Pertarungan antara haq dan bathil
terus berlangsung hingga hari kiamat. Kebenaran dan kebatilan memiliki
penyeru dan pembela masing-masing. Penyeru kebenaran berusaha
menyelamatkan umat dan membawanya ke jalan yang lurus agar mendapatkan
kebahagian di dunia dan akhirat, sedangkan penyeru kebatilan berusaha
menyesatkan dan merusak umat agar mereka celaka.
Tidak henti-hentinya para penyeru
kebatilan menyesatkan umat dengan segala cara, termasuk
kebohongan-kebohongan yang merupakan modal utama mereka dari masa ke
masa. Tidak segan-segan mereka melontarkan kebohongan-kebohongan dan
tuduhan-tuduhan dusta kepada manusia-manusia terbaik dari umat ini,
bahkan kepada para ibunda kaum mukminin para pendamping Sayyidil Mursalin di dunia dan di akhirat, termasuk Aisyah ash-Shiddiqoh binti ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anha wanita yang paling banyak menukil Sunnah-sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada umat ini.
Tuduhan-tuduhan dusta keapda Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha
senantiasa mereka sebarkan sejak para pendahulu mereka dari kaum
munafikin hingga para penerus mereka pada hari ini dari musuh-musuh
sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di antara
penyambung lidah kotor mereka adalah seseorang yang bernama Yasir bin
Abdullah al-Habib yang mendaur ulang kebohongan, cercaan dan cacian
terhadap Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha didalam
sebuah ceramahnya yang dikemas di dalam perayaan kematian Aisyah bulan
Ramadhan yang lalu (tahun 1431 H/2010 M) di London.
Mengingat bahwa kebohongan, cercaan, dan
cacian orang ini telah tersebar di berbagai media massa, maka kami
memandang penting untuk memberikan bantahan kepadanya sebagai pembelaan
terhadap Ummul Mukminin dan nasihat kepada kaum muslimin dengan
mengacu kepada manhaj yang shahih, manhaj Ahlul Haq Ahlus Sunnah wal
Jama’ah, dengan banyak mengambil faedah dari risalah seorang ulama
ahlul bait yang shalih, asy-Syaikh Abdul Qadir bin Muhammad al-Junaid
al-Husaini hafidhahullah yang berjudul Daf’u Adziyyatil Mujrimil Atsim Yasir al-Habbib ‘An ‘Irdhin Nabiyyil Karim wa Ali Baitihi.
AHLUS SUNNAH MENCINTAI KELUARGA NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM
Di antara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah mencintai ahlul bait (keluarga Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) sesuai dengan wasiat Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Aku mengingatkan kalian pada ahli baitku, aku mengingatkan kalian pada ahli baitku, aku mengingatkan kalian pada ahli baitku.” [1]
Sedangkan yang termasuk keluarga beliau adalah istri-istrinya sebagai ibu kaum mukminin, rodhiyallohu ‘anhunna wa ardhahunna (semoga Allah meridhai mereka). Dan sungguh Allah Ta’ala telah berfirman tentang mereka setelah berbicara kepada mereka dengan firman-Nya :
Hai istri-istri nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain. (QS. al-Ahzab [33] : 32)
Kemudian Allah mengarahkan nasihat-nasihat kepada mereka dan menjanjikan mereka dengan pahala yang besar. Allah Ta’ala berfirman :
Sesunggunhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan menyucikan kamu sesuci-sucinya. (QS. al-Ahzab [33] : 33)
AISYAH ISTRI NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM DAN IBU ORANG-ORANG YANG BERIMAN
Beliau adalah Ummul Mukminin Aisyah binti al-Imam ash-Shiddiq al-Akbar Khalifah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
Abu Bakr ash-Shiddiq Abdullah bin Abu Quhafah Utsman bin Amir bin Amr
bin Ka’b bin Sa’d bin Taim bin Murroh bin Ka’b bin Luayy al-Qurosyiyyah
at-Taimiyyah. Ibunya adalah Ummu Ruman binti Amir bin Uwaimir bin Abdu
Syams bin Atab al-Kinaniyyah.
Beliau dinikahi oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum hijrah, sesudah wafatnya Khadijah binti Khuwailid radhiyallahu ‘anha dua tahun sebelum hijrah, dikumpuli oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sepulang beliau dari Perang Badar ketika di berusia 9 tahun. Aisyah radhiyallahu ‘anha
berkata, “Rasulullah menikahiku sepeninggal Khadijah waktu itu aku
berusia 6 tahun, dan masuk kepadaku ketika aku berusia 9 tahun.” Urwah
berkata, “Aisyah berada di sisi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam selama 9 tahun.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
tidak pernah menikahi wanita dalam keadaan masih gadis selain dia, dan
tidak pernah mencintai seorang wanita lebih dari cintanya kepada
Aisyah radhiyallahu ‘anha. dia adalah istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di dunia dan di akhirat.
Suatu saat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha
“Aku bermimpi didatangi malaikat yang membawaku dalam kain sutra dan
dikatakan kepadaku, ‘Inilah istrimu.’ Maka aku buka wajahnya ternyata
engkau yang ada di dalam kain tersebut.” Maka aku berkata, “Jika ini
datang dari Allah maka Allah akan melangsungkannya.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat mencintai Aisyah radhiyallahu ‘anha dan sangat menampakkan kecintaannya tersebut, ketika beliau ditanya oleh Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhu tentang manusia yang paling dicintainya maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Aisyah.” Ini adalah berita yang shahih walaupun tidak disukai oleh orang-orang Rafidhah. Kecintaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha
adalah perkara yang masyhur di kalangan sahabat, sehingga jiak ada
seorang dari mereka hendak memberikan hadiah kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berusaha memilih hari giliran Aisyah radhiyallahu ‘anha untuk mengharap keridhaan beliau.[2]
HADITSUL IFKI, ANTARA ORANG-ORANG MUNAFIK DAN SYI’AH
Telah terjadi haditsul ifki (berita bohong) atas Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu anha.
Peristiwa ini terjadi pada waktu Perang Muroisi’ pada tahun 5 H dan
umurnya waktu itu 12 tahun. Ada yang mengatakan pad waktu Perang Bani
Mushtholiq yaitu setelah turunnya ayat hijab.
Pada saat itu, orang-orang munafik yang dimotori oelh Abdulloh bin Ubay menyebarkan tuduhan keji kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha yaitu bahwa dia telah berbuat serong dengan Shofwan bin Mu’aththol seorang sahabat yang mengantar Aisyah radhiyallahu ‘anha ketika tertinggal di dalam perjalanan pulang safar bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat radhiyallahu ‘anhuma. Maka beredarlah desas-desus tersebut di Madinah tanpa disadari oleh Aisyah radhiyallahu ‘anha yang sepulangnya dari perjalanan jatuh sakit selama sebulan. Hingga akhirnya Aisyah radhiyallahu ‘anha diberi tahu oleh Ummu Misthoh sehingga semakin menambah sakitnya. Kemudian Aisyah radhiyallahu ‘anha meminta izin Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk tetap tinggal di rumah orang tuanya sementara waktu.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri merasa berat dengan fitnah tersebut, karena wahyu yang menjelaskan masalah itu belum juga turun maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta pendapat Usamah, Ali dan Bariroh, secara umum mereka menyatakan bersihnya Aisyah radhiyallahu ‘anha dari tuduhan keji tersebut. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
meminta pendapat para sahabat tentang hal itu, tetapi karena begitu
gencarnya desas-desus tersebut terpisahlah kaum muslimin menjadi dua
kelompok, ada yang membenarkan berita tersebut dan ada yang
mendustakannya. Adapun Aisyah radhiyallahu ‘anha maka dia tidak henti-hentinya menangis.
Dalam suasana yang galau tersebut turunlah wahyu dari Allah Ta’ala yang menyatakan kesucian Aisyah
dari tuduhan yang keji tersebut dengan firman-Nya dalam sepuluh ayat dari Surat an-Nur(24) :
Sesungguhnya orang-orang yang membawa
berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira
bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi
kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang
dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian yang
terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya adzab yang besar.
Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu orang-orang mukminin
dan mukminat tidak bersangka balik terhadap diri mereka sendiri, dan
(mengapa tidak) berkata, “Ini adalah suatu berita bohong yang nyata.” … (QS. an-Nur [24] : 11-20)
Demikianlah pada zaman Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kaum munafikin telah berupaya untuk mendiskreditkan Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha dan membuat tuduhan keji kepadanya yang dibantah langsung oleh Allah Ta’ala
di dalam ayat yang dibaca sampai hari kiamat. Ternyata, kemudian datang
para pengekor kaum munafikin dari orang-orang Syi’ah Rafidhah yang
melampaui batas hingga membuat tuduhan-tuduhan keji terhadap Ummul
Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha
Berkata Ja’far Murtadho-seorang tokoh Syi’ah Rafidhah-di dalam bukunya Hadist al-Ifk (hlm. 17):
“Sesungguhnya kami meyakini, sebagaimana
(keyakinan) para ulama-ulama besar kami pakar pemikiran dan penelitian,
bahwa istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berpeluang untuk kafir sebagaimana istri Nuh dan Istri Luth.”
Dan yang dimaksud istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di sini adalah Aisyah radhiyallahu ‘anha
Berkata Muhammad al-‘Ayasyi – seorang tokoh Syi’ah Rafidhah-dalam Tafsir-nya (32/286) Surat Ali Imran, dari Abdush Shomad bin Basyar dari Abu Abdillah ia berkata :
“Tahukah kalian, Nabi itu meninggal atau dibunuh ? Sesungguhnya Allah berfirman :
“Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad). (QS. Ali Imran [3] : 144)
Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
telah diracuni sebelum wafatnya, dan mereka berdualah yang meracuninya
(yakni Aisyah dan Hafshah)! Sesungguhnya dua perempuan tersebut dan
bapak mereka adalah sejahat-jahat ciptaan Allah !
Wala haula wala quwwata illa billah !
YASIR HABIB PENYAMBUNG LIDAH PARA PENDUSTA
Tuduhan-tuduhan keji orang-orang Syi’ah Rafidhah terhadap Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha
ternyata masih terus berulang. Baru-baru ini datang seorang tokoh
mereka bernama Yasir bin Abdullah al-Habib yang mendaur ulang
kebohongan, cercaan, dan cacian terhadap Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha
di dalam sebuah ceramah-nya yang dikemas di dalam perayaan kematian
Aisyah bulan Ramadhan yang lalu (tahun 1431 H /2010 M) di London.
Sang pendusta ini melontarkan
tuduhan-tuduhan kejinya dalam satu pengajian yang berdurasi sekitar
setengah jam. Bahkan di akhir pengajian ia mengajak para hadirin
tatkala pulang ke rumah masing-masing untuk shalat dua raka’at sebagai
tanda syukur kepada Allah atas wafatnya Aisyah radhiyallahu ‘anha dan menjadikan shalat dua raka’at tersebut sebagai wasilah (perantara, Red) untuk berdo’a kepada Allah maka niscaya hajat mereka akan dikabulkan oleh Allah.[3]
MENJAWAB KEBOHONGAN DAN CERCAAN YASIR HABIB SANG PENDUSTA
Sebetulnya pernyataan dari Allah Ta’ala di dalam Surat an-Nur (24) di atas yang menyatakan kesucian Aisyah dri haditsul ifki
(berita bohong) yang dihembuskan oleh kaum munafikin sudah mencukupi
bagi seorang mukmin. Akan tetapi, untuk lebih memperkuat keimanan kita
di dalam masalah ini, kami akan menjawab satu persatu dari
tuduhan-tuduhan keji terhadap Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha yang didaur ulang oleh Yasir Habib sang pendusta. Di antara tuduhan-tuduhan dusta tersebut adalah :
1. Mengklaim bahwa Aisyah radhiyallahu ‘anha di neraka
Yasir Habib berkata :
“Engkau mengetahui bahwa Aisyah adalah
mulhidah (atheis), zhalim lagi kafir, telah menyerupai perkataan
orang-orang kafir dan ini adalah hal yang menakutkan, ini membuktikan
bahwa Aisyah sama sekali tidak meyakini kenabian sang penutup para nabi
(Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam).”
Di juga berkata :
“Kalau begitu, Aisyah hari ini di neraka
makan bangkai. Demikianlah terbukti bahwa Aisyah di neraka, tidak makan
bangkai saja, saya bisa mengatakan begitu, bahwa hari ini Aisyah di
neraka tergantung dari kakinya di neraka sekarang. Aisyah, tidak makan
bangkai saja, tetapi memakan daging tubuhnya, makan daging tubuhnya
sekarang.”
Jawaban :
Allah Ta’ala telah membantah tuduhan keji ini di dalam Kitab-Nya dengan menyatakan keimanan Aisyah
dan juga yang lainnya dari istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam Allah Ta’ala berfirman :
Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri, dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka. (QS. al-Ahzab [33] : 6).
Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin rahimahullah berkata, “Maka istri-istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah ibu-ibu orang-orang yang beriman dan ini adalah dengan ijma’. Barang siapa yang mengatakan, ‘Sesungguhnya Aisyah radhiyallahu ‘anha bukan ibuku,’ maka dia tidak termasuk orang-orang yang beriman, karena Allah Ta’ala
berfirman, ‘Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin
dari diri mereka sendiri, dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka.’
Barang siapa yang mengatakan bahwa Aisyah radhiyallahu ‘anha bukan
ibu orang-orang yang beriman maka dia bukanlah orang-orang yang
beriman, dan tidak beriman kepada al-Qur’an dan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan sungguh mengherankan, mereka mencela Aisyah radhiyallahu ‘anha mencacinya, dan membencinya, dalam keadaan dia adalah istri yang paling dicintai oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau tidak mencitai seorang pun dari istri-istrinya sebagaimana kecintaannya kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha sebagaimana telah shahih dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam shohih Bukhori bahwa ditanyakan kepadanya, ‘Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling engkau cintai ? ‘Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Aisyah.’ Mereka berkata, ‘Dari kalangan laki-laki ?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjawab, ‘Bapaknya.’ Orang-orang ini membenci Aisyah dan mencacinya
dan melaknatnya dalam keadaan dia adalah istri yang terdekat dengan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka bagaimana dikatakan bahwa mereka ini mencintai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bagaimana dikatakan mereka ini mencintai keluarga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
tetapi yang benar adalah klaim-klaim yang dusta, tidak memiliki dasar
keshahihan. Yang wajib atas kita adalah menghormati ahlul bait
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari
kerabat-kerabatnya yang beriman, dan dari istri-istrinya, Ummahatul
Mukminin, semuanya adalah ahlul bait beliau, dan mereka memiliki hak.” [4]
2. Pelanggaran terhadap kehormatan Ummul Mukminin Aisyah
Yasir Habib berkata :
“Apakah aku akan menyebutkan kegilaannya
dan kefasikannya yang menodai sejarah. Apakah aku akan menyebutkan
bagaimana dia berkeluyuran di jalan-jalan.”
Dia juga berkata :
“Atas kewajiban kami mencaci Aisyah dan Hafshoh, kedua wanita pengkhianat ini.”
Dia juga berkata :
“Dia keluar bertabarruj (menampilkan
diri), dan telah saya kutip dalam ceramah sebelumnya bahwa ketika dia
pergi ke haji adalah bertabarruj (nakal menampilkan diri).”
Jawaban :
Ucapan-ucapan pendusta ini telah
dijelaskan kedustaannya oleh Alloh di dalam Surat an-Nur (24) : 11-26
yang menyatakan kesucian Aisyah radhiyallahu ‘anha dari tuduhan yang keji tersebut. Demikian juga, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah membersihkan Aisyah radhiyallahu ‘anha dari tuduhan-tuduhan kotor ini dengan sabdanya : “Wahai Aisyah, adapun Allah Ta’ala, maka sungguh Dia telah membersihkanmu (dari tuduhan-tuduhan dusta).” [5]
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata kepada Aisyah “Sungguh engkau adalah istri yang paling dicintai oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidaklah beliau mencintai kecuali yang baik, dan Allah Ta’ala
menurunkan kesucianmu dari atas tujuh langit-Nya, maka tidak ada masjid
di bumi kecuali ia dibaca sepanjang siang dan malam … maka demi Allah
sesungguhnya engkau adalah penuh berkah.” [6]
Al-Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “Ia adalah penjelasan kesucian yang qoth’i (pasti) dengan nash al-Qur’an al-‘Aziz. Jika ada seseorang yang ragu-ragu tentangnya-wal ‘iyadzu billah – maka dia kafir murtad dengan ijma’ kaum muslimin.”[7]
3. Menuduh Aisyah radhiyallahu ‘anha membunuh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
Yasir Habib berkata :
“Sulit bagi kita dan bagi setiap orang
untuk menghitung-hitung kejahatan-kejahatan wanita yang kotor ini, apa
yang harus saya katakan, dan apa yang akan saya sebutkan, apakah saya
akan menyebut racunnya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bagaimana dia membunuh beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Jawaban :
Tuduhan kotor yang paling keji ini
menunjukkan begitu dustanya si pendusta yang jahat ini dan begitu
lancangnya atas Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha padahal Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memilih untuk dirawat di rumah Aisyah di saat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sakit dan kemudian wafat di pangkuan Aisyah. Al-Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan di dalam shohih-nya (4450) dari Urwah bin Zubair dari Aisyah Bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya pada saat
sakit yang menghantarkan beliau wafat, “Esok hari aku di rumah siapa ?”
Beliau memaksudkan hari giliran Aisyah . istri-istri beliau
mengizinkan di mana beliau menghendaki, lalu beliau memilih berada di
rumah Aisyah hingga wafat di sisinya. Aisyah berkata, “Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat di rumahku, dan disaat giliranku,
dan kepalanya berada di antara bawah daguku dan atas daguku dan Allah
membuat air liurku bercampur dengan air liur Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam pada saat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat.”
Aisyah berkata, “Aku diberi sembilan
perkara yang tidak pernah diberikan kepada wanita siapapun setelah
Maryam binti Imran. Jibril ‘alaihis salam turun dengan membawa gambarku di telapak tangannya hingga dia memerintahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar menikahiku, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahiku ketika aku masih gadis dan tidak pernah menikahi gadis selainku, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal dalam keadaan kepalanya dipangkuanku, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam aku kuburkan di rumahku, dan sungguh para malaikat mengelilingi rumahku, sungguh wahyu turun kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
ketika aku dan beliau dalam satu selimut, sungguh aku adalah putri
khalifahnya dan sahabat karibnya, turun berita pembersihanku dari
langit, telah diciptakan aku dengan baik di sisi seorang yang baik, dan
aku telah dijanjikan ampunan dan rizqi yang mulia”[8]
Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Keutamaan Aisyah atas seluruh wanita seperti keutamaan tsarid[9] atas semua makanan.” (Muttafaq ‘alaih)
4. Caci maki Yasir Habib terhadap Aisyah radhiyallahu ‘anha dan para sahabat
Yasir Habib berkata :
“Aisyah adalah penghulu wanita ahli neraka.”
Dia juga berkata :
“Saya pribadi selalu dalam sholat saya dan disaat qunut saya melaknat Abu Bakar, Umar, Aisyah, dan Hafshah.”
Jawaban :
Si pendusta ini telah menunjukkan kebenciannya yang sangat kepada ahlul bait Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan dua sahabatnya yang mulia. Dengan ucapan-ucapannya ini dia
memasukkan dirinya ke dalam kelompok pencela sahabat yang telah
mengkufuri ayat-ayat dan hadits-hadits yang menunjukkan tentang
keutamaan para sahabat
dan wajibnya memberikan loyalitas dan kecintaan kepada mereka. Allah Ta’ala berfirman :
Dan orang-orang yang telah menempati
kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka
(Muhajirin), mereka (Anshar) mencintai orang yang berhijrah kepada
mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshar) tiada menaruh keinginan dalam
hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin),
dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka
sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara
dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. al-Hasyr [57] : 9)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memuji para sahabat radhiyallahu ‘anhuma ajma’in dan menjelaskan keutamaan mereka di dalam hadits-hadits yang banyak sekali, di antaranya sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian generasi sesudah mereka, kemudian generasi sesudah mereka.”[10]
Dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
,”Janganlah kalian mencaci para sahabatku, janganlah kalian mencaci
para sahabatku. Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya, seandainya seorang
di antara kalian menginfaqkan emas sebesar Gunung Uhud, tidak lah itu
mencapai satu mud infaq seorang dari mereka dan tidak juga mencapai
separuhnya.” [11]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “Di antara pokok-pokok Ahlus Sunnah adalah selamatnya hati dan lisan mereka terhadap para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana penyifatan Allah Ta’ala dalam firman-Nya :
Dan orang-orang yang datang sesudah
mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdo’a, ‘Ya Tuhan kami, beri
ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu
dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami
terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau
Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.’ (QS. al-hasyr [59] :10)
Sikap Ahlus Sunnah ini merupakan ketaatan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
pada sabdanya, ‘ Janganlah kalian mencaci para sahabatku. Demi Dzat
yang jiwaku di tangan-Nya, seandainya seorang di antara kalian
menginfaqkan emas sebesar Gunung Uhud, tidaklah itu mencapai satu mud
infaq seorang dri mereka dan tidak juga mencapai separuhnya.’[12]
Maka Ahlus Sunnah menerima apa saja yang
datang dalam Kitab, Sunnah, dan ijma’ tetang keutamaan-keutamaan dan
tingkatan-tingkatan mereka. Ahlus Sunnah berlepas diri dari cara
orang-orang Rafidhah (Syi’ah) yang membenci dan mencaci para
sahabat , dan berlepas diri dari cara orang-orang Nawashib yang
menyakiti ahlul bait dengan perkataan atau perbuatan.’”[13]
Al-Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “Ketahuilah bahwa mencaci para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
hukumnya haram bahkan yang terkeji dari perkara-perkara yang diharamkan
dalam agama, sama saja apakah yang dicaci dari mereka masuk dalam
fitnah atau tidak, karena mereka berijtihad dalam peperangan-peperangan
yang terjadi di antara mereka dan memiliki ta’wil. Al-Qodhi berkata, ‘
Mencela seorang dari sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
termasuk kemaksiatan-kemaksiatan yang merupakan dosa besar.’ Madzhab
kami dan madzhab jumhur bahwasanya di diberi hukuman dan tidak dibunuh.
Sebagian ulama Malikiyyah berkata, ‘Dia dibunuh.’[14]
KESIMPULAN DAN PENUTUP
Inilah sedikit yang bisa kami paparkan di dalam pembelaan terhadap Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha dari kebohongan, cercaan, dan cacian Yasir Habib Si Pendusta – semoga Allah memberikan balasan yang setimpal kepadanya.
Akhirnya, kita memohon kepada Allah Ta’ala
agar meneguhkan hati-hati kita di atas kebenaran, menunjuki kita ke
jalan yang lurus, selalu memberikan taufiq kepada kita di dalam
agama-Nya yang lurus, jalan para nabi, para shiddiqin, syhada’, dan
sholihin, dan mewafatkan kita di atas sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aamin.
Disalin dari Majalah ALFURQON no. 109 edisi: 06 thn ke 10 Muharram 1431.H/Desember 2010.H untuk dipublikasikan ulang oleh: ibnuabbaskendari.wordpress.com
Catatan Kaki:
[1] Dikeluarkan oleh Muslim 5 juz 15 hlm. 180 (Nawawi), Ahmad (4/366-367), dan Ibnu Abi ‘Ashim dalam Kitab as-Sunnah (no. 629)
[2] Untuk biografi yang lebih rinci tentang beliau, silakan melihat Thobaqoh Kubro kar. Ibnu Sa’d (8/58-81), Siyar A’lamin Nubala’ kar. adz-Dzahabi (2/136-194), al-Ishobah kar. Ibnu Hajar (8/16-20), Tahdzibut tahdzib kar. Ibnu Hajar (12/461), al-Isti’ab kar. Ibnu Abdil Barr (4/1881-1885)
[3] Lihat video ceramah ini di <http://www.youtube.com/watch?v=KY7ax6k3q6w&feature=player_embedded>
[4] Syarh Riyadhish Sholihin (1/400)
[5] Dikeluarkan oleh Bukhari (4473) dan Muslim (2770
[6] Diriwayatkan oleh Ahmad di dalam Fadho’il Shohabah (1639) dan dikatakan oleh Syaikh Washiyyulloh Abbas, “Sanadnya shahih.”
[7] Syarh Shohih Muslim (17/117)
[8] Diriwayatkan oleh Abu Bakar Al-Aajuury dan dikatakan oleh Adz-Dzahaby : sanadnya jayyid
[9] Tsarid adalah makanan dari adonan tepung dicampur kuah daging
[10] Muttafaq ‘alaih, Bukhari : 3650 dan Muslim : 4533
[11] Muttafaq ‘alaih, Bukhari : 3673 dan Muslim : 2540
[12] Ibid
[13] Aqidah Wasithiyyah (hlm. 142 – 151)
[14] Syarh Shohih Muslim (16/93)
0 komentar:
Posting Komentar