-->

18 November 2012

Jumlah Umat Islam yang Masuk Surga Tanpa Hisab dan Tanpa Adzab


Telah sah dan valid dari Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda,


عُرِضَتْ عَلَيَّ الْأُمَمُ فَرَأَيْتُ النَّبِيَّ وَمَعَهُ الرَّهْطُ وَالنَّبِيَّ وَمَعَهُ الرَّجُلُوَالرَّجُلانِ، وَالنَّبِيَّ وَلَيْسَ مَعَهُ أَحَدٌ إِذْ رُفِعَ لِيْ سَوَادٌ عَظِيْمٌ فَظَنَنْتُ أَنَّهُمْ أُمَّتِيْ، فَقِيْلَ لِيْ هَذَا مُوْسَى وَقَوْمُهُ، فَنَظَرْتُ فَإِذَا سَوَادٌ عَظِيْمٌ، فَقِيْلَ لِيْ هَذِهِ أُمَّتُكَ وَمَعَهُم سَبْعُوْنَ أَلْفَاً يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ وَلَا عَذَابٍ.


“Umat-umat telah dipertunjukkan kepadaku. Aku melihat seorang nabi yang ada beberapa orang bersamanya, seorang nabi yang ada satu dan dua orang bersamanya, tetapi (ada pula) seorang nabi yang tidak seorang pun bersamanya. Tiba-tiba ditampakkan kepadaku, suatu jumlah yang banyak, maka aku pun mengira bahwa mereka adalah umatku, tetapi dikatakan kepadaku, ‘Itu adalah Musa bersama kaumnya.’ Lalu, tiba-tiba aku melihat lagi suatu jumlah yang besar pula maka dikatakan kepadaku, ‘Itu adalah umatmu, dan bersama mereka ada tujuh puluh orang yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab.’.”

Kemudian, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan sifat tujuh puluh ribu orang tersebut dengan sabdanya,


هُمْ الَّذِيْنَ لَا يَسْتَرِقُوْنَ وَلَا يَكْتَوُوْنَ وَلَا يَتَطَيَّرُوْنَ وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُوْنَ.


“Mereka adalah orang-orang yang tidak meminta untuk di-ruqyah, tidak meminta untuk di-kay, dan tidak melakukan tathayyur, tetapi mereka hanya bertawakkal kepada Rabb mereka.” [1]


Telah valid pula dalam riwayat-riwayat lain, penyebutan bahwa, pada setiap kelipatan seribu dari tujuh puluh ribu orang tersebut, Allah Ta’ala menambahkantujuh puluh ribu lagi sehingga semuanya berjumlah empat juta sembilan ratus ribu.


Sebagian asatidzah yang mulia mempertanyakan keabsahan riwayat tambahan karena mendengar bahwa ada yang menganggap riwayat tersebut lemah.


Keabsahan tambahan yang ditanyakan tersebut adalah hal yang bisa dipastikan. Telah sah dari Nabi, sejumlah riwayat yang menerangkannya. Di antara riwayat tersebut adalah hadits Abu Umamah Al-Bahily radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


وَعَدَنِي رَبِّي سُبْحَانَهُ أَنْ يُدْخِلَ الْجَنَّةَ مِنْ أُمَّتِي سَبْعِينَ أَلْفًا، لَا حِسَابَ عَلَيْهِمْ، وَلَا عَذَابَ، مَعَ كُلِّ أَلْفٍ سَبْعُونَ أَلْفًا، وَثَلَاثُ حَثَيَاتٍ مِنْ حَثَيَاتِ رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ


“Rabb-ku Subhanahu menjanjikan kepadaku untuk memasukkan tujuh puluh ribu umatku ke dalam surga tanpa ada hisab dan adzab terhadap mereka, bersama dengan tujuh puluh ribu orang setiap seribu orang, dan tiga kali dari cidukan Rabb-ku ‘Azza wa Jalla.”


Hadits di atas diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah 11/32 no. 32247 (cet. Maktabah Ar-Rusyd), Ahmad 5/268, At-Tirmidzy no. 2442, Ibnu Majah no. 4286, Ibnu Abi ‘Ashim dalam As-Sunnah no. 589, Ath-Thabarany dalam Musnad Asy-Syamiyyin 2/7-8 no. 820, Al-Mahamily dalam Al-Amaly (riwayat Ibnu Yahya Al-Bayyi’) no. 260, Ad-Daraquthny dalam Ash-Shifat no. 50-51, Mu`ammal bin Ahmad dalam Fawa`id-nya (Majmû Fihi Asyarah Ajza` Haditsiyyah) no. 44 hal. 341, Al-Baihaqy dalam Al-Asma` wa Ash-Shifat no. 723 dan Adz-Dzahaby dalam Siyar A’lam An-Nubala` 16/459-460. Semuanya dari jalur Ismail bin ‘Ayyasy, dari Muhammad bin Ziyad Al-Alhany, dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.


Riwayat Ismail bin ‘Ayyasy dalam jalur di atas adalah kuat karena beliau meriwayatkan dari guru yang senegeri dengan beliau. Riwayat beliau hanya dipermasalahkan bila meriwayatkan dari selain penduduk negerinya. Oleh karena itu, Adz-Dzahaby rahimahullah berkata, “Sanadnya jayyid (bagus).” Demikian pula penyebutan Ibnu Katsir dalam tafsir ayat ke-110 surah Ali ‘Imran.


Hadits di atas juga dishahihkan oleh Syaikh Al-Albany dalam Ash-Shahihah no. 2179, bahwa beliau menyebutkan jalur-jalur lain dari Abu Umamah selain dari jalur yang disebutkan di atas. Beliau juga menyebut beberapa pendukung untuk hadits Abu Umamah dari beberapa orang shahabat lain.


Untuk riwayat-riwayat pendukung lainnya, bisa dilihat lebih luas dalam Ithaf Al-Hirah Al-Maharah Bi Zawa`id Al-Masanid Al-Asyarah 8/244-258 karya Al-Bûshiry. Wallahu A’lam.






Guna melengkapi faidah seputar keutamaan orang-orang yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab, berikut kami membawakan terjemahan dari keterangan guru kami, Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah, dari kitab beliau, Al-Mulakhkhash Fi Syarh Kitab At-Tauhid.






عَنْ حُصَيْنِ بنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَ : كُنْتُ عِنْدَ سَعِيدِ بنِ جُبَيْرٍ فَقَالَ : أَيُّكُمْ رَأَى الْكَوْكَبَ الَّذِيْ انْقَضَّ الْبَارِحَةَ؟ فَقُلْتُ : أَنا. ثُمَّ قُلْتُ : أَمَا إِنِّيْ لَمْ أَكُنْ فِيْ صَلَاةٍ وَلَكِنِّيْ لُدِغْتُ. قَالَ : فَمَا صَنَعْتَ؟ قُلْتُ: ارْتَقَيْتُ. قَالَ : فَمَا حَمَلَكَ عَلَى ذَلِكَ؟ قُلْتُ : حَدِيثٌ حَدَّثَنَاهُ الشَّعْبِيُّ. قَالَ: وَمَا حَدَّثَكُمْ؟ قُلْتُ: حَدَّثَنَا عَنْ بُرَيْدَةَ بنِ الْحُصَيْبِ أَنَّهُ قَالَ: لَا رُقْيَةَ إِلَّا مِنْ عَيْنٍ أَوْ حُمَةٍ. قَالَ: قَدْ أَحْسَنَ مَنْ اَنْتَهَى إِلَى مَا سَمِعَ. وَلَكِنْ حَدَّثَنَا ابْنُ عَبَّاسٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: عُرِضَتْ عَلَيَّ الْأُمَمُ فَرَأَيْتُ النَّبِيَّ وَمَعَهُ الرَّهْطُ وَالنَّبِيَّ وَمَعَهُ الرَّجُلُ وَالرَّجُلانِ، وَالنَّبِيَّ وَلَيْسَ مَعَهُ أَحَدٌ إِذْ رُفِعَ لِيْ سَوَادٌ عَظِيْمٌ فَظَنَنْتُ أَنَّهُمْ أُمَّتِيْ، فَقِيْلَ لِيْ هَذَا مُوْسَى وَقَوْمُهُ، فَنَظَرْتُ فَإِذَا سَوَادٌ عَظِيْمٌ، فَقِيْلَ لِيْ هَذِهِ أُمَّتُكَ وَمَعَهُم سَبْعُوْنَ أَلْفَاً يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ وَلَا عَذَابٍ.


ثُمَّ نَهَضَ فَدَخَلَ مَنْزِلَهُ. فَخَاضَ النَّاسُ فِيْ أُوْلَئِكَ فَقَالَ بَعْضُهُمْ: فَلَعَلَّهُمُ الَّذِيْنَ صَحِبُوا رَسُوْلَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَقَالَ بَعْضُهُم: فَلَعَلَّهُمُ الَّذِيْنَ وُلِدُوا فِي الْإِسْلَامِ فَلَمْ يُشْرِكُوا بِاللَّهِ شَيْئاً وَذَكَرُوا أَشْيَاءَ، فَخَرَجَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرُوْهُ فقَالَ: ( هُمْ الَّذِيْنَ لَا يَسْتَرِقُوْنَ وَلَا يَكْتَوُوْنَ وَلَا يَتَطَيَّرُوْنَ وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُوْنَ. فَقَامَ عُكَّاشَةُ بنُ مِحْصَنٍ فَقَالَ: ادْعُ اللَّهَ أَنْيَجْعَلَنِيْ مِنْهُم، قَالَ: أَنْتَ مِنْهُم، ثُمَّ قَامَ رَجُلٌ آخَرَ فَقَالَ: ادْعُ اللَّهَ أَنْ يَجْعَلَنِيْ مِنْهُم، فَقَالَ: سَبَقَكَ بِهَا عُكَّاشَةُ).


Dari Hushain bin Abdirrahman, beliau bertutur,


“Suatu ketika saya berada di sisi Sa’id bin Jubair, lalu ia bertanya, ‘Siapakah di antara kalian yang melihat bintang jatuh semalam?’


Saya pun menjawab, ‘Saya.’


Kemudian saya mengabarkan, ‘Ketahuilah bahwa, ketika itu, sesungguhnya saya tidak sedang mengerjakan shalat, tetapi saya disengat oleh kalajengking.’


Ia bertanya, ‘Lalu apa yang engkau lakukan?’


Saya menjawab, ‘Saya meminta untuk di-ruqyah.’


Ia bertanya lagi, ‘(Alasan) apa yang mendorongmu untuk melakukan hal itu?’


Saya menjawab, ‘Yaitu sebuah hadits yang Asy-Sya’by tuturkan kepada kami.’


Ia bertanya lagi, ‘Hadits apa yang dia tuturkan kepadamu?’


Saya menjawab, ‘Dia menuturkan kepada kami (hadits) dari Buraidah bin Al-Hushaib bahwa (Buraidah) berkata, ‘Tiada ruqyah, kecuali karena ‘ain atau sengatan.’.’


Ia berucap, ‘Sungguh telah berbuat baik, orang yang mengamalkan sesuatu yang telah dia dengar, tetapi Ibnu ‘Abbas menceritakan kepada kami, dari Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa (Nabi) bersabda,


‘Umat-umat telah dipertunjukkan kepadaku. Aku melihat seorang nabi yang ada beberapa orang bersamanya, seorang nabi yang ada satu dan dua orang bersamanya, tetapi (ada pula) seorang nabi yang tidak seorang pun bersamanya. Tiba-tiba ditampakkan kepadaku, suatu jumlah yang banyak, maka aku pun mengira bahwa mereka adalah umatku, tetapi dikatakan kepadaku, ‘Itu adalah Musa bersama kaumnya.’ Lalu, tiba-tiba aku melihat lagi suatu jumlah yang besar pula maka dikatakan kepadaku, ‘Itu adalah umatmu, dan bersama mereka ada tujuh puluh orang yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab.’.’.’


(Ibnu ‘Abbas berkata), ‘Kemudian bangkitlah beliau dan segera memasuki rumahnya maka orang-orang pun memperbincangkan tentang mereka (tujuh puluh orang) itu. Di antara mereka ada yang berkata, ‘Mungkin mereka adalah sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,’ ada yang berkata, ‘Mungkin mereka adalah orang-orang yang dilahirkan dalam keadaan Islam dan tidak berbuat syirik sedikitpun terhadap Allah,’ dan mereka menyebut lagi beberapa (kemungkinan). Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar, mereka memberitahukan hal tersebut kepada beliau maka beliau bersabda,


‘Mereka adalah orang-orang yang tidak meminta untuk di-ruqyah, tidak meminta untuk di-kay, dan tidak melakukan tathayyur, tetapi mereka hanya bertawakkal kepada Rabb mereka.’


Lalu berdirilah ‘Ukkasyah bin Mihshan seraya meminta, ‘Mohonkanlah kepada Allah agar saya termasuk ke dalam golongan mereka.’


Beliau menjawab, ‘Engkau termasuk ke dalam golongan mereka.’


Kemudian berdirilah seseorang yang lain seraya meminta, ‘Mohonkanlah kepada Allah agar saya termasuk ke dalam golongan mereka.’


Beliau menjawab, ‘‘Ukkasyah telah mendahuluimu.’.’.’.”[2]






Biografi Orang-Orang yang Tersebut di dalam Hadits


Hushain adalah Hushain bin Abdirrahman As-Sulamy Al-Haritsy, berasal dari kalangan tabiut tabiin. Beliau meninggal pada 136 H dalam usia 93 tahun.


Sa’id bin Jubair adalah Al-Imam Al-Faqih, salah seorang murid Ibnu ‘Abbas yang menonjol. Beliau dibunuh oleh Al-Hajjaj pada 95 H. Usia beliau tidak mencapai 50 tahun.


Asy-Sya’by adalah ‘Amir bin Syarahil Al-Hamdany. Beliau lahir pada masa khilafah Umar, meninggal pada 103 H. Beliau termasuk seorang tabi’in yang terpercaya.


Buraidah, dengan mendhammah huruf pertamanya dan memfathah huruf keduanya, adalah Ibnul Hushaib bin Al-Harits Al-Aslamy, seorang sahabat yang terkenal. Beliau meninggal pada 63 H.


Ibnu ‘Abbas adalah seorang sahabat yang mulia, Abdullah bin ‘Abbas bin Abdul Muththalib, anak paman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi pernah mendoakan beliau dengan, “Ya Allah pahamkanlah ia tentang agamanya dan ajarkanlah ia tafsir.” Oleh karena itu, jadilah beliau sebagaimana doa Rasulullah. Beliau meninggal di Thaif pada 68 H.


‘Ukkasyah adalah ‘Ukkasyah[3] bin Mihshan bin Hurtsan Al-Asady, termasuk orang yang awal masuk Islam. Beliau ikut berhijrah dan perang Badr. Beliau mati syahid dalam peperangan menumpas orang-orang yang murtad bersama Khalid bin Walid pada 12 H.






الْكَوْكَبَ : bintang.


انْقَضَّ : yakni (jatuh), salah satu di antara panah api (bintang).


الْبارِحَةَ : malam terdekat yang telah lewat. Untuk mengungkapkannya (kata yang bermakna ‘tadi malam’ ada dua bahasa): jika diucapkan sebelum matahari gelincir pada siang hari, digunakan ra`aitu al-lailata. Adapun kalau diucapkan setelah matahari gelincir, digunakan ra`aitu al-barihata.


لُدِغْتُ ‘aku tersengat’: maksudnya adalah bahwa ia tersengat kalajengking. Al-ladaghu berarti terkena racun.


ارْتَقَيْتُ ‘aku meminta seseorang untuk me-ruqyah-ku’: ruqyah adalah membacakan Al-Qur`an dan doa-doa yang disyariatkan terhadap orang yang terkena penyakit atau yang semisalnya.


مَا حَمَلَكَ عَلَى ذَلِكَ ‘apa yang membawamu atas hal itu’: artinya adalah apa hujjahmu yang membolehkan perbuatan itu?


لَا رُقْيَةَ إِلَّا مِنْ عَيْنٍ ‘tiada ruqyah kecuali terhadap ‘ain’: ‘ain adalah seseorang menimpakan penyakit kepada orang lain dengan pandangan matanya.


أَوْ حُمَةٍ : Al-humah adalah racun kalajengking atau yang semisalnya.


اَنْتَهَى إِلَى مَا سَمِعَ : yaitu beramal berdasarkan ilmu yang sampai kepadanya. Hal ini berbeda dengan orang yang beramal di atas kebodohan atau orang yang tidak mengamalkan ilmunya.


عُرِضَتْ عَلَيَّ الْأُمَمُ ‘umat-umat ditampakkan kepadaku’: ada yang mengatakan bahwa hal itu terjadi pada malam Isra`, yaitu tatkala Allah memperlihatkan gambaran umat-umat ketika hari kiamat datang.


الرَّهْطُ : sekelompok orang yang berjumlah kurang dari sepuluh.


لَيْسَ مَعَهُ أَحَدٌ ‘tiada seorang pun yang bersamanya’: yaitu tidak ada seorang pun dari kaumnya yang mengikuti.


سَوادٌ عَظيمٌ : manusia yang berjumlah sangat banyak.


فَظَنَنْتُ أَنَّهُم أُمَّتِي ‘maka aku menduga bahwa mereka adalah umatku’: karena banyaknya dan jauhnya beliau dari mereka sehingga mereka tidak jelas bagi beliau.


مُوسَى : yaitu Musa bin ‘Imran Kalimurrahman ‘yang diajak bicara oleh Allah’.


وَقَوْمُهُ ‘dan kaumnya’: yaitu pengikutnya yang berada di atas agamanya dari kalangan Bani Israil.


بِلَا حِسَابٍ وَلَا عَذَابٍ ‘tanpa hisab dan tanpa adzab’: artinya mereka tidak dihisab dan tidak diadzab sebelum masuk surga karena mereka menahqiq tauhid dengan sebenar-benarnya.


ثُمَّ نَهَضَ : yaitu berdiri.


فَخاضَ النَّاسُ فِي أُولَئِكَ ‘maka manusia berbicara tentang mereka’: yaitu orang-orang yang hadir saling membahas dan berselisih tentang tujuh puluh orang yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab, dengan amalan apa mereka mendapatkan kedudukan seperti itu? Sebab mereka tidak mungkin mendapatkan hal itu, kecuali dengan amalan, maka apa amalannya?


فَأَخْبَرُوهُ ‘maka mereka mengabarkan kepadanya’: maksudnya bahwa mereka menyebutkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam perihal perselisihan mereka tentang siapa yang dimaksud dengan tujuh puluh ribu orang tersebut?


لَا يَسْتَرْقونَ : tidak meminta kepada orang lain untuk me-ruqyah dirinya, sebagai bentuk ketidakperluan dia terhadap manusia.


وَلَا يَكْتَوونَ : tidak meminta kepada orang lain untuk di-kay dengan api.


وَلَا يَتَطَيَّرونَ ‘dan tidak ber-tathayyur’: yaitu tidak menganggap kesialan dengan burung atau yang sejenisnya.


عَلَى رَبِّهُم يَتَوَكّلُونَ ‘mereka bertawakkal kepada Rabb-nya’: yaitu mereka bersandar dalam segala urusan hanya kepada Allah dan tidak kepada selain-Nya, serta menyerahkan semua perkara mereka kepada-Nya.


سَبَقَكَ بِها عُكَّاشَةُ ‘‘Ukkasyah telah mendahuluimu’: yaitu kepada kepemilikan sifat tersebut, atau engkau telah didahului oleh ‘Ukkasyah dalam meminta hal itu.






Makna Hadits Secara Global


Hushain bin ‘Abdurrahman menceritakan pembicaraan yang terjadi di majelis Sa’id bin Jubair berkenaan dengan jatuhnya bintang tadi malam. Maka, Hushain mengabarkan kepada mereka bahwa ia melihat jatuhnya bintang tersebut karena, pada waktu itu, ia dalam keadaan tidak tidur. Karena khawatir disangka oleh orang-orang yang hadir bahwa ia melihat bintang itu karena sedang shalat, ia berusaha menghilangkan sangkaan tersebut (beribadah dengan sesuatu yang tidak dia lakukan) seperti kebiasaan Salaf yang sangat bersemangat untuk ikhlas. Oleh karena itu, Hushain menyebutkan sebab sebenarnya yang membuat ia tidak tidur pada malam itu, yaitu karena terkena (sengatan kalajengking). Kemudian, pembicaraan berpindah kepada (usaha) yang ia lakukan untuk mengobati sengatan tersebut maka Hushain mengabarkan bahwa dirinya mengobati hal itu denganruqyah. Sa’id pun bertanya tentang dalil syar’i yang mendasari perbuatan itu maka, kepada (Sa’id), (Hushain) menyebutkan satu hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang bolehnya ruqyah, dan Sa’id membenarkan Hushain yang telah beramal dengan dalil.


Selanjutnya, Sa’id menyebutkan keadaan yang lebih baik daripada (usaha)yang telah Hushain lakukan, yaitu meningkat ke arah kesempurnaan pelaksanaan tauhid dengan meninggalkan perkara-perkara makruh, meskipun seseorang memerlukan (perkara) tersebut, sebagai sikap tawakkal kepada Allah sebagaimana keadaan tujuh puluh ribu orang yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab, yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyifati mereka bahwa mereka adalah orang-orang yang meninggalkan ruqyah dan pengobatan dengan kay, sebagai realisasi tauhid, dengan mengambil sebab yang lebih kuat, yaitu bertawakkal kepada Allah dan tidak meminta untuk di-ruqyah atau lebih dari itu kepada seorang pun.






Faedah Hadits
Keutamaan Salaf. Sesuatu yang mereka lihat, berupa tanda-tanda (kejadian) langit, tidak mereka anggap sebagai suatu kebiasaan, tetapi mereka pahami sebagai salah satu di antara ayat-ayat Allah.
Semangat Salaf untuk ikhlas dan begitu kuatnya penjauhan diri mereka dari riya.
Meminta hujjah atas kebenaran suatu pendapat, dan perhatian Salaf terhadap dalil.
Disyariatkan untuk berdiri di atas dalil dan beramal dengan ilmu, serta bahwasanya orang yang beramal dengan dalil yang sampai kepadanya sungguh telah berlaku baik.
Menyampaikan ilmu dengan lemah-lembut dan bijaksana.
Pembolehan ruqyah.
Membimbing orang, yang telah beramal dengan sesuatu yang disyariatkan, kepada sesuatu yang lebih utama daripada amalan tersebut.
Keutamaan Nabi kita, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa seluruh umat ditampakkan kepada beliau.
Bahwa jumlah pengikut para Nabi berbeda-beda.
Bantahan terhadap orang-orang yang berhujjah dengan jumlah mayoritas, dan menyatakan bahwa kebenaran selalu terbatas pada pihak mereka.
Bahwa yang wajib adalah mengikuti kebenaran, meskipun jumlah pengikut (kebenaran) itu sedikit.
Keutamaan Musa q dan kaumnya.
Keutamaan umat ini, bahwa mereka adalah umat terbanyak yang mengikuti Nabinya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Menjelaskan keutamaan melaksanakan tauhid secara murni dan balasan terhadap pelaksanaan tersebut.
Bolehnya munazharah dalam hal ilmu dan saling membahas nash-nash syariat guna mengambil faedah dan menampakkan kebenaran.
Kedalaman ilmu Salaf, karena mereka mengetahui bahwa orang-orang yang disebutkan dalam hadits itu takkan mendapatkan kedudukan tersebut, kecuali dengan suatu amalan.
Semangat para Salaf kepada kebaikan dan berlomba-lomba dalam amalan shalih.
Bahwa meninggalkan ruqyah dan kay termasuk di antara realisasi tauhid.
Bolehnya meminta doa dari orang yang memiliki keutamaan semasa hidupnya.
Salah satu di antara tanda-tanda kenabian shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah bahwa beliau mengabarkan bahwa ‘Ukkasyah termasuk ke dalam tujuh puluh ribu orang yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab, hingga kemudian ‘Ukkasyah radhiyallahu ‘anhu mati syahid dalam memerangi orang-orang murtad.
Keutamaan ‘Ukkasyah bin Mihshan radhiyallahu ‘anhu.
Penggunaan sindiran serta kebagusan akhlak beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau tidak mengatakan, “Engkau tidak termasuk ke dalam kelompok mereka,” kepada orang lain.
Menutup peluang supaya orang yang tidak berhak (mendapatkan) tidak bangkit (meminta) lalu akhirnya ditolak. Wallahu A’lam.






[1] Diriwayatkan oleh Al-Bukhary, Muslim, At-Tirmidzy, Ahmad, Ad-Darimy, dan selainnya.




[2] Dikeluarkan oleh Al-Bukhary no. 3410, Muslim no. 220, At-Tirmidzy no. 2448, Ad-Darimy no. 2810, dan Ahmad 1/271.




[3] Boleh dengan mentasydid huruf kaf (‘Ukkasyah), boleh juga tanpa mentasydid (‘Ukasyah). Namun, dengan mentasydid adalah lebih masyhur. Bacalah Tahdzib Al-Asma` Wa Al-Lughat karya An-Nawawy.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.