Oleh: Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin Rahimahullah
Pertanyaan:
Perkara apa saja
yang harus dikaitkan dengan masyi’ah (kehendak Allah)? Dan perkara apa
saja yang tidak harus dikaitkan dengan masyi’ah (kehendak Allah)?
Jawab:
Segala sesuatu yang berkaitan dengan masa yang akan datang sebaiknya dikaitkan dengan kehendak Allah Allah, karena Allah berfirman:
وَلا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَلِكَ غَداً * إِلا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ
Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: “Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi, kecuali (dengan menyebut): “Insya Allah” (Al Kahfi: 23-24)
Adapun sesuatu yang telah terjadi tidak perlu dikaitkan dengan kehendak Allah kecuali jika maksudnya untuk ta’lil (menyatakan sebab).
Misalnya ada yang berkata bahwa bulan Ramadhan tahun ini telah dimulai pada malam Ahad insya Allah. Maka sebenarnya kita tidak perlu mengucapkan insya Allah, karena Ramadhan telah berlalu dan sudah diketahui
Jika seorang berkata, “Aku mengenakan pakaianku insya Allah” sedangkan dia memang memakainya, maka sebaiknya tidak perlu mengucapkan insya Allah, karena itu sesuatu yang telah berlalu dan selesai, kecuali jika tunjuannya adalah untuk beralasan atau dia memakainya atas kehendak Allah, maka ini tidak apa-apa.
Apabila seseorang berkata ketika telah selesai shalat, “Saya sudah shalat insya Allah,” jika dia memaksudkan tindakan shalatnya, maka ini tidak perlu karena dia telah melaksanakannya, tetapi jika yang dia maksudkan adalah shalat yang makbul, maka boleh saja dia mengatakan ‘insya Allah’, karena dia tidak tahu apakah shalatnya diterima atau tidak diterima.
(Diterjemahkan untuk blog www.ulamasunnah.wordpress.com dari Fatawa Arkanil Islam, soal nomor 35)
Dinukil dari: http://ulamasunnah.wordpress.com/2009/02/12/seputar-kata-insya-allah-jika-allah-menghendaki/
Jawab:
Segala sesuatu yang berkaitan dengan masa yang akan datang sebaiknya dikaitkan dengan kehendak Allah Allah, karena Allah berfirman:
وَلا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَلِكَ غَداً * إِلا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ
Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: “Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi, kecuali (dengan menyebut): “Insya Allah” (Al Kahfi: 23-24)
Adapun sesuatu yang telah terjadi tidak perlu dikaitkan dengan kehendak Allah kecuali jika maksudnya untuk ta’lil (menyatakan sebab).
Misalnya ada yang berkata bahwa bulan Ramadhan tahun ini telah dimulai pada malam Ahad insya Allah. Maka sebenarnya kita tidak perlu mengucapkan insya Allah, karena Ramadhan telah berlalu dan sudah diketahui
Jika seorang berkata, “Aku mengenakan pakaianku insya Allah” sedangkan dia memang memakainya, maka sebaiknya tidak perlu mengucapkan insya Allah, karena itu sesuatu yang telah berlalu dan selesai, kecuali jika tunjuannya adalah untuk beralasan atau dia memakainya atas kehendak Allah, maka ini tidak apa-apa.
Apabila seseorang berkata ketika telah selesai shalat, “Saya sudah shalat insya Allah,” jika dia memaksudkan tindakan shalatnya, maka ini tidak perlu karena dia telah melaksanakannya, tetapi jika yang dia maksudkan adalah shalat yang makbul, maka boleh saja dia mengatakan ‘insya Allah’, karena dia tidak tahu apakah shalatnya diterima atau tidak diterima.
(Diterjemahkan untuk blog www.ulamasunnah.wordpress.com dari Fatawa Arkanil Islam, soal nomor 35)
Dinukil dari: http://ulamasunnah.wordpress.com/2009/02/12/seputar-kata-insya-allah-jika-allah-menghendaki/
0 komentar:
Posting Komentar