Oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani
Disebutkan
bahwasanya salah satu da’I mereka (Hizbut Tahrir) pergi ke Jepang,
kemudian memberikan kajian/ceramah pada mereka (penduduk Jepang) yang
salah satu materinya adalah tentang jalan atau cara untuk beriman.
Didalamnya (ia mengatakan) bahwasanya hadits ahad tidak bisa dipakai
dalam masalah aqidah. Ketika itu hadir seorang pemuda yang berakal
cerdik pandai berkata kepada di penceramah tadi: “Wahai Ustadz! Engkau
datang ke negeri Jepang sebagai seorang da’I di negeri syirik, kufur
seperti yang engkau katakan. Engkau datang menyeru mereka kepada agama
Islam dan engkau mengatakan kepada mereka bahwa Islam mengatakan:
“Sesungguhnya hadits ahad tidak bisa dipakai dalam masalah aqidah”!
padahal yang engkau terangkan kepada kita sesungguhnya adalah termasuk
dari perkara aqidah, (sementara engkau juga mengatakan) dalam masalah
aqidah jangan memakai (khabar) dari satu orang. Sedang engkau sekarang mendakwahi kami kepada Islam dan engkau seorang diri, maka pantaskah bagimu menurut filsafatmu ini? Hendaklah
engkau kembali ke negerimu kemudian engkau datangkan orang-orang muslim
yang sepertimu, yang mereka berpendapat seperti pendapatmu sehingga
kabarmu menjadi mutawatir”. Maka tercenganglah si penceramah tadi.
Ini
adalah salah satu dari sekian banyak contoh yang menunjukkan dampak
negatif orang yang menyelisihi manhaj Salafush Shalih. Dalam shahih
Bukhari telah datang hadits dari Abu Hurairah, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Apabila salah seorang di antara kalian duduk pada tasyahud akhir
(terakhir) maka mintalah perlindungan pada Allah dari empat perkara; Ya
Allah! Sesungguhnya aku berlindung pada-Mu dari siksa Jahannam, siksa
kubur, fitnah hidup dan kematian dan dari jeleknya fitnah masihiddajjal”
(HR. Ahmad, Abu Daud, dan An Nasai dengan sanad shahih).
Hadits
ini adalah salah satu dari hadits-hadits ahad akan tetapi menurut
filsafatnya Hizbut Tahrir adalah hadits yang aneh dan asing. Karena
(dalam hadits ini) satu segi mengandung hukum syar’i yang menunjukkan
Hizbut Tahrir dalam menetapkan hukum syar’i boleh/bisa menggunakan
hadits ahad, di sisi lain mengandung permasalahan aqidah (yang
sebagaimana biasa, mereka akan menolak menggunakannya sebagai sandaran).
Di sana disebutkan tentang siksa kubur dan fitnah Dajjal yang besar
yang telah diriwayatkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan hadits-hadits yang banyak. Salah satunya adalah sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Di antara penciptaan Adam dan Hari Akhir akan muncul fitnah atas
ummatku yang lebih berbahaya dari pada Dajjal”.(HR. Ahmad, Muslim dan Al
Hakim).
Mereka (Hizbut Tahrir) tidak meyakini adanya Dajjal ini, karena mereka menganggap ini bukanlah hadits mutawatir.
Kita
Tanya kepada mereka, bagaimana pendapat kalian terhadap hadits Abu
Hurairah (tersebut) yang satu sisi mengandung hukum syar’i, sehingga
wajib bagi kalian pada akhir shalatnya mengucapkan “dan berlindung dari
siksa kubur”.
Apakah
kalian berlindung (kepada Allah) dari siksa kubur sementara kalian
tidak beriman dengan siksa kubur?. Ini adalah dua hal berlawanan yang
tidak akan pernah bertemu. Kemudian mereka dating pada kita berkelit
dengan cara yang dilarang Allah bagi kaum muslimin dengan mengatakan “Kami membenarkan siksa kubur tapi tidak beriman dengannya”.
Ini
adalah filsafat yang aneh dan janggal, apa yang bisa membawa mereka
(pada yang demikian itu). Mereka datang dengan filsafat yang pertama dan
bersambung dengan filsafat yang banyak. Maka keluarlah mereka dengan
filsafatnya dari jalan yang benar/lurus yang para shahabat nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di atasnya, dan hadits sebagaimana yang telah dijelaskan panjang lebar.
Sesungguhnya termasuk dakwah Hizbut Tahrir sebagaimana yang mereka gembar-gemborkan, bahwasanya mereka mempunyai
keinginan untuk menegakkan hukum Allah di mika bumi. Saya ingin
mengingatkan bahwa Hizbut Tahrir tidaklah sendirian dalam tujuan ini,
karena tiap kelompok ada sekte-sekte Islamiyyah semuanya mempunyai
tujuan akhir dengan ini, yakni menginginkan tegaknya hukum Allah di muka
bumi.
Akan
tetapi timbul satu pertanyaan! Apakah sekte-sekte ini dan salah satunya
adalah Hizbut Tahrir berada di atas jalan Allah yang lurus seperti yang
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya berada diatasnya?.
Jawabnya, telah kita tunjukkan berulang-ulang (sebagaimana dalam syair-pent)
“Semua mengaku mendapatkan Laila sedangkan Laila tidak mengakui hal itu pada mereka sama sekali”.
Golongan-golongan
yang ada ini tidak menggunakan dasar yang ketiga yaitu pemahaman
Salafush Shalih dalam memahami Islam, oleh sebab itu mereka jauh dari
pertolongan Allah karena Allah menolong orang yang menolong-Nya. Dan
jalan untuk mendapatkan pertolongan Allah yaitu dengan mengikuti Al
Qur’an, Sunnah Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan jalannya orang-orang mukmin (para shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ).
Syarat yang dilalaikan oleh golongan-golongan sesat terdahulu dan
hizb-hizb zaman sekarang ini termasuk Hizbut Takhrir yang
pemikiran-pemikiran mereka dalam masalah aqidah menyeleweng.
Oleh sebab itu kita ulangi lagi pada yang telah kita mulai (sebelumnya), “Kelompok
mana saja yang tidak menegakkan aqidah dan manhajnya di atas pemahaman
Salafush Shalih maka dia tidak akan bisa menegakkan Islam, baik itu
parpol Hizbut Tahrir, Ikhwanul Muslimin, atau golongan lainnya.
Karena mereka tidak menegakkan dakwahnya dengan tiga dasar ini, yaitu
Al Qur’an, Sunnah Rasul-Nya yang shahih, dan Manhaj Salafush Shalih. Maka dari mana mereka akan mampu menegakkan Islam tanpa tiga landasan di atas?
Kami cukupkan sampai sini, mudah-mudahan bermanfaat bagi kaum mukmini. Wallahu a’lam bish Showab.
Dipublikasikan oleh : ibnuramadan.wordpress.com
[Disali
dari Buku Hizbut Tahrir Mu’tazilah Gaya Baru, oleh Syaikh Muhamad
Nashiruddin Al-Albani. Penerbit Cahaya Tauhid Press, Malang]
0 komentar:
Posting Komentar