al Mujtama’ Al Islamiy”
(“Kelompok-kelompok Non-muslim di Bawah Naungan Masyarakat Islam”)
halaman 55.
15 Pernyataan ini disebutkan di dalam artikel yang berjul “Ziyaratul
Al Qardhawii Li Iraan” (“Kunjungan Qardhawi ke Negara Iran”), dan
pernyataan ini juga tercantum di pada situs Qardhawi di dalam jaringan
internet. Perhatikan kitab “Al Marja’iyyah Al Ulyaa Li Islam” halaman
14, dan pertemuan bertemakan “Mustaqbal Al Ummah Baina At Tafaaul Wa At
Tasyaaum” (“Masa Depan Umat Islam Antara Optimisme dan Pesimisme”) yang
merupakan bagian dari acara “Asy Syari’ah wa Al Hayaah” (“Syari’at dan
Kehidupan”). Dan lihat kitab “Al Ghazaali Kamaa ‘Araftahu” (“Muhammad Al
Ghazali Sebagaimana Yang Anda Kenal”), halaman 242.
16 Acara “Asy Syari’ah wa Al Hayaah” (“Syari’at dan Kehidupan”) lewat
pertemuan dengan tema “Al Islam wa Syabakah Al Intarnit” (“Islam dan
Jaringan Internet”) yang diselenggarakan pada tanggal 28 Juni 1998M.
17 Qardhawi mengemukakan pernyataan ini di dalam kitab-kitabnya
secara umum ketika ia memaparkan sikapnya terhadap Ahlussunnah wal
Jama’ah. Perhatikan misalnya kitab “Al Marji’iyyah Al ‘Ulyaa Li Al
Islaam”, halaman 320-352, dan kitab “As Sunnah Mashdarul Ma’rifah wa Al
Hadhaarah” halaman 95.
18 Lihat kitab “Kaifa Nata’aamalu ma’a As Sunnah An Nabawiyyah” halaman 77.
19 Lihat kitab “Kaifa Nata’aamalu ma’a As Sunnah An Nabawiyyah” halaman 162.
20 Sebuah acara di stasiun televisi “Art” yang diadakan pada tanggal 4
Rajab 1418H. berupa seminar yang diselenggarakan untuk menampilkan
Qardhawi dan sekelompok wanita yang memamerkan aurat dan perhiasan
mereka guna membahas hukum-hukum dari sunnah-sunnah Nabi yang
pemahamannya diselewangkan untuk mendukung kesesatan mereka.
21 Qardhawi menyatakan hal itu pada acara seminar yang sama.
22 Lihat kitab “Asy Syaikh Al Ghazzaali Kama ‘Araftaahu” (“Syaikh
Muhammad Al Ghazzali Sebagaimana Yang Anda Kenal”) halaman 168.
23 Qardhawi mengutarakan pernyataan ini di beberapa kitab
karangannya, dan diberbagai acara serta di berbagai seminar yang
Qardahwi ditunjuk menjadi pembicaranya. Di antaranya kitab “Awlawiyyaat
Al Harakah Al Islaamiyyah” halaman 67, kitab “Malaamih Al Majtama’ Al
Muslim” halaman 3, dan kitab “Markaz Al Mar’ah” halaman 41-130.
24 Qardhawi mengemukakan pernyataan ini pada pertemuan yang
bertemakan “Tahaddiyaat Al Mar’ah Al Muslimah Fi Al Gharbi” yang
merupakan bagian dari acara “Asy Syari’ah wa Al Hayaah” yang
diselenggarakan pada tanggal 13 Juni 1999M.
25 Qardhawi mengemukakan perkataan ini dalam pertemuan yang
bertemakan “Al Fadhaa’iyyaat” (“Tayangan-tayangan Parabola”) yang
merupakan bagian dari acara “Asy-Syari’ah wa Al Hayaah” yang diadakan
pada tanggal 13 Juni 1999M.
26 Majalah “Al Mujtama’” Edisi no. 1319 tanggal 9 Jumada Ats Tsaaniyah 1419H.
27 Tabloid “Akhbaar Al Usbuu’” Edisi no. 401, hari Sabtu, 5 Maret,
1994M. Lihat majalah “Sayyidatuhum” Edisi 678, tanggal 5 Maret 1994M.
28 Pernyataan ini disampaikan Qardhawi di dalam kitab-kitab Qardhawi
secara umum seperti kitab “Al Halaal wa Al Haraam”, kitab “Al
Marja’iyyah Al ‘Ulyaa”, dan “Fataawaa Mu’aashirah”. Disampaikan pula
pada acara pertemuan dengan tema “Akhlaaqiyyatul Muslim” yang merupakan
bagian dari acara “Asy Syari’ah wa Al Hayaah” yang diadakan pada tanggal
14 Juni 1999M, dan pada pertemuan terbuka dengan tema “As’ilaatul
Musyaahidiin” (“Pertanyaan-pertanyaan dari Para Penonton”) yang diadakan
pada tanggal 12 April 1998M.
29 Lihat kitab “Al Halal Wa Al Haram”
30 Pernyataan ini dikemukakan Qardhawi pada pertemuan terbuka dengan
tema “As‘ilah Al Musyaahidiin” (“Pertanyaan-pertanyaan Dari Para
Penonton”) yang merupakan bagian dari acara “Asy-Syari’ah wa Al Hayaah”
yang diselenggarakan pada tanggal 12 April 1998 M.
31
Fatwa Qardhawi yang tercantum pada situs “Al-Islam Fi Al Intarnit” ,
dan situs di bawah asuhan Qardahwi, yang menebarkan perkara-perkara yang
menimbulkan bencana-bencana besar antara lain membuka peluang untuk
dapat menyaksikan semua tayangan parabola yang ada di dunia
internasional sampai-sampai kepada tayangan “Patikan”, peluang untuk
saling berkenalan sampai-sampai perkenalan dua orang yang lain jenis,
pelayanan perkawainan (biro jodoh) sampai-sampai pernikahan orang-orang
non-muslim, bidang kesenian dan kebudayaan termasuk di dalamnya
pembahasan tentang film-film, drama-drama, dan tayangan-tayangan
parabola, foto-foto dan gambar-gambar wanita pamer aurat, tokoh-tokoh
rasionalis (pemuja akal) seperti Al-Jaahizh dan Imaarah, dan
pengkultusan pentolan-pentolan thaghut seperti As-Sanhuri dan hal-hal
lain yang membawa bencana. Dan Qardhawi menyatkan bahwa ia ingin
menjadikan situs ini markas (pusat) fatwa internasional.
32 Surat kabar “Ar-Raayah Al-Quthriyyah”, Edisi 5969, tanggal 19 Jumaadal ‘Ulaa 1419 H.
33 Surat kabar “Ar-Raayah Al-Quthriyyah”, Edisi 5969, tanggal 19
Jumaadal ‘Ulaa 1419 H, dan majalah “Sayyidatuhum” edisi 678 no. 5
tanggal 11 Maret 1994 M. Lihat tabloid “Akhbar Al Usbuu’” edisi 401
tanggal 23 Ramadhan 1414 H.
34 Qardhawi mengatakan hal itu pada pertemuan dengan tema “Al
Fadhaaiyyaat” (“Tayangan-tayangan Parabola”) yang merupakan bagian dari
acara “Asy Syari’ah wa Al Hayaah” yang diselenggarakan pada tanggal 13
Juni 1999 M.
35
Pernyataan ini dikemukakan Qardhawi pada acara “Al Muntaa” lewat
stasiun televisi Abu Dhabi berupa pertemuan dengan tema “Syuruut Al
Fatwa” (“Syarat-syarat Fatwa”) yang diselenggarakan pada tanggal 10
Januari 1998 M. Dan ini diisyaratkan oleh Qhardhawi dalam kitab “Al
Khashaa’ish Al ‘Aammah li Al Islaam” halaman 240. Pernyataan Qardhawi
ini bertentangan dengan ijma’ (kesepakatan para ulama) sebagaimana yang
dinukil oleh beberapa orang ulama seperti Ibnul Mundzir, Ibnu Abdil
Barr, Ibnu Quddaamah, Syaikhul Islam (Ibnu Taimiyah), Ibnu Rusyd dan
yang lainnya.
36 Pernyataan ini dikemukakan Qardhawi dalam kitabnya yang berjudul
“Al Halal Wa Al Haram” halaman 91, dan di dalam kitabnya yang berjudul
“Al Marji’iyyah Al ‘Ulyaa” halaman 243, juga di dalam kitabnya yang
berjudul “Madkhal Li Diraasati Asy-Syarii’ah” halaman 85. Qardhawi
mengemukakan pula pernyataan ini di dalam pertemuan yang bertema “As
Sunnah Mashdar Li At Tasyrii’” (“Sunnah Sumber Pembentukan Hukum Islam”)
yang merupakan bagian dari acara “Asy Syarii’ah Wa Al Hayaah”, dan pada
pertemuan yang bertema “Az Zawaaj Min Ghairi Al Muslimaat” yang
merupakan bagian dari acara “Al Muntada”. Pernyataan Qardhawi ini
bertentangan dengan Ijma’ (kesepakatan para ulama) yang dinukil oleh
Ibnu Hazm, Ibnu Abidin, dan yang lainnya.
37 Dari kaset berisi rekaman suara Qardhawi dan bantahan Syaikh Ibnu
“Utsaimin, dan kaset tersebut ada di “Tasjillat (studio Rekaman)
‘Al-Ashaalah” di Jeddah, di wilayah Ats-Tsaghr.
Sumber:
Madrasah Salafiyah Depok (www.ahlussunnah-jakarta.org)
19 November 2012
Daftar Kebatilan Dan Penyimpangan Yusuf Qaradhawi
Diberdayakan oleh Blogger.
0 komentar:
Posting Komentar