Berikut penjelasan yang disampaikan oleh Fadhilatusy Syaikh Muhammad
bin ‘Umar Bazmul hafizhahullah ketika beliau menjawab pertanyaan tentang
apa sikap dan kewajiban kita terkait dengan peristiwa yang menimpa
saudara-saudara kita di Ghaza – Palestina. Penjelasan ini beliau
sampaikan pada hari Senin 9 Muharram 1430 H dalam salah satu pelajaran
yang beliau sampaikan, yaitu pelajaran syarh kitab Fadhlul Islam. Semoga
bermanfaat.
Kewajiban terkait dengan peristiwa yang menimpa saudara-saudara kita
kaum muslimin di Jalur Ghaza Palestina baru-baru ini adalah sebagai
berikut :
Pertama :
Merasakan besarnya nilai kehormatan darah (jiwa) seorang muslim.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Ibnu Majah (no. 3932) dari
shahabat ‘Abdullah bin ‘Umar berkata : Saya melihat Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wasallam sedang berthawaf di Ka’bah seraya beliau
berkata (kepada Ka’bah) :
مَا أَطْيَبَكِ وَأَطْيَبَ رِيحَكِ مَا أَعْظَمَكِ وَأَعْظَمَ
حُرْمَتَكِ، وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَحُرْمَةُ الْمُؤْمِنِ
أَعْظَمُ عِنْدَ اللهِ حُرْمَةً مِنْكِ مَالِهِ وَدَمِهِ
“Betapa bagusnya engkau (wahai Ka’bah), betapa wangi aromamu, betapa
besar nilaimu dan besar kehormatanmu. Namun, demi Dzat yang jiwa
Muhammad berada di tangan-Nya, sungguh kehormatan seorang mukmin jauh
lebih besar di sisi Allah dibanding engkau, baik kehormatan harta maupun
darah (jiwa)nya.” [1])
Dalam riwayat At-Tirmidzi (no. 2032) dengan lafazh :
Dari shahabat ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallah ‘anhuma, bahwa
Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam naik ke atas mimbar kemudian
beliau berseru dengan suara yang sangat keras seraya berkata :
« يَا مَعْشَرَ مَنْ قَدْ أَسْلَمَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يُفْضِ
الإِيمَانُ إِلَى قَلْبِهِ! لاَ تُؤْذُوا الْمُسْلِمِينَ! وَلاَ
تُعَيِّرُوهُمْ! وَلاَ تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ! فَإِنَّهُ مَنْ
تَتَبَّعَ عَوْرَةَ أَخِيهِ الْمُسْلِمِ تَتَبَّعَ اللهُ عَوْرَتَهُ،
وَمَنْ تَتَبَّعَ اللهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ وَلَوْ فِى جَوْفِ رَحْلِهِ »
“Wahai segenap orang-orang yang berislam dengan ucapan lisannya namun
keimanannya tidak menyentuh qalbunya, janganlah kalian mengganggu kaum
muslimin, janganlah kalian mencela mereka, dan janganlah kalian
mencari-cari aib mereka. Karena barangsiapa yang mencari-cari aib
saudaranya muslim, maka pasti Allah akan terus mengikuti aibnya.
Barangsiapa yang diikuti oleh Allah segala aibnya, maka pasti Allah akan
membongkarnya walaupun dia (bersembunyi) di tengah rumahnya.”
Maka suatu ketika Ibnu ‘Umar Radhiyallah ‘anhuma melihat kepada
Ka’bah dengan mengatakan (kepada Ka’bah) : “Betapa besar kedudukanmu dan
betapa besar kehormatanmu, namun seorang mukmin lebih besar
kehormatannya di sisi Allah dibanding kamu.”
Al-Imam At-Tirmidzi berkata tentang kedudukan hadits tersebut :
“Hadits yang hasan gharib.” Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam
Shahih Sunan At-Tirmidzi (no. 2032).
Seorang muslim apabila melihat darah kaum muslimin ditumpahkan, atau
jiwa dibunuh, atau hati kaum muslimin diteror, maka tidak diragukan lagi
pasti dia akan menjadikan ini sebagai perkara besar, karena
terhormatnya darah kaum muslimin dan besarnya hak mereka.
Bagaimana menurutmu, kalau seandainya seorang muslim melihat ada
orang yang hendak menghancurkan Ka’bah, ingin merobohkan dan
mempermainkannya, maka betapa ia menjadikan hal ini sebagai perkara
besar?!! Sementara Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam telah
menegaskan bahwa “Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya,
sungguh kehormatan seorang mukmin jauh lebih besar di sisi Allah
dibanding engkau (wahai Ka’bah), baik kehormatan harta maupun darah
(jiwa)nya.”
Maka perkara pertama yang wajib atas kita adalah merasakan betapa
besar nilai kehormatan darah kaum mukminin yang bersih, yang baik, dan
sebagai pengikut sunnah Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam, yang
senantiasa berjalan di atas bimbingan Islam. Kita katakan, bahwa darah
(kaum mukminin) tersebut memiliki kehormatan yang besar dalam hati kita.
Kita tidak ridha -demi Allah- dengan ditumpahkannya darah seorang
mukmin pun (apalagi lebih), walaupun setetes darah saja, tanpa alasan
yang haq (dibenarkan oleh syari’at). Maka bagaimana dengan kebengisan
dan peristiwa yang dilakukan oleh para ekstrimis, orang-orang yang
zhalim, para penjajah negeri yang suci, bumi yang suci dan sekitarnya??!
Innalillah wa inna ilaihi raji’un!!
Maka tidak boleh bagi seorang pun untuk tidak peduli dengan darah
(kaum mukminin) tersebut, terkait dengan hak dan kehormatan (darah
mukminin), kehormatan negeri tersebut, dan kehormatan setiap muslim di
seluruh dunia, dari kezhaliman tangan orang kafir yang penuh dosa,
durhaka, dan penuh kezhaliman seperti peristiwa (yang terjadi sekarang
di Palestina) walaupun kezhaliman yang lebih ringan dari itu.
Kedua :
Wajib atas kita membela saudara-saudara kita. Pembelaan kita tersebut
harus dilakukan dengan cara yang syar’i. Cara yang syar’i itu
tersimpulkan sebagai berikut :
- Kita membela mereka dengan cara do’a untuk mereka. Kita do’akan
mereka pada waktu sepertiga malam terakhir, kita do’akan mereka dalam
sujud-sujud (kita), bahkan kita do’akan dalam qunut (nazilah) yang
dilakukan pada waktu shalat jika memang diizinkan/diperintahkan oleh
waliyyul amr (pemerintah).
Jangan heran dengan pernyataanku “dalam qunut nazilah yang dilakukan
dalam shalat jika memang diizinkan/diperintahkan oleh waliyyul amr.”
Karena umat Islam telah melalui berbagai musibah yang dahsyat pada zaman
shahabat Nabi, namun tidak ada riwayat yang menyebutkan bahwa para
shahabat melakukan qunut nazilah selama mereka tidak diperintah oleh
pimpinan (kaum muslimin).
Oleh karena itu aku katakan : Kita membantu saudara-saudara kita
dengan do’a pada waktu-waktu sepertiga malam terakhir, kita bantu
saudara-saudara kita dengan do’a dalam sujud, kita membantu
saudara-saudara kita dengan do’a saat-saat kita berdzikir dan menghadap
Allah agar Allah menolong kaum muslimin yang lemah.
…..
Semoga Allah membebaskan kaum muslimin dari cengkraman tangan-tangan
zhalim, dan mengokohkan mereka (kaum muslimin) dengan ucapan (aqidah)
yang haq, serta menolong mereka terhadap musuh kita, musuh mereka, musuh
Allah, dan musuh kaum mukminin.
Ketiga dan Keempat, terkait dengan sikap kita terhadap peristiwa Ghaza :
Kita harus waspada terhadap orang-orang yang memancing di air keruh,
menyeru dengan seruan-seruan yang penuh emosional atau seruan yang
ditegakkan di atas perasaan (jauh dari bimbingan ilmu dan sikap ilmiah),
yang justru membuat kita terjatuh pada masalah yang makin besar.
Kalian tahu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berada di
Makkah, berada dalam periode Makkah, ketika itu beliau mengetahui bahwa
orang-orang kafir terus menimpakan siksaan yang keras terhadap kaum
muslimin. Sampai-sampai kaum muslimin ketika itu meminta kepada
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam agar menginzinkan mereka
berperang. Ternyata Rasululllah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam hanya
mengizinkan sebagian mereka untuk berhijrah (meninggalkan tanah suci
Makkah menuju ke negeri Habasyah), namun sebagian lainnya (tidak beliau
izinkan) sehingga mereka terus minta izin dari Rasulullah untuk
berperang dan berjihad.
Dari shahabat Khabbab bin Al-Arat Radhiyallahu ‘anhu :
شَكَوْنَا إِلَى رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ مُتَوَسِّدٌ
بُرْدَةً لَهُ فِي ظِلِّ الْكَعْبَةِ، قُلْنَا لَهُ : أَلاَ تَسْتَنْصِرُ
لَنَا أَلا تَدْعُو اللهَ لَنَا؟ قَالَ: كَانَ الرَّجُلُ فِيمَنْ
قَبْلَكُمْ يُحْفَرُ لَهُ فِي الأَرْضِ فَيُجْعَلُ فِيهِ فَيُجَاءُ
بِالْمِنْشَارِ فَيُوضَعُ عَلَى رَأْسِهِ فَيُشَقُّ بِاثْنَتَيْنِ وَمَا
يَصُدُّهُ ذَلِكَ عَنْ دِينِهِ، وَيُمْشَطُ بِأَمْشَاطِ الْحَدِيدِ مَا
دُونَ لَحْمِهِ مِنْ عَظْمٍ أَوْ عَصَبٍ وَمَا يَصُدُّهُ ذَلِكَ عَنْ
دِينِهِ، وَاللهِ لَيُتِمَّنَّ هَذَا الأَمْرَ حَتَّى يَسِيرَ الرَّاكِبُ
مِنْ صَنْعَاءَ إِلَى حَضْرَمَوْتَ لاَ يَخَافُ إِلاَّ اللهَ أَوْ
الذِّئْبَ عَلَى غَنَمِهِ وَلَكِنَّكُمْ تَسْتَعْجِلُونَ”
Kami mengadu kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam ketika
beliau sedang berbantalkan burdahnya di bawah Ka’bah –di mana saat itu
kami telah mendapatkan siksaan dari kaum musyrikin–. Kami berkata kepada
beliau : “Wahai Rasulullah, mintakanlah pertolongan (dari Allah) untuk
kama? berdo’alah (wahai Rasulullah) kepada Allah untuk kami?”
Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam [2]) : “Bahwa dulu
seseorang dari kalangan umat sebelum kalian, ada yang digalikan lubang
untuknya kemudian ia dimasukkan ke lubang tersebut. Ada juga yang
didatangkan padanya gergaji, kemudian gergaji tersebut diletakkan di
atas kepalanya lalu ia digergaji sehingga badannya terbelah jadi dua,
akan tetapi perlakuan itu tidaklah menyebabkan mereka berpaling dari
agamanya. Ada juga yang disisir dengan sisir besi, sehingga berpisahlah
tulang dan dagingnya, akan tetapi perlakuan itu pun tidaklah menyebabkan
mereka berpaling dari agamanya. Demi Allah, Allah akan menyempurnakan
urusan ini (Islam), hingga (akan ada) seorang pengendara yang berjalan
menempuh perjalanan dari Shan’a ke Hadramaut, dia tidak takut kecuali
hanya kepada Allah atau (dia hanya khawatir terhadap) srigala (yang akan
menerkam) kambingnya. Akan tetapi kalian tergesa-gesa.
Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari (no. 3612, 3852, 6941).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam terus berada dalam kondisi
ini dalam periode Makkah selama 13 tahun. Ketika beliau berada di
Madinah, setelah berjalan selama 2 tahun turunlah ayat :
﴿أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ﴾ (الحج: 39 )
Telah diizinkan bagi orang-orang yang diperangi karena mereka telah
dizhalimi. Sesungguhnya Allah untuk menolong mereka adalah sangat
mampu.” [Al-Haj : 39]
Maka ini merupakan izin bagi mereka untuk berperang.
Kemudian setelah itu turun lagi ayat :
﴿وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلا
تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ﴾ ( البقرة:190)
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian,
(tetapi) janganlah kalian melampaui batas, karena Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” [Al-Baqarah : 190]
Kemudian setelah itu turun ayat :
﴿فَقَاتِلُوا أَئِمَّةَ الْكُفْرِ إِنَّهُمْ لا أَيْمَانَ لَهُمْ لَعَلَّهُمْ يَنْتَهُونَ﴾ (التوبة: من الآية12)
Maka perangilah pemimpin-pemimpin orang-orang kafir itu, karena
sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang (yang tidak dapat dipegang)
janjinya, agar supaya mereka berhenti. [At-Taubah : 12]
﴿قَاتِلُوا الَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلا بِالْيَوْمِ الْآخِرِ﴾ (التوبة: من الآية29)
“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada Hari Akhir” [At-Taubah : 29]
Yakni bisa kita katakan, bahwa perintah langsung untuk berjihad turun
setelah 16 atau 17 tahun berlalunya awal risalah. Jika masa dakwah
Rasulullah adalah 23 tahun, berarti 17 tahun adalah perintah untuk
bersabar. Maka kenapa kita sekarang terburu-buru??!
Kalau ada yang mengatakan : Ya Akhi, mereka (Yahudi) telah mengepung
kita! Ya Akhi mereka (Yahudi) telah menzhalimi kita di Ghaza!!
Maka jawabannya : Bersabarlah, janganlah kalian terburu-buru dan
janganlah kalian malah memperumit masalah. Janganlah kalian mengalihkan
permasalahan dari kewajiban bersabar dan menahan diri kepada sikap
perlawanan ditumpahkan padanya darah (kaum muslimin).
Wahai saudara-saudaraku, hingga pada jam berangkatnya aku untuk
mengajar jumlah korban terbunuh sudah mencapai 537 orang, dan korban
luka 2.500 orang. Apa ini?!!
Bagaimana kalian menganggap enteng perkara ini? Mana kesabaran
kalian? Mana sikap menahan diri kalian? Sebagaimana jihad itu ibadah,
maka sabar pun juga merupakan ibadah. Bahkan tentang sabar ini Allah
berfirman :
﴿إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ﴾
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” [Az-Zumar : 10]
Jadi sabar merupakan ibadah. Kita beribadah kepada Allah dengan amalan kesabaran.
Kenapa kalian mengalihkan umat dari kondisi sabar menghadapi kepungan musuh kepada perlawanan dan penumpahan darah?
Kenapa kalian menjadikan warga yang aman, yang tidak memiliki
keahlian berperang, baik terkait dengan urusan-urusan maupun
prinsip-prinsip perang, kalian menjadikan mereka sasaran penyerbuan
tersebut, sasaran serangan tersebut, dan sasaran pukulan tersebut,
sementara kalian sendiri malah keluar menuju Beirut dan Libanon??!
Kalian telah menimpakan bencana terhadap umat sementara kalian sendiri
malah keluar (dari Palestina)??!
Oleh karena itu saya katakan : Janganlah seorang pun menggiring kita dengan perasaan atau emosi kepada membalik realita.
Kami mengatakan : bahwa wajib atas kita untuk bersabar dan menahan
diri serta tidak tidak terburu-buru. Sabar adalah ibadah. Rasulullah
Shallahu ‘alaihi wa Sallam telah bersabar dengan kesabaran yang panjang
atas kezhaliman Quraisy dan atas kezhaliman orang-orang kafir. Kaum
muslimin yang bersama beliau juga bersabar. Apabila dakwah Rasulullah
Shallahu ‘alaihi wa Sallam selama 23 tahun, sementara 17 tahun di
antaranya Rasulullah bersabar (terhadap kekejaman/kebengisan kaum
musyrikin) maka kenapa kita melupakan sisi kesabaran?? Dua atau tiga
tahu mereka dikepung/diboikot! Kita bersabar dan jangan menimpakan
kepada umat musibah, pembunuhan, kesusahan, dan kesulitan tersebut.
Janganlah kita terburu beralih kepada aksi militer!!
Wahai saudaraku, takutlah kepada Allah! Apabila Rasulullah merasa iba
kepada umatnya dalam masalah shalat, padahal itu merupakan rukun Islam
yang kedua, beliau mengatakan (kepada Mu’adz) : “Apakah engkau hendak
menjadi tukang fitnah wahai Mu’adz?!!” karena Mu’adz telah membaca surat
terlalu panjang dalam shalat. Maka bagaimana menurutmu terhadap
orang-orang yang hanya karena perasaan dan emosinya yang meluap menyeret
umat kepada penumpahan darah dan aksi perlawanan yang mereka tidak
memiliki kemampuan, bahkan walaupun sepersepuluh saja mereka tidak
memiliki kemampuan untuk melakukan perlawanan. Bukankah tepat kalau kita
katakan (pada mereka) : Apakah kalian hendak menimpakan musibah kepada
umat dengan aksi perlawanan ini yang sebenarnya mereka sendiri tidak
memiliki kemampuan untuk melakukan perlawanan tersebut!
Tidak ingatkah kita ketika kaum kuffar dari kalangan Quraisy dan
Yahudi berupaya mencabik-cabik Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam
dalam perang Ahzab, setelah adanya pengepungan (terhadap Rasulullah
Shallahu ‘alaihi wa Sallam dan para shahabatnya) yang berlangsung selama
satu bulan, lalu sikap apa yang Rasulullah lakukan? Yaitu beliau
Shallahu ‘alaihi wa Sallam mengutus kepada qabilah Ghathafan seraya
berkata kepada mereka : “Saya akan memberikan kepada kalian separoh dari
hasil perkebunan kurma di Madinah agar mereka (qabilah Ghathafan) tidak
membantu orang-orang kafir dalam memerangi kami.”
Kemudian beliau mengutus kepada para pimpinan Anshar, maka mereka pun
datang (kepada beliau). Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam
menyampaikan kepada mereka bahwa beliau telah mengambil kebijakan begini
dan begini, kemudian beliau berkata : “Kalian telah melihat apa yang
telah menimpa umat berupa kegentingan dan kesulitan?”
Perhatikan, bukanlah keletihan dan kesulitan yang menimpa umat
sebagai perkara yang enteng bagi beliau Shallahu ‘alaihi wa Sallam.
Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam tidak rela memimpin mereka untuk
melakukan perlawanan militer dalam keadaan mereka tidak memiliki daya
dan kemampuan, sehingga dengan itu beliau Shallahu ‘alaihi wa Sallam
menerima dari shahabat Salman Al-Farisi ide untuk membuat parit (dalam
rangka menghalangi kekuatan/serangan musuh).
Demikianlah (cara perjuangan Rasulullah), padahal beliau adalah
seorang Rasul Shallahu ‘alaihi wa Sallam dan bersama beliau para
shahabatnya. Apakah kita lebih kuat imannya dibanding Rasulullah?!
Apakah kita lebih kuat agamanya dibanding Rasulullah??! Apakah kita
lebih besar kecintaannya terhadap Allah dan agama-Nya dibanding
Rasulullah dan para shahabatnya??!
Tentu tidak wahai saudaraku.
Sekali lagi Rasulullah tidak memaksakan (kepada para shahabatnya)
untuk melakukan perlawanan (terhadap orang kafir). Bukan perkara yang
ringan bagi beliau ketika kesulitan yang menimpa umat sudah sedemikian
parah. Sehingga terpaksa beliau mengutus kepada qabilah Ghathafan untuk
memberikan kepada mereka separo dari hasil perkebunan kurma Madinah
(agar mereka tidak membantu kaum kafir menyerang Rasulullah Shallahu
‘alaihi wa Sallam dan para shahabatnya). Namun Allah kuatkan hati dua
pimpinan Anshar, keduanya berkata : ‘Wahai Rasulullah, mereka tidak
memakan kurma tersebut dari kami pada masa Jahiliyyah, maka apakah
mereka akan memakannya dari kami pada masa Islam? Tidak wahai
Rasulullah. Kami akan tetap bersabar.’
Mereka (Anshar) tidak mengatakan : Kami akan tetap berperang. Namun
mereka berkata : Kami akan bersabar. Maka tatkala mereka benar-benar
bersabar, setia mengikuti Rasulullah, dan ridha, datanglah kepada mereka
pertolongan dari arah yang tidak mereka sangka. Datanglah pertolongan
dari sisi Allah, datanglah hujan dan angin, dan seterusnya. Bacalah
peristiwa ini dalam kitab-kitab sirah, pada (pembahasan) tentang
peristiwa perang Ahzab.
Maka, permasalahan yang aku ingatkan adalah : Janganlah ada
seorangpun yang menyeret kalian hanya dengan perasaan dan emosinya, maka
dia akan membalik realita yang sebenarnya kepada kalian.
Aku mendengar sebagai orang mengatakan, bahwa “Penyelesaian
permasalahan yang terjadi adalah dengan jihad, dan seruan untuk
berjihad!”
Tentu saya tidak mengingkari jihad, namun apabila yang dimaksud adalah jihad yang syar’i
Sementara jihad yang syar’i memilliki syarat-syarat, dan
syarat-syarat tersebut belum terpenuhi pada kita sekarang ini. Kita
belum memenuhi syarat-syarat terlaksananya jihad syar’i pada hari ini.
Sekarang kita tidak memiliki kemampuan untuk melakukan perlawanan. Allah
tidak membebani seseorang kecuali sebatas kemampuannya.
Apabila Sayyiduna ‘Isa u pada akhir zaman nanti akan berhukum dengan
syari’at Muhammad Shallahu ‘alaihi wa Sallam, ‘Isa adalah seorang nabi
dan bersamanya kaum mukminin, namun Allah mewahyukan kepadanya :
‘Naiklah bersama hamba-hamba-Ku ke Jabal Ath-Thur karena sesungguhnya
Aku akan mengeluarkan suatu kaum yang kalian tidak mampu melawannya.’
Siapakah kaum tersebut? Mereka adalah Ya`juj dan Ma`juj.
Perampasan yang dilakukan oleh Ya’juj dan Ma’juj -mereka termasuk
keturunan Adam (yakni manusia)- terhadap kawasan Syam dan sekitarnya
seperti perampasan yang dilakukan oleh orang-orang kafir dan ahlul batil
terhadap salah satu kawasan dari kawasan-kawasan (negeri-negeri) Islam.
Maka jihad melawan mereka adalah termasuk jihad difa’ (defensif :
membela diri). Meskipun demikian ternyata Allah Subhanahu wa Ta’ala
mewahyukan kepada ‘Isa ‘alaihissalam – beliau ketika itu berhukum dengan
syari’at Nabi Muhammad Shallahu ‘alaihi wa Sallam – : “Naiklah bersama
hamba-hamba-Ku ke Jabal Ath-Thur. Karena sesungguhnya Aku akan
mengeluarkan suatu kaum yang kalian tidak akan mampu melawannya.’
Allah tidak mengatakan kepada mereka : “Berangkatlah melakukan
perlawanan terhadap mereka.” Allah tidak mengatakan kepada : “Bagaimana
kalian membiarkan mereka mengusai negeri dan umat?” Tidak. Tapi Allah
mengatakan : “Naiklah bersama hamba-hamba-Ku ke Jabal Ath-Thur. Karena
sesungguhnya Aku akan mengeluarkan suatu kaum yang kalian tidak akan
mampu melawannya.” Inilah hukum Allah.
Jadi, meskipun jihad difa’ tetap kita harus melihat pada kemampuan.
Kalau seandainya masalahnya adalah harus melawan dalam situasi dan
kondisi apapun, maka apa gunanya Islam mensyari’atkan bolehnya
perdamaian dan gencatan senjata antara kita dengan orang-orang kafir?
Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman :
وَإِنْ جَنَحُوا لِلسَّلْمِ فَاجْنَحْ لَهَا [الأنفال/61]
“Jika mereka (orang-orang kafir) condong kepada perdamaian, maka
condonglah kepadanya (terimalah ajakan perdamaian tersebut).” [Al-Anfal :
61]
Apa makna itu semua?
Oleh karena itu Samahatusy Syaikh Bin Baz Rahimahullah menfatwakan
bolehnya berdamai dengan Yahudi, meskipun mereka telah merampas sebagian
tanah Palestina, dalam rangka menjaga darah kaum muslimin, menjaga jiwa
mereka, dengan tetap diiringi mempersiapkan diri sebagai kewajiban
menyiapkan kekuatan untuk berjihad. Persiapan kekuatan untuk berjihad
dimulai pertama kali dengan persiapan maknawi imani (yakni mempersiapkan
kekuatan iman), baru kemudian persiapan materi.
Maka kami tegaskan bahwa :
Kewajiban kita terhadap tragedi besar yang menimpa kaum muslimin (di Palestina) dan negeri-negeri lainnya:
- Bahwa kita membantu mereka dengan do’a untuk mereka, dengan cara yang telah aku jelaskan di atas.
- Kita menjadikan masalah darah kaum muslimin sebagai
perkara besar, kita tidak boleh mengentengkan perkara ini. Kita
menyadari bahwa ini merupakan perkara besar yang tidak diridhai oleh
Allah dan Rasul-Nya serta kaum muslimin.
- Kita waspada agar jangan sampai ada seorangpun yang
menyeret kita hanya dengan perasaan dan emosi kepada perkara-perkara
yang bertentangan dengan syari’at Allah Subhanahu wa Ta’ala.
- Kita mendekatkan diri dan beribadah kepada Allah dengan
cara mengingatkan diri kita dan saudara-saudara kita tentang masalah
sabar. Allah telah berfirman : “Bersabarlah sebagaimana kesabaran para
ulul ‘azmi dari kalangan para rasul.” [Al-Ahqaf : 35] Karena
sesungguhnya sikap sabar merupakan sebuah siasat yang bijaksana dan
terpuji dalam situasi dan kondisi seperti sekarang. Sabar merupakan
obat. Dengan kesabaran dan ketenangan serta tidak terburu-buru insya
Allah problem akan terselesaikan. Kita memohon kepada Allah pertolongan
dan taufiq. Adapun mengajak umat pada perkara-perkara yang berbahaya
maka ini bertentangan dengan syari’at Allah dan bertentangan dengan
agama Allah.
Kelima :
Memberikan bantuan materi yang disalurkan melalui lembaga-lembaga
resmi, yaitu melalui jalur pemerintah. Selama pemerintah membuka pintu
(penyaluran) bantuan materi dan sumbangan maka pemerintah lebih berhak
didengar dan ditaati. Setiap orang yang mampu untuk menyumbang maka
hendaknya dia menyumbang. Barangsiapa yang lapang jiwanya untuk membantu
maka hendaknya dia membantu. Namun janganlah menyalurkan harta dan
bantuan tersebut kecuali melalui jalur resmi sehingga lebih terjamin
insya Allah akan sampai ke sasarannya. Jangan tertipu dengan nama besar
apapun, jika itu bukan jalur yang resmi yang bisa dipertanggungjawabkan.
Janganlah memberikan bantuan dan sumbanganmu kecuali pada jalur resmi.
Inilah secara ringkas kewajiban kita terhadap tragedi yang menimpa
saudara-saudara di Ghaza. Saya memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
agar menolong dan mengokohkan mereka serta memenangkan mereka atas
musuh-musuh kita dan musuh-musuh mereka (saudara-saudara kita yang di
Palestina), serta menghilangkan dari mereka (malapetaka tersebut). Kita
memohon agar Dia menunjukkan keajaiban-keajaiban Qudrah-Nya atas para
penjajah, para penindas, dan para perampas yang zhalim dan penganiaya
tersebut.
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
[1] Semula Asy-Syaikh Al-Albani mendha’ifkan hadits ini, sehingga
beliau pun meletakkannya dalam Dha’if Sunan Ibni Majah dan Dha’if
Al-Jami’. Namun kemudian beliau rujuk dari pendapat tersebut. Beliau
menshahihkan hadits tersebut dan memasukkannya dalam Ash-Shahihah no.
3420. beliau rahimahullah mengatakan :
هذا؛ وقد كنت ضعفت حديث ابن ماجه هذا في بعض تخريجاتي وتعليقاتي قبل أن
يطبع (( شعب الإيمان ))، فلما وقفت على إسناده فيه، وتبينت حسنه، بادرت إلى
تخريجه هنا تبرئة للذمة، ونصحا للأمة داعيا ( ربنا لا تؤاخذنا إن نسينا أو
أخطأنا )، وبناء عليه؛ ينقل الحديث من ( ضعيف الجامع الصغير ) و ( ضعيف
سنن ابن ماجه ) إلى ( صحيحيهما ).
[2] Dalam riwayat Al-Bukhari lainnya dengan lafazh disebutkan bahwa :
Maka beliau langsung duduk dengan wajah memerah seraya bersabda : … .
Sumber : http://www.assalafy.org/mahad/?p=299
19 November 2012
SIKAP DAN KEWAJIBAN UMAT ISLAM TERHADAP TRAGEDI PALESTINA
Diberdayakan oleh Blogger.
0 komentar:
Posting Komentar