-->

28 Agustus 2012

Jawaban Ilmiah Terhadap Silsilah Pembelaan Wahdah Islamiyah (Bag. 2 )


Abu Abdillah Sofyan Chalid bin Idham Ruray
(Mantan Kader & Da’i Wahdah Islamiyah Makassar)
- حفظه الله تعالى وغفر له ولوالديه ولجميع المسلمين –
Editor : Al-Ustadz Abdul Qodir
[Kirimkan Artikel ini Ke Teman Anda] Kirim Ke Teman
  • Keenam: Berdusta atas Nama Seorang Muslim dan Menjatuhkan Kehormatannya
Wahdah Islamiyah (WI) berkata pada SPPUD (Bagian III) dalam mengomentari pendapat kami tentang Ikhwanul Muslimin sebagai ahlul bid’ah:
“Sebenarnya hal ini telah berulang kali kami tanggapi, melalui pemaparan aqwal para ulama mu’tabar, seperti al-Allamah Syaikh Abdul Aziz bin Baz, al-Allamah Faqihul Ashr Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, al-Allamah Syaikh al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin al-Albani dan selain mereka – rahimahumullah -, berupa peringatan akan pentingnya bersikap wara’ dalam penerapan kaidah bid’ah dan dhawabith hingga bolehnya kita menjatuhkan vonis hukum kepada seseorang atau jama’ah tertentu. Begitu entengnya al-akh Sofyan menjatuhkan vonis hukum pada satu jama’ah dengan hanya berbekal secuil ilmu dan kerdilnya pemahaman. Kami sangat kenal dan tahu betul siapa saudara satu ini, dan sampai dimana bekal pemahaman agama yang ia dimiliki”. [1]
Tanggapan:
Pembaca yang budiman, perhatikanlah bagaimana WI menggiring opini pembaca untuk menjatuhkan kehormatan seorang muslim meski harus berdusta atas namanya. Dengan hanya berbekal secuil ilmu dan kerdilnya pemahaman, mereka (WI) menggambarkan seakan-akan vonis ahlul bid’ah atas Ikhwanul Muslimin yang kami sampaikan berasal dari kami, bahkan sampai menghinakan penulis seakan telah berlagak layaknya seorang “mufti” yang berhak untuk mengeluarkan “fatwa”. Sehingga pembaca bisa menilai sendiri sampai di mana bekal pemahaman agama yang mereka miliki.
Tidak sampai di situ saja mereka berusaha menjatuhkan kehormatan seorang muslim. Pada banyak paragraf berikutnya pun, mereka terus mengulang-ulang kata dalam tanda petik “mufti” ketika menyebut nama kami. Jelaslah siapa sebenarnya yang berdusta dan ingin menjatuhkan kehormatan seorang Muslim. Sebab mengeluarkan fatwa dari seorang yang tidak berhak adalah termasuk dosa besar, yakni berbicara tentang agama Allah tanpa didasari oleh ilmu, demikianlah yang mereka tuduhkan kepada kami. Seperti inikah akhlak salafy beneran dan Ahlus Sunnah modern itu?! Wallahul Musta’an .
Padahal kenyataan yang sebenarnya, pendapat kami bahwa Ikhwanul Muslimin adalah ahlul bid’ah hanyalah menyampaikan fatwa para Ulama mu’tabar. Diantaranya, fatwa ketua Lajnah Daimah sendiri, yaitu Asy-Syaikh Bin Baz–rahimahullah-. Hal ini telah kami jelaskan dalam catatan kaki nomor 2 dalam artikel “Mengapa Saya Keluar Dari Wahdah Islamiyah”, sebagaimana nanti -insya Allah- akan kami tampilkan fatwa tersebut. Namun sangat disayangkan catatan kaki tersebut tidak diindahkan oleh WI, apakah demi untuk memuluskan misinya dalam menjatuhkan kehormatan seorang muslim?!
Bahkan lebih parah lagi dalam SPPUD (Bagian IV), WI kembali menggiring opini pembaca bahwa seakan kami telah berdusta atas nama Ulama –na’udzubillahi min dzalik-:
“Mahlan ya Sofyan, tolong datangkan fatwanya..!!! jangan berdusta atas nama Syaikh –rahimahullah-. Perlu kami tambahkan, pembaca budiman, ini juga salah satu kebiasaan teman-teman “salafy” kita. Sebenarnya kami tidak hendak mengais-ngais kelancangan mereka berdusta atas nama ulama. Namun lantaran hal tersebut telah berlaku berulang kali, juga karena mereka berani berdusta atas nama ulama demi mencerca ulama lain untuk maksud melejitimasi tuduhan mereka, maka kami akan memaparkan sedikit bukti kelancangan tersebut.
Di sini kami akan angkat satu contoh saja, dan masih banyak contoh lain. Diantaranya, perkataan Ust. Luqman Ba’abduh dalam bukunya yang banyak di puji oleh Sofyan Khalid yang mengatasnamakan “kesepakatan umat Islam” untuk mencela Syaikh Dr. Safar al-Hawaly, “Sudah menjadi kesepakatan umat Islam bahwa berita dari orang kafir itu tertolak”. (Lihat: Mereka adalah Teroris, hal 192).
Pembaca yang budiman, memang dalam catatan kaki tersebut kami tidak menampilkan teks lengkap fatwa Ulama tentang Ikhwanul Muslimin. Namun apa susahnya kalian (WI) melakukan tabayun dan klarifikasi untuk memastikan kebenaran adanya fatwa tersebut. Hal ini sungguh aneh, ketika mereka dikritik, mereka tuntut agar para pengkritik melakukan tabayun dan klarifikasi dahulu. Sebaliknya, ketika mengkritik orang lain, prinsip tabayun dan klarifikasi tersebut mereka tinggalkan .[2]
Adapun fatwa lengkap para Ulama besar Ahlus Sunnah wal Jama’ah di zaman ini, termasuk para ulama di Lajnah Daimah dan Haiah Kibaril Ulama di Saudi Arabia tentang Ikhwanul Muslimin dan Jama’ah Tabligh, -insya Allah- akan kami tampilkan sebentar lagi. Sehingga jelas kesalahan WI dalam membela kelompok sesat Ikhwanul Muslimin dan kemudian menjadi jelas bagi pembaca siapa yang lebih “alim”, para Ustadz WI – hadaahumullah- atau para Ulama anggota Lajnah Daimah [Komisi Tetap untuk Fatwa dan Penerangan Saudi Arabiyah] yang diketuai oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz – rahimahullah-!!
Demikian pula insya Allah akan kami tampilkan fatwa Ulama tentang hukum orang-orang yang membela kelompok yang menyimpang, yaitu digolongkan kepada mereka, bukan kepada Ahlus Sunnah. Inilah salah satu poin penting kenapa WI sulit untuk digolongkan kepada Ahlus Sunnah. Bukan atas dasar “fatwa” dari kami (sebagaimana kedustaan mereka) tapi fatwa Ulama, sehingga jelaslah -insya Allah- hakikat sikap kami yang tidak menganggap WI sebagai Ahlus Sunnah adalah berdasarkan keterangan-keterangan para Ulama, bukan dari “fatwa” kami. Pembahasan detail masalah ini -insya Allah- kami bahas pada poin kesepuluh.
Akan tetapi perlu dibedakan antara hukum secara ithlaq (umum) kepada WI sebagai kelompok dan hukum secara ta’yin kepada orang perorangan. Jadi, tidak berarti kami menyamaratakan semua anggota WI dalam hukum tersebut. Karena bisa jadi ada seseorang yang bergabung bersama mereka, dan belum mengetahui hakikat mereka. Lain halnya, jika seorang yang telah mengetahui penyimpangan manhaj mereka dengan jelas, namun masih saja ber-intima’ kepada mereka[3]. Permasalahan ini -insya Allah- kami bahas pada poin kesembilan.
Adapun tuduhan dusta WI kepada Al-Ustadz Luqman Ba’abduhhafizhahullah-, perhatikanlah pembaca yang budiman, kembali mereka tunjukkan bahwa memang mereka tidak mau atau belum membaca nasihat-nasihat untuk mereka dengan kepala dingin, karena hakikatnya hal tersebut telah dijawab dengan telak oleh Al-Ustadz Luqman -hafizhahullah- dalam membantah buku kebanggaan mereka “Siapa Teroris? Siapa Khawarij?” sejak tahun 2007 dalam buku “Menebar Dusta Membela Teroris Khawarij”,silahkan rujuk halaman 331-338 pada cetakan kedua, sehingga jelas bagi pembaca siapa sebenarnya yang berdusta namun dengan entengnya melemparkan tuduhan dusta kepada orang lain.Adapun hubungan antara Wahdah Islamiyah dengan manhaj Teroris Khawarij -insya Allah- akan kami bahas pada bag. 3 dari artikel ini.
Kembali kepada perbuatan mereka (WI), yakni berdusta atas nama seorang muslim dan menjatuhkan kehormatannya. Atas dasar itupun, mereka masih meloloskan komentar-komentar pembaca artikel mereka yang merendahkan kehormatan seorang muslim sebagai orang yang maghrur (tertipu). Seakan-akan apa yang kami sampaikan benar-benar berasal dari “fatwa” kami; mereka menutup mata dari hakikat yang sebenarnya.
Ayyuhal Ikhwah , kami yakin kalian sangat memahami, bahkan menghapal dalil-dalil tentang haramnya perbuatan tersebut, sehingga tidak perlu kami tampilkan lagi. Namun kenapa kalian tuntut orang lain untuk menerapkannya ketika mengkritik kalian dan tokoh-tokoh idola kalian, lalu kalian lupakan prinsip tersebut ketika kalian mengkritik orang lain?!
Apakah sudah sedemikian besar kebencian kalian kepada orang-orang yang sebenarnya menginginkan kebaikan bagi kalian, sehingga kalian tidak bisa berlaku adil?! Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman,
وَلاَ يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلاَّ تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Dan janganlah sekali-kali kebencianmu pada suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada taqwa ”. ( QS. Al-Maidah : 8 )
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dirahimahullah- menjelaskan, “Firman Allah -Subhanahu wa Ta’ala-, وَلاَ يَجْرِمَنَّكُمْ . Maksudnya, janganlah sebagian kaum membawamu untuk tidak berlaku adil, sebagaimana yang dilakukan seorang yang tidak memiliki keadilan. Bahkan, sebagaimana kalian menjadi saksi untuk membela kebenaran orang yang kalian cintai, maka seperti itu pula kesaksian untuk mengungkap kesalahannya. Demikian pula, sebagaimana kalian menjadi saksi untuk mengungkap kesalahan orang yang kalian benci, maka seperti itu pula kesaksian untuk membuktikan kebenarannya, meskipun ia seorang kafir maupun mubtadi’, karena wajib berbuat adil kepadanya, dan menerima kebenaran yang ia bawa. Karena memang itu benar. (Bukan kita menerimanya) karena itu adalah ucapannya, dan kebenaran tidak pula ditolak, karena itu adalah pendapatnya. Sebab ini adalah kezhaliman terhadap kebenaran”.[4]
  • Ketujuh: Berdusta atas Nama Ulama demi Membela Kelompok Bid’ah Ikhwanul Muslimin
Kemudian WI Berkata (dalam SPPUD Bagian III) ,
Sebab, ternyata “fatwa” dan vonis “al-mufti” Sofyan berseberangan dengan fatwa anggota Ulama Besar Saudi Arabiyah. Perhatikan fatwa yang kami nukil dibawah ini, agar jelas bagi pembaca siapa yang lebih “alim”, Sofyan Khalid – hadahullah – atau Lajnah Daimah [Komisi Tetap untuk Fatwa dan Penerangan Saudi Arabiyah] yang diketuai oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz – rahimahullah -….!!
Dalam fatwa Lajnah Daimah yang diketuai Syaikh Abdul ‘Azis bin Baz dan beranggotakan masyayekh kibar seperti Abdullah bin Qu’ud, Abdullah bin Ghudayyan, dan Abdurrozzaq ‘Afifi, no. (6280), seorang penanya berkata: “Jama’ah-jama’ah serta firqoh-firqoh yang ada sekarang, maksud saya adalah jama’ah Ikhwanul Muslimin, Jama’ah Tabligh, jama’ah Anshor Sunnah Al-Muhammadiyah, Jam’iyyah as-Syar’iyyah, dan Salafiyyin serta yang disebut dengan Jama’ah takfir dan hijrah dan selainnya yang banyak di Mesir, saya ingin bertanya apakah sikap yang harus kita ambil sebagai seorang muslim? Apakah jama’ah-jama’ah inilah yang dimaksud dalam hadits Hudzaifah -radiallahu ‘anhu- : “ Jauhilah kelompok-kelompok tersebut walaupun engkau harus menggigit akar pohon sampai kematian datang menjemputmu dan engkau terus diatasnya” . (Muttafaq ‘alaih)?
Lajnah Daimah menjawab : ”Seluruh jama’ah dan kelompok tersebut, padanya terdapat kebenaran dan kebatilan. Sebahagiannya ada yang lebih dekat pada al-haq dan lebih banyak kebaikan serta lebih luas manfaatnya dari jama’ah yang lain. Maka hendaknya engkau ber- ta’awun dengan mereka dalam kebenaran dan saling menasehati jika ada kekeliruan serta tinggalkanlah hal yang meragukan”.
Perhatikan wahai pembaca sekalian, para ulama kibar sekaliber Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah – kala ditanya tentang jama’ah-jama’ah tersebut tidak serta merta langsung mengeluarkan statemen bahwa mereka adalah “Ahli Bid’ah”, bukan dari Ahlu Sunnah, dan tidak boleh duduk bersama mereka apalagi saling ber- ta’awun. Bahkan sebaliknya, beliau menegaskan pentingnya ta’awun dalam kebenaran dan nasehat yang baik. Berbeda dengan sang “mufti” Sofyan Khalid – hadahullah – yang langsung dengan sharahah (terang-terangan) menegaskan bahwa “tokoh ikhwan” itu seorang ahli bid’ah.
Tanggapan:
Pembaca yang budiman, perhatikanlah bagaimana mereka membawa fatwa ulama yang mujmal (global) kepada makna yang batil[5] , yakni membenarkan jama’ah-jama’ah sesat, dan tidak menganggap mereka ahlul bid’ah, bahkan nama-nama kelompok tersebut digarisbawahi, seperti menegaskan pendapat mereka.
Mereka menggiring pemahaman pembaca, seakan-akan para Ulama di LajnahDaimah tidak membid’ahkan dan menyesatkan kelompok yang sesat. Padahal saya yakin, mereka (WI) paham bahwa para ulama memberikan jawaban sesuai pertanyaan dan melihat kondisi orang yang bertanya, sehingga tidak bisa mengambil kesimpulan dari satu fatwa Ulama, tanpa melihat fatwa-fatwa lainnya.
Apakah karena kebetulan fatwa tersebut ‘sekilas’ terlihat sesuai dengan manhaj kalian, yaitu tidak menghukumi sebagian jama’ah-jama’ah tersebut sebagai ahlul bid’ah[6]!?
Maka sebelum kalian (WI) arahkan perkataan kalian kepada orang lain, lihatlah dulu kenyataan kalian. Barangkali perkataan kalian berikut ini lebih layak diarahkan kepada kalian,
“Akan tetapi kita dapatkan –dan bukan sesuatu yang tersembunyi lagi- mereka hanya menukil dan berpegang hanya pada fatwa-fatwa ulama mereka yang amat sangat sedikit jumlahnya, lalu mengabaikan ulama-ulama yang lain, sebab tidak sejalan dengan fikrah dan hawa nafsu mereka”
Atau perkataan kalian ini, mungkin lebih cocok dikembalikan kepada kalian,
“Dan kami mengatakan, bahwa diantara bentuk dusta –atas nama ulama- adalah mengambil sebagian fatwa dan pendapatnya, lalu mencampakkan yang lainnya, demi memberi kesan bahwa sang ulama berfatwa sesuai yang dikehendaki oleh sang penukil.”
Inilah sesungguhnya fatwa-fatwa para Ulama tentang sesatnya jama’ah-jama’ah yang menyelisihi Ahlus Sunnah[7] , diantaranya Ikhwanul Muslimin dan Jama’ah Tabligh[8].
  • Fatwa Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alusy Syaikh –rahimahullah- tentang Jama’ah Tabligh
“Dari Muhammad bin Ibrahim. Kepada yang Yang Mulia Pangeran Kholid bin Su’ud, pimpinan Dewan Kerajaan yang terhormat. Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Selanjutnya :
Kami telah menerima surat Paduka Yang Mulia (No. 36/4/5– d, tertanggal 21/1/1382 H) beserta lampirannya yang berisi permohonan kepada Raja Yang Mulia dari seorang yang bernama Muhammad bin Abdul Hamid Al-Qodiry, Syah Muhammad Nurani, Abdus Salam Al-Qodiry, dan Su’ud Ahmad Dahlawi tentang pengajuan proposal bantuan untuk kegiatan perkumpulan mereka yang mereka namakan “Kulliyatud Da’wah wat Tabligh Al-Islamiyyah“, demikian pula beberapa buah kitab kecil yang dilampirkan bersama surat permohonan mereka. Maka kami memaparkan kepada Yang Mulia bahwa perkumpulan ini tidak ada kebaikan di dalamnya karena merupakan organisasi bid’ah dan kesesatan. Dengan membaca kitab-kitab kecil yang dilampirkan bersama surat permohonan mereka, kami mendapati semua kitab-kitab kecil itu mengandung kesesatan, bid’ah, ajakan untuk menyembah kuburan dan kesyirikan. Semua itu merupakan perkara yang tidak bisa didiamkan. Karenanya, kami akan bangkit -insya Allah- untuk membantahnya sehingga bisa tersingkap kesesatannya dan terhalang kebatilannya. Kami memohon kepada Allah agar menolong agama-Nya dan mengangkat Kalimat-Nya. Wassalamu alaikum warahmatullah”. (S-M-405, tertanggal 29/1/1382 H )[9]
  • Fatwa Ketua Lajnah Daimah, Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz -rahimahullah- tentang Ikhwanul Muslimin dan Jama’ah Tabligh
Pertanyaan :Samahatusy Syaikh, gerakan Ikhwanul Muslimin telah memasuki kerajaan ( Saudi Arabia) sejak beberapa waktu yang lalu. Mereka telah memiliki berbagai kegiatan di tengah-tengah para penuntut ilmu . Bagaimana pendapatmu tentang gerakan itu? Dan seberapa jauh hubungannya dengan manhaj Ahlus Sunnah wal Jamaah?
Jawaban :Gerakan Ikhwanul Muslimin telah dikritik oleh khawas (orang-orang khusus) ahli ilmu (para Ulama), karena mereka tidak memiliki kegiatan dakwah kepada tauhid (secara hakiki) dan tidak mengingkari kesyirikan serta bid’ah-bid’ah. Mereka memiliki cara-cara khusus yang menyebabkan kurangnya kegiatan mereka berdakwah kepada Allah dan tidak adanya pengarahan kepada aqidah yang benar sebagaimana seharusnya Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Sepatutnya bagi Ikhwanul Muslimin untuk memiliki perhatian kepada dakwah salafiyah, yaitu dakwah kepada tauhid, pengingkaran terhadap peribadahan kepada kuburan, bergantungnya hati kepada orang yang sudah mati, istighatsah (meminta tolong saat tertimpa musibah) kepada penghuni kubur, seperti kepada Husain, Hasan, Badawy dan yang semisalnya. Wajib atas mereka memiliki perhatian terhadap perkara yang sangat mendasar ini, karena ia adalah dasar agama ini dan ajakan pertama Nabi –shallallahu’alaihi wa sallam- di Makkah. Beliau mengajak untuk mengesakan Allah dan mengajak kepada makna Laa Ilaaha Illallah (tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah) .
Kebanyakan para Ulama mengkritik mereka karena masalah ini, yaitu tidak adanya semangat mereka untuk berdakwah kepada tauhidullah dan memurnikan ibadah kepada-Nya serta pengingkaran kepada sesuatu yang telah diada-adakan oleh orang-orang bodoh, seperti bergantung kepada orang-orang mati, ber-istighatsah kepada mereka, karena hal ini adalah merupakan syirik besar.
Demikian pula, para Ulama mengeritik mereka karena tidak adanya perhatian mereka (secara hakiki) terhadap sunnah, ittiba’ (berteladan) kepadanya dan tidak adanya perhatian terhadap hadits yang mulia dan manhaj salaful ummah dalam hukum-hukum syari’at[10]. Masih banyak lagi permasalahan lain yang aku dengar dari saudara-saudaraku (para Ulama) yang mengkritik mereka. Semoga Allah memberikan taufiq (hidayah) kepada mereka, membantu mereka (untuk bertaubat) dan memperbaiki keadaan mereka. [Dinukil dari majalah Al-Majallah, (no. 806)]11
Fatwa Terakhir Asy-Syaikh Bin Baz -rahimahullah- tentang Jama’ah Tabligh, setelah sebelumnya beliau sempat memuji mereka karena belum tahu hakikat sebenarnya tentang adanya penyimpangan-penyimpangan Jama’ah Tabligh [12]
Asy- Syaikh Abdul Aziz bin Baz -rahimahullah- pernah ditanya tentang Jama’ah Tabligh. Penanya itu berkata, Syaikh yang mulia, kami telah mendengarkan adanya Jama’ah Tabligh dan usaha dakwah mereka. Apakah anda menyarankan kami untuk bergabung dalam Jama’ah ini? Saya mengharapkan pengarahan dan nasehat. Semoga Allah memperbesar balasan pahala anda”.
Beliau menjawab , “Setiap orang yang mengajak dan berdakwah ke jalan Allah, maka ia itu disebut muballigh (penyampai dakwah) berdasarkan hadits [“Sampaikanlah dariku walau sebuah ayat”]. Akan tetapi Jama’ah Tabligh yang terkenal berasal dari India, mereka itu memiliki khurafat, beberapa macam bid’ah dan kesyirikan. Maka tidak boleh seorang KHURUJ (keluar berdakwah) bersama mereka, kecuali jika ia memiliki ilmu, maka dia boleh keluar untuk mengingkari dan mengajari mereka. Adapun jika ia keluar hanya sekedar ikut-ikutan dengan mereka, maka tidak boleh. Karena mereka itu memiliki khurafat, kekeliruan, dan sedikit ilmunya. Akan tetapi, jika Jama’ah Tabligh, ada orang selain dari (jama’ah) mereka yang memiliki ilmu dan bashirah, maka ia boleh keluar bersama mereka untuk berdakwah di Jalan Allah[13], atau misalnya ada orang yang memiliki ilmu dan bashirah, ia boleh keluar bersama mereka agar bisa memberikan keterangan, pengingkaran, pengarahan menuju kebaikan, dan pengajaran terhadap mereka sampai mereka mau meninggalkan madzhab mereka yang batil, dan memilih madzhab Ahlis Sunnah Wal Jama’ah”.[14]
(Ditranskrip dari kaset “Fatwa Samahatusy Syaikh Abdul Aziz bin Baz ‘ala Jama’atit Tabligh” yang direkam di Thaif kira-kira dua tahun sebelum beliau wafat, dan didalamnya terdapat bantahan terhadap talbis (tipu daya) Jama’ah Tabligh dengan berpegang pada fatwa lama Asy-Syaikh Bin Baz –rahimahullah- ketika memuji mereka, sebelum jelas bagi beliau akan hakikat keadaan dan manhaj Jama’ah Tabligh)[15].
Semoga Jama’ah Tabligh dan orang-orang simpati kepada mereka bisa mengambil faedah dari fatwa ini, sebab fatwa ini beliau ucapkan berdasarkan realita Jama’ah Tabligh, aqidah mereka, manhaj mereka dan imam-imam yang mereka ikuti.
Penegasan Asy-Syaikh Bin Baz –rahimahullah- bahwa Ikhwanul Muslimin dan Jama’ah Tabligh adalah ahlul bid’ah, masuk dalam 72 golongan sesat
Samahatus Syaikh Abdul Aziz bin Baz -rahimahullah- ditanya, “Semoga Allah memperbaiki kondisi Anda. Hadits Nabi -shallallahu‘alaihi wa sallam tentang perpecahan umat yang berbunyi: [“Umatku akan berpecah-belah menjadi 73 golongan kecuali satu”]. Apakah Jama’ah Tabligh dengan berbagai macam kesyirikan dan bid’ah yang mereka kerjakan, dan Jama’ah Al-Ikhwanul Muslimun dengan berbagai macam hal yang ada pada mereka berupa perpecahan, membelot, tidak taat dan tidak mendengar terhadap pemerintah. Apakah kedua kelompok ini termasuk 72 golongan yang binasa tersebut ?
Beliau -semoga Allah Ta’ala mengampuni dan meliputi beliau dengan rahmatNya- menjawab: “Masuk dalam 72 golongan. Semua orang yang menyelisihi aqidah Ahlis Sunnah masuk dalam 72 golongan tersebut. Yang dimaksud dengan (Ummatku) adalah Umat Ijabah (yang menerima dakwah Islam) dan mau mengikutinya, jumlahnya ada 73 golongan, hanya saja ada satu golongan yang selamat karena mau mengikuti beliau dan istiqomah di atas agamanya. 72 golongan di antara mereka ada yang kafir, pelaku maksiat dan ahli bid’ah dengan berbagai macam coraknya”.
Penanya menimpali : “Maksudnya kedua kelompok ini masuk dalam kategori 72 golongan tersebut?”
Beliau menjawab : “Ya, keduanya masuk dalam kategori 72 golongan tersebut, begitu juga Murji’ah dan lainnya, Murji’ah dan Khowarij. Sebagian ulama’ memandang bahwa Khowarij termasuk golongan yang telah keluar dari Islam, tapi masuk dalam kategori 72 golongan tersebut”.[16]
  • Fatwa Muhadditsul ‘Ashr Al-‘Allamah Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani –rahimahullah- tentang Penegasan beliau bahwa Ikhwanul Muslimin bukan termasuk Ahlus Sunnah, bahkan memerangi Sunnah
Beliau -rahimahullah- berkata dalam kaset yang berjudul “Muhawarah ma’a Ahadi Atba’i Muhammad Surur”: Tidak benar jika dikatakan bahwa Ikhwanul Muslimin termasuk Ahlus Sunnah, karena mereka justru memerangi Sunnah”.
Beliau -rahimahullah- pernah ditanya, “Apa pendapat anda tentang Jama’ah Tabligh. Apakah boleh bagi seorang tholibul ilmi (penuntut ilmu) atau yang lainnya keluar bersama mereka (Jama’ah Tabligh) dengan dalih berdakwah ke jalan Allah?
Beliau menjawab, “Jama’ah Tabligh tidak berdiri di atas manhaj Kitabullah, Sunnah Rasul-Nya shallallahu‘alaihi wa sallam dan manhaj As- Salafus Shalih. Jika demikian halnya, maka tidak boleh keluar berdakwah bersama mereka karena hal itu bertentangan dengan manhaj kita di dalam menyampaikan dan mendakwahkan manhaj As- Salafus Shalih. Hanya seorang alim-lah yang boleh keluar berdakwah di jalan Allah, adapun orang-orang yang keluar berdakwah bersama mereka (Jama’ah Tabligh), maka kewajiban mereka adalah tetap tinggal di negara mereka dan belajar di masjid-masjid mereka sehingga bisa berbuah dari tangan-tangan mereka ulama yang mampu berdakwah di jalan Allah. Jika keadaannya masih seperti itu, maka para penuntut ilmu harus mengajak mereka untuk mempelajari Kitabullah dan Sunnah serta mengajak manusia kepada Sunnah di negara mereka masing-masing.
Mereka (Jama’ah Tabligh) tidak punya perhatian untuk berdakwah kepada Kitabullah dan Sunnah sebagai prinsip umum. Bahkan mereka menganggap dakwah seperti ini sebagai pemecah-belah. Karenanya, mereka layaknya seperti Jama’ah Al-Ikhwanul Muslimin.
Mereka berkata bahwa dakwah mereka tegak di atas Al-Kitab dan Sunnah, tapi ini hanya sekedar pengakuan saja. Mereka itu tidak dikumpulkan oleh suatu aqidah apapun. Orang ini beraqidah Maturidiyah, yang ini Asy’ariyah, yang ini Sufi dan yang lainnya tidak ada madzhabnya.
Hal ini bisa terjadi karena dakwah mereka dibangun di atas suatu prinsip: “Mari bersatu, kemudian belajar ilmu”, sedangkan pada hakekatnya mereka itu tidak punya ilmu pengetahuan. Telah berlalu pada mereka lebih dari setengah abad, namun tidak ada seorang Ulama pun di antara mereka.
Adapun kami, maka kami katakan, “Belajarlah dulu, baru berkumpul” sehingga berkumpul itu dibangun berdasarkan prinsip yang tidak ada perselisihannya di dalamnya.
Jadi, dakwah Jama’ah Tabligh merupakan dakwah Neo-shufiyyah (Sufi Moderen), hanya mengajak orang ke akhlak, adapun usaha memperbaiki aqidah masyarakat, maka mereka hanya berdiam-diri dan tidak berusaha. Karena ini (dakwah kepada aqidah yang benar) menurut sangkaan mereka bisa memecah belah umat. Telah terjadi surat-menyurat antara Saudara Sa’ad Al-Hushoin dengan Pemimpin Jama’ah Tabligh di India atau Pakistan, melalui surat itu terbukti bahwa mereka (Jama’ah Tabligh) menetapkan bolehnya tawassul (bid’ah-pent.), istighotsah (dengan selain Allah-pent.) dan banyak lagi perkara lainnya yang sejenis ini. Mereka menuntut para pengikutnya untuk membai’at empat buah tarekat, seperti Tarekat Naqsyabandiyyah, maka setiap anggota Tabligh, harus berbai’at menurut prinsip ini. Mungkin sebagian orang berkata : [Jama'ah ini, dengan sebab usaha sebagian di antara pengikutnya, banyak di antara manusia sadar dan mau kembali ke jalan Allah. Bahkan terkadang sebagian orang non-muslim masuk Islam melalui tangan mereka. Bukankah ini cukup untuk membolehkan kita untuk keluar dan berkecimpung bersama mereka dalam berdakwah]. Kami jawab, Sesungguhnya ucapan ini telah kami ketahui dan sering dengar, kami ketahui ucapan ini dari orang-orang sufi!!
Sebagai contoh, disana ada seorang syaikh aqidahnya rusak dan tidak mengetahui sunnah sama sekali, bahkan ia memakan harta orang lain dengan cara yang batil…, sekalipun demikian kebanyakan orang-orang fasiq bisa bertaubat lewat tangan syaikh tersebut…!
Setiap jama’ah yang mengajak kepada kebaikan tentu ada pengikutnya, tapi kita perlu lihat isinya, apa yang mereka dakwahkan? Apakah mereka mengajak orang mengikuti Kitabullah, hadits-hadits Rasul -shallallahu alaihi wa sallam dan aqidah As-Salafus Shalih serta tidak fanatik buta kepada madzhab tertentu, dan mengikuti sunnah dimanapun ia berada dan bersama siapapun?! Jadi, Jama’ah Tabligh tidaklah memiliki manhaj ilmiyyah, tapi manhaj mereka disesuaikan dengan lingkungan mereka berada. Mereka ibaratnya seperti bunglon. [ Lihat al- Fatawa al-Imaratiyah, Asy-Syaikh Al-Albanirahimahullah-, pertanyaan no . 73 hal . 38]
  • Fatwa Faqihuz zaman Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin –rahimahullah- tentang berbilangnya jama’ah Islamiyah yang masing-masing memiliki pemahaman menyimpang
Asy-Syaikh Al-‘Utsaiminrahimahullah- ditanya, “Apakah ada dalil dari kitab Allah dan sunnah Nabi-Nya shallallahu’alaihi wa sallam yang membolehkan berbilangnya jama’ah-jama’ah Islamiyah?”
Maka beliau menjawab, “Tidak ada dalam al-Qur’an dan as-Sunnah dalil yang membolehkan berbilangnya jama’ah dan kelompok, bahkan yang ada dalam al-Qur’an dan as-Sunnah dalil yang mencela hal itu, Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ الَّذِيْنَ فَرَّقُوا دِيْنَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى اللهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْعَلُوْنَ
“Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat.”(QS. Al-An’am: 159)
Tidak diragukan lagi hal itu telah menafikkan (meniadakan) perintah Allah, bahkan apa yang Allah tekankan dalam firman-Nya:
وَإِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُوْنِ
“Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua, agama yang satu dan Aku adalah Rabbmu, maka bertakwalah kepada-Ku.”(QS. Al-Mu`minun: 52)
Terlebih lagi jika kita melihat bagaimana pengaruh dari perpecahan dan pengelompokan ini, ketika setiap kelompok mencerca lainnya, mencaci dan men-tafsiq (menganggap fasiq), bahkan bisa jadi bahayanya lebih dari itu. Oleh karena itu, saya memandang bahwa berkelompok-kelompok seperti ini salah.” [Lihat Majalah al-Jundi al-Muslim, (no. 83), Rabi’ul Awwal 1417 H]
  • Fatwa Anggota Lajnah Daimah, Fadhilatusy Syaikh Abdur Razaq ‘Afifi –rahimahullah- tentang Jama’ah Tabligh
Asy-Syaikh Abdur Razaq ‘Afifi–rahimahullah- ditanya tentang khuruj-nya Jama’ah Tabligh dalam rangka mengingatkan manusia kepada keagungan Allah?
Maka beliau berkata : “Pada kenyataannya, sungguh mereka adalah para mubtadi’ yang memutar balikkan kebenaran serta pelaku tarekat Qadiriyah dan tarekat lainnya. Dan khuruj mereka bukanlah di jalan Allah, akan tetapi di jalan Ilyas (yakni Muhammad Ilyas, pendiri Jamaah Tabligh), mereka tidak mengajak kepada al-Qur’an dan as-Sunnah, akan tetapi mengajak kepada Ilyas, Syaikh mereka di Bangladesh.
Adapun khuruj dengan tujuan dakwah kepada Allah, itulah khuruj di jalan Allah, bukan khurujnya Jamaah Tabligh. Saya mengetahui Jamaah Tabligh sejak lama, mereka adalah pembuat bid’ah di manapun mereka berada, di Mesir, di Israel[17], di Amerika, di Saudi, dan setiap mereka selalu terikat dengan Syaikh mereka, yaitu Ilyas.” [Lihat Fatawa wa Rosa'il Samahatis Syaikh Abdir Razzaq ‘Afifi (1/174)]
  • Fatwa Al-‘Allamah Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan –hafizhahullah- tentang Jama’ah Tabligh, Ikhwanul Muslimin dan Hizbut Tahrir
Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan–hafizhahullah- ditanya: “Apa hukumnya keberadaan kelompok-kelompok seperti Jamaah Tabligh, Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir dan lain-lain di negeri-negeri muslimin secara umum?”
Beliau berkata : “Jamaah-jamaah pendatang ini wajib untuk tidak kita terima, karena mereka ingin menyesatkan kita dan memecah-belah kita. Menjadikan yang ini ikut jamaah Tabligh, yang ini ikut Ikhwanul Muslimin, yang ini ikut itu dan seterusnya.
Kenapa berpecah seperti ini? Ini termasuk kufur terhadap nikmat Allah Ta’ala . Padahal kita berada di atas satu jamaah dan agama kita jelas. Kenapa kita menjadikan yang rendah sebagai ganti yang baik , padahal Allah telah memuliakan kita dengan adanya persatuan, hubungan yang erat dan jalan yang benar . Kenapa kita meninggalkan semua nikmat itu, kemudian ber-intima’ kepada jama’ah-jama’ah tersebut yang akan memecah belah kita, melemahkan kekuatan dan menimbulkan permusuhan antara kita?! Hal ini tidak boleh selamanya”.[18]
Penegasan Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan bahwa jama’ah yang menyimpang dalam dakwah dan aqidah dan siapa yang ber-intima’ kepada jama’ah tersebut adalah ahlul bid’ah, masuk dalam 72 golongan yang sesat, bukan ahlus sunnah[19]
Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah ditanya, apakah jama’ah-jama’ah yang ada sekarang masuk dalam 72 golongan yang binasa[20]?
Maka beliau hafizhahullah berkata, “Ya, setiap muslim yang menyelisihi Ahlus Sunnah wal Jama’ah, baik dalam permasalahan dakwah, atau aqidah, atau satu masalah pokok keimanan, maka dia masuk dalam 72 golongan tersebut, dan ia terancam dengan adzab Allah (dalam hadits iftiroq) dan ia layak mendapat celaan dan hukuman sesuai kadar penyimpangannya.” [Lihat Al-Ajwibah Al-Mufidah ‘anil As'ilatil Manahijil Jadidah (hal. 36), cet. Dar Al-Minhaj, 1426 H]
Beliau hafizhahullah juga berkata: “Maka jama’ah-jama’ah saat ini yang memiliki penyelisihan-penyelisihan terhadap al-Qur’an dan as-Sunnah, orang yang menggolongkan diri ke dalam jama’ah tersebut dianggap sebagai seorang mubtadi’.” [Lihat Al-Ajwibah Al-Mufidah ‘anil As'ilatil Manahijil Jadidah (hal. 28), cet. Dar Al-Minhaj, 1426 H]
  • Fatwa Anggota Lajnah Daimah, Fadhilatusy Syaikh Abdullah bin Ghudayan –hafizhahullah-
Beliau berkata, “Negeri (Saudi) ini sebelumnya tidak mengenal nama jama’ah-jama’ah, akan tetapi datang ke negeri ini orang-orang dari luar dan setiap mereka mendirikan cabang jama’ah yang ada di negeri mereka. Maka sekarang negeri kita terdapat kelompok yang dinamakan Ikhwanul Muslimin, Jama’ah Tabligh dan jama’ah-jama’ah lain masih banyak. Setiap mereka memiliki pemimpin dan mereka ingin agar manusia mengikuti jama’ahnya, serta mengharamkan dan melarang manusia untuk mengikuti selain jama’ahnya. Dan setiap mereka juga berkeyakinan bahwa jama’ahnya itulah yang berada di atas al-haq, sedang jama’ah-jama’ah lain di atas kesesatan, kalau begitu ada berapa banyak kebenaran di dunia ini?!
Padahal kebenaran itu hanya satu, sebagaimana yang pernah aku sampaikan kepada kalian; bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam telah menjelaskan tentang perpecahan ummat-ummat, sedang ummat ini akan berpecah menjadi 73 golongan, semuanya di neraka kecuali satu, para Sahabat bertanya, siapa satu golongan itu wahai Rasulullah, beliau menjawab, “Siapa saja yang mengikuti aku dan para sahabatku”.
Setiap jama’ah tersebut menetapkan aturan tertentu bagi angotanya, memiliki pemimpin dan masing-masing jama’ah itu mengadakan bai’at dan menginginkan anggotanya untuk loyal kepada jama’ahnya, maka pada akhirnya mereka memecah belah manusia…” (Simak kaset Fatawa al-‘Ulama fil Jama’at wa Atsaruha ‘ala Biladil Haramain, Tasjilat Minhajus Sunnah, Riyadh)
  • Fatwa Asy-Syaikh Al-Muhaddits Abdul Muhsin A l-‘Abbad - hafizhahullah –
Asy-Syaikh Abdul Muhsin Al-‘Abbadhafizhahullah- ditanya tentang Jama’ah Tabligh dan Ikhwanul Muslimin, maka beliau berkata,
“Tentang kelompok-kelompok baru ini, pertama: awal berdirinya pada abad ke-14 Hijriyah, sebelum abad tersebut mereka belum ada, kemudian lahir pada abad tersebut. Sedangkan manhaj yang benar dan jalan yang lurus yang mana Rasulullah -shallallahu‘alaihi wa sallam- dan para sahabat berjalan di atasnya keberadaannya sudah sejak Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- diutus. Barangsiapa yang mengikuti kebenaran dan petunjuk ini dialah yang selamat dan sukses, barangsiapa yang berpaling darinya maka dialah yang menyimpang.
Jama’ah-jama’ah tersebut telah dimaklumi bahwa padanya ada kebenaran dan kesalahan, akan tetapi kesalahan-kesalahan mereka adalah dosa besar (kabirah) dan berbahaya (‘azhimah). Jadi, berhati-hatilah darinya dan bersemangatlah dalam mengikuti jama’ah Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan mereka yang berada di atas manhaj as-Salafus Shalih.”
Kemudian beliau berkata:
“Sebagai contoh, jama’ah Ikhwanul Muslimin, prinsip mereka; siapa yang bergabung bersama mereka maka dia adalah sahabat mereka, yang kemudian dicintai. Adapun yang tidak bergabung maka mereka anggap berbeda dengan mereka. Adapun anggota mereka, meskipun dia adalah seburuk-buruknya makhluk Allah; meskipun dia seorang Syi’ah Rafidhah, maka dia tetap dianggap sebagai saudara dan sahabat mereka. Oleh karenanya diantara manhaj mereka adalah mengumpulkan segala jenis manusia meskipun seorang Syi’ah Rafidhah yang membenci para Sahabat Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, yang tidak mau mengambil kebenaran yang datang dari Sahabat, apabila ia bergabung bersama mereka maka dia adalah sahabat mereka dan dianggap sebagai anggota mereka, memiliki hak dan kewajiban yang sama.” (Kaset Fatawa al-‘Ulama fil Jama’at wa Atsaruha ‘ala Biladil Haramain, Tasjilat Minhajus Sunnah, Riyadh)
  • Fatwa anggota Haiah Kibaril Ulama dan Pimpinan Pengadilan Tinggi , Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Muhammad Al-Luhaydan –hafizhahullah-
Beliau berkata, “Ikhwanul Muslimin dan Jama’ah Tabligh bukanlah termasuk pengikut manhaj yang benar, karena sesungguhnya setiap jama’ah yang menyimpang dan penamaan-penamaan mereka tidak ada asalnya dari Salaf ummat ini. Adapun jama’ah pertama yang muncul dengan membawa nama baru adalah Jama’ah Syi’ah, mereka menamakan diri dengan Syi’ah, sedang kelompok sesat Khawarij (meski yang pertama muncul sebelum Syi’ah) namun mereka tidak menamakan apapun untuk kelompok mereka, kecuali dengan nama orang-orang yang beriman.” (Kaset Fatawa al-‘Ulama fil Jama’at wa Atsaruha ‘ala Biladil Haramain, Tasjilat Minhajus Sunnah, Riyadh)
  • Fatwa Anggota Haiah Kibaril Ulama, Asy-Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid –rahimahullah-
Beliau berkata: “Sesungguhnya pendirian satu kelompok dalam Islam yang menyelisihi ajaran Islam baik secara global maupun parsial tidak dibenarkan, dan konsekuensinya adalah tidak boleh pula bergabung dengannya, maka hendaklah kita menjauhi semua kelompok itu.” (Lihat Hukmul Intima’, hal. 153)
  • Fatwa Menteri Agama Saudi Arabia, Ma’alisy Syaikh Al-Faqih Shalih Alusy Syaikh –hafizhahullah- tentang Ikhwanul Muslimin
Beliau berkata: “Adapun jama’ah Ikhwanul Muslimin, sesungguhnya diantara metode dakwah yang mereka tempuh adalah berkumpul, gerakan rahasia, tidak konsisten pada satu prinsip, pendekatan kepada seorang yang mereka pandang bisa memberikan manfaat, tidak menampakkan hakikat mereka yang sebenarnya, yakni: mereka sebenarnya sama dengan salah satu bentuk gerakan bathiniyyah.
Hakikat mereka (di negeri Saudi) sengaja ditutupi, bahkan diantara mereka ada yang bergaul dengan sebagian ulama dan masyayikh (syaikh) dalam waktu yang cukup lama. Namun Syaikh tersebut tidak pernah mengetahui hakikat mereka, karena yang mereka katakan berbeda dengan yang mereka sembunyikan. Mereka tidak pernah menampakkan kepada para ulama tentang semua ajaran mereka.
Juga diantara penyimpangan mereka dan termasuk pokok ajaran mereka adalah menutup akal para pengikut gerakan mereka dari mendengarkan pendapat yang menyelisihi manhaj mereka, dengan menggunakan metode yang beraneka ragam, diantaranya:
  • Menyibukkan para pemuda dengan kegiatan-kegiatan organisasi sejak pagi hingga malam hari, sehingga mereka tidak sempat lagi mendengarkan pendapat lain
  • Mentahdzir dari orang-orang yang mengkritik mereka. Jika ada seseorang yang mengetahui penyimpangan manhaj dan ajaran mereka kemudian mengkritik mereka demi memperingatkan para pemuda agar tidak terjerat pada hizbiyah, maka mereka akan mentahdzir dari orang tersebut dengan berbagai macam cara, terkadang dengan mencelanya, terkadang dengan berdusta atasnya, terkadang dengan tuduhan dusta dan mereka tahu bahwa itu dusta, dan terkadang dengan mencari-cari kesalahannya kemudian membesar-besarkan kesalahan tersebut. Semua itu mereka tempuh demi untuk menghalangi manusia dari mengikuti al-haq dan hidayah. Maka dalam hal ini mereka serupa dengan kaum musyrikin, yakni salah satu perangai kaum musyrikin ketika mereka meneriaki Rasulullah - shallallahu’alaihi wa sallam - di tengah-tengah keramaian bahwa beliau adalah orang yang berpindah agama dan menuduh beliau dengan berbagai macam kedustaan agar dapat menghalangi manusia dari mengikuti Rasulullah - shallallahu’alaihi wa sallam - .
Demikian pula termasuk penyimpangan Ikhwanul Muslimin adalah , mereka tidak mengagungkan As-Sunnah dan tidak pula mencintai Ahlus Sunnah, meskipun secara umum mereka tidak menampakkan hal tersebut. Akan tetapi hakikat mereka, tidaklah mencintai Sunnah dan tidak mendoakan Ahlus Sunnah.
Kami telah menyaksikan sendiri kenyataan itu pada sebagian orang yang ber-intima’ kepada mereka atau bergaul dengan mereka, maka engkau dapati jika ada seseorang telah mulai tertarik untuk membaca kitab-kitab as-Sunnah, seperti Shahih al-Bukhari atau menghadiri majelis sebagian masyaikh untuk mempelajari kitab-kitab as-Sunnah, maka mereka akan memperingatkan orang tersebut dan mengatakan kepadanya bahwa mendalami kitab-kitab As-Sunnah dan menghadiri majelis para ulama tidak ada manfaatnya buatmu, “Apa manfaatnya Shahih al-Bukhari kepadamu? Apa manfaatnya hadits-hadits ini? Lihatlah ulama-ulama itu, bagaimana keadaan mereka? Apa manfaat mereka bagi kaum muslimin? Padahal kaum muslimin dalam keadaan seperti sekarang ini, begini dan begitu”.
Intinya mereka tidak menginginkan pengajaran sunnah ada diantara mereka, tidak pula mencintai Ahlus Sunnah, apalagi perkara yang lebih mendasar dari pada itu, yaitu perkara aqidah secara menyeluruh.”
Kemudian setelah itu Asy-Syaikh Al-Faqih Shalih Alus Syaikh hafizhahullah - memperingatkan, juga diantara penyimpangan mereka:
  • Berusaha mencapai puncak kekuasaan di segala bidang agar bisa menempatkan anggota-anggotanya pada posisi-posisi penting dalam setiap bidang.
  • Al-Wala’ dan al-Bara’ di kalangan mereka adalah karena kelompok, bukan lagi karena Islam.
  • Tujuan dakwah dan manhaj mereka untuk mencapai kekuasaan, kurang sekali perhatian kepada dakwah tauhid dan sunnah
  • Berbicara tentang aib-aib penguasa demi menggalang dukungan.[21]
  • Menghindari pembicaraan tentang peringatan dan nasihat atas kesalahan-kesalahan manusia karena khawatir tidak memperoleh dukungan.[22]
Kemudian beliau menutup dengan menyebutkan nasib seorang yang mungkin telah bergabung bersama mereka bertahun-tahun lamanya, beliau berkata, “Sesungguhnya Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- telah mengabarkan bahwa pertanyaan kubur itu ada tiga; seorang akan ditanya tentang Rabb-nya, agamanya dan Nabinya -shallallahu’alaihi wa sallam-. Ada seorang yang telah bergabung bersama kelompok Ikhwanul Muslimin dalam waktu yang cukup lama, namun dia tidak memahami apa yang bisa menyelamatkannya jika dia telah dimasukkan ke dalam kubur .
K alau begitu apakah mereka telah menasihatinya? Apakah mereka menginginkan kebaikan untuknya? Mereka hanyalah memanfaatkannya untuk mencapai tujuan mereka. Andaikan mereka benar-benar mencintai kaum muslimin tentunya mereka bersungguh-sungguh dalam menasihati kamu muslimin agar selamat dari adzab Allah, yaitu dengan mengajarkan tauhid, sebab tauhid adalah perkara pertama yang akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat.” (Kaset Fatawa al-‘Ulama fil Jama’at wa Atsaruha ‘ala Biladil Haramain, Tasjilat Minhajus Sunnah, Riyadh)
  • Fatwa Lajnah Daimah
Sebagaimana yang telah dipahami bahwa para Ulama menjawab sesuai dengan pertanyaan dan melihat kondisi orang yang bertanya. Jadi, tidak boleh kita hanya melihat satu fatwa tanpa melihat yang lainnya.
Oleh karenanya, kita dapati beberapa fatwa Lajnah Daimah, selintas membenarkan seseorang bergabung dengan jama’ah-jama’ah sesat, seperti Ikhwanul Muslimin dan Jama’ah Tabligh, padahal pada umumnya pertanyaan yang diajukan tidak disertai dengan penyebutan kesesatan-kesesatan jama’ah-jama’ah tersebut secara detail. Berbeda jika seseorang menyebutkan kesesatan-kesesatan jama’ah tersebut secara terperinci seperti berikut ini:
Pertanyaan:“Aku telah membaca dari para Masyaikh sekalian beberapa fatwa, dimana Anda mendorong para penuntut ilmu untuk keluar bersama Jama’ah Tabligh, dan -alhamdulillah- kami telah keluar bersama mereka dan kami telah mendapatkan manfaat yang banyak, akan tetapi wahai Syaikhku yang mulia, aku telah menyaksikan sebagian amalan jama’ah ini yang tidak berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, diantaranya:
  1. Membuat kumpulan dalam masjid, dua orang atau lebih, kemudian membaca 10 surat terakhir dari al-Qur’an, dan senantiasa melakukan amalan ini setiap kami khuruj
  2. I’tikaf pada setiap hari kamis secara terus-menerus
  3. Penetapan waktu untuk khuruj, yaitu 3 hari dalam sebulan, 40 hari dalam setahun, 4 bulan sekali seumur hidup
  4. Doa bersama, yang dilakukan secara terus-menerus setiap kali selesai bayan
Maka bagaimana wahai Syaikhku yang mulia, jika aku khuruj (keluar berdakwah) bersama Jama’ah Tabligh dan berinteraksi dengan amalan-amalan yang tidak berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- ini? Perlu diketahui wahai Syaikhku yang mulia, sangat sulit mengubah manhaj ini, sebab hal ini telah menjadi metode dakwah mereka. Lantaran itu, kami harapkan penjelasan masalah ini?”
Jawaban:“Apa yang engkau sampaikan tentang amalan-amalan jama’ah ini semuanya adalah bid’ah, maka tidak boleh bergabung dengan mereka sampai mereka berpegang teguh dengan manhaj al-Qur’an dan as-Sunnah dan meninggalkan kebid’ahan, baik pada perkataan, perbuatan dan keyakinan. Wabillahi at-taufiq, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa Alihi wa Shahbihi wa sallam”.
[Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts al-Ilmiyah wal Ifta. Ketua: Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz. Anggota: Asy-Syaikh Abdullah bin Ghudayan, Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan, Asy-Syaikh Abdul Aziz Alusy Syaikh, Asy-Syaikh Bakr Abu Zaid. (Pertanyaan kedua dari fatwa no. 17776, Asy-Syamilah)]
Fatwa Lajnah Daimah tentang berbilangnya jama’ah dengan manhaj yang menyimpang dari Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah sebagai berikut:
Pertanyaan:“Apa hukumnya berbilangnya jama’ah yang ada saat ini, apabila aku berpegang dan cenderung dengan salah satu pemikiran jama’ah Islamiyah. Bolehkah aku mengkuti metode ini, meskipun kedua orang tuaku menentangku, dan bahkan bersumpah tidak akan meridhoiku selamanya, jika aku mengikuti metode jama’ah ini, maka bagaimanakah solusinya?”
Jawaban:Hendaklah engkau mengikuti manhaj (metode) Ahlus Sunnah wal Jama’ah, yang mana Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- telah membimbing kita untuk mengikutinya ketika munculnya kelompok-kelompok sesat. Nabi -shallallahu’alaihi wa sallam- bersabda,
وستفترق هذه الأمة على ثلاث وسبعين فرقة كلها في النار إلا واحدة . قالوا : وما هي يا رسول الله ؟ قال : من كان على مثل ما أنا عليه اليوم وأصحابي
“Ummatku akan berpecah menjadi 73 golongan; semuanya di neraka, kecuali satu. Para Sahabat bertanya , “Apa satu golongan itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang yang mengikuti jalanku dan para Sahabatku pada hari ini”. [HR. At-Tirmidzi (no. 2641)][23]
Hendaklah engkau mengikuti jama’ah yang bermanhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah . Wabillahi at-taufiq, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa Alihi wa Shahbihi wa sallam.
[Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts al-Ilmiyah wal Ifta. Ketua: Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz. Anggota: Asy-Syaikh Abdur Razaq ‘Afifi, Asy-Syaikh Abdullah bin Ghudayan, Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan, Asy-Syaikh Abdul Aziz Alusy Syaikh, Asy-Syaikh Bakr Abu Zaid. ( Pertanyaan kedua dari Fatwa no. 16063, Asy-Syamilah)
Pembaca yang budiman, inilah sesungguhnya fatwa-fatwa Ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah al-Mu’tabarin tentang kelompok-kelompok Islam yang ada hari ini, khususnya Ikhwanul Muslimin dan Jama’ah Tabligh. Semoga Allah Ta’ala memberikan hidayah kepada kita semua untuk meninggalkan kelompok-kelompok sesat tersebut dan tidak membela penyimpangan mereka.
==============
Footnote :
==============
[1] Anda dahulu mengenal kapasitas keilmuannya (Ustadz Sofyan) . Tapi kan itu di masa lalu. Boleh jadi ilmunya telah berkembang dan meningkat melebihi sang guru. Jadi, kata-kata seperti ini tak ada gunanya kita ucapkan dalam menjatuhkan orang, sebab ia merupakan hujjah ‘ aqliyyah yang masih bisa dijawab dengan jawaban lain yang lebih kuat!! [ed]
[2] Ini merupakan contoh diantara tanaqudh (kontradiksi) mereka. Insya Allah, kami akan buat sebuah tulisan yang akan menjelaskan sekian banyak bentuk dan contoh tanaqudh mereka. [ed]
[3] Sebagaimana jawaban inshof yang hakiki dari Asy-Syaikh Muqbil –rahimahullah- tentang hukum atas anggota-anggota Ikhwanul Muslimin yang akan kami tampilkan fatwanya –insya Allah- pada poin yang kesembilan
[4] Lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman (hal. 224), cet. Mu’assasah Ar-Risalah, 1421 H.
[5] Ini lah salah satu keahlian kaum , maka perhatikanlah!!
[6] Bahkan pentolan “Ahlus Sunnah” model ini di Bandung dalam blognya dengan sharohah (terang-terangan) memuji dan membela Hizbut Tahrir [pada tulisannya Melihat Sisi Kebaikan Hizbut Tahrir (HT) ] dan memuji-muji IM (pada tulisannya Antara PKS dan IM ). Pada sisi yang lain, dia mencela Asy-Syaikh Bin Baz, Asy-Syaikh Muqbil, Asy-Syaikh Robi’ dan Asy-Syaikh Abdul Malik Ramadhani . Seperti inikah akhlak “Ahlus Sunnah” kepada para Ulama?! Mengapa sebagian mereka begitu cemburu ketika IM, HT, WI dan tokoh-tokohnya dikritik, sementara dengan mudahnya mereka mencela para ulama Ahlus Sunnah?!Afiiquu yaa Syabaab!!
[7] Kebanyakan fatwa-fatwa berikut kami kutip melalui perantara sebuah risalah yang berjudul Majmu’ Fatawa al-‘Ulama fil Jama’at al-Islamiyah. Barangsiapa yang ingin membaca aslinya atau mendengarkan rekamannya, silakan kunjungi: http://www.fatwa1.com/anti-erhab/hezbeh/ftawa_jamaat.html
[8] Fatwa-fatwa yang akan kami tampilkan secara umum tentang semua jama’ah yang menyelisihi Ahlus Sunnah dan secara khusus tentang Ikhwanul Muslimin dan Jama’ah Tabligh, sebab kedua jama’ah inilah yang paling banyak tersebar di negeri kita. Dan secara pribadi, dari semua jama’ah yang digaris bawahi oleh WI di atas, kedua jama’ah inilah yang kami tahu tentang penyimpangan-penyimpangannya, baik dari penjelasan para ulama, maupun dengan melihat langsung keadaan mereka. Kecuali Jama’ah Ansharus Sunnah, sepengetahuan kami, dahulu telah dipuji oleh sebagian ulama. Adapun sekarang, kami belum mengetahui keadaannya. Wallahu A’lam.
[9] Lihat Al-Qoul Al-Baligh fit Tahdzir min Jama’ah At-Tabligh (hal. 289) karya Asy- Syaikh Hamud At-Tuwaijiry rahimahullah - .
[10] Apa yang dinyatakan Syaikh –rahimahullah- merupakan waqi’ (realita) yang sulit diingkari. Kita yang berada di Indonesia menjadi saksi hidup atas ucapan beliau. [ed]
[11] Lihat Al-Ajwibah Al-Mufidah (hal. 122-123), cet. Dar Al-Minhaj, 1426 H.
[12] Di sini ada suatu pelajaran bagi kita bahwa hendaknya kita jangan tergesa-gesa untuk berpegang pada fatwa Ulama yang membolehkan bergabungnya seseorang dengan kelompok-kelompok sesat, karena bisa jadi sang alim tersebut belum mengetahui secara hakiki tentang kesesatan mereka. Sedang kebiasaan setiap kelompok sesat, awalnya selalu menyembunyikan ajaran-ajaran mereka.
[13] Semoga Allah merahmati Syaikh. Andaikan mereka itu mau menerima nasehat dan pengarahan dari para Ulama atau orang yang menasihati mereka, sehingga bert au bat dari bid’ahnya, niscaya tidak ada masalah keluar berdakwah bersama mereka. Hanya sayangnya realita menguatkan bahwa mereka itu tidak mau menerima nasihat dan tidak mau rujuk dari kebatilan mereka, karena kuatnya fanatisme mereka dan kuatnya pengikutan mereka terhadap bid’ah mereka. Andaikan mereka itu mau menerima nasehat para ulama, niscaya mereka telah meninggalkan manhaj mereka yang batil, lalu menempuh jalan Ahli Tauhid dan Sunnah. [ed]
[14] Lihat An-Nashr Al-Aziz ala Ar-Rodd Al-Wajiz (hal. 173-174), karya Syaikh Robi’ bin Hadi Al-Madkholiy -hafizhohullah-, cet. Maktabah Al-Furqon, UEA, 1422 H. Di dalam kitab ini terdapat beberapa nukilan fatwa ulama yang membantah para pejuang Muwazanah (semisal WI) yang selama ini membela muwazanah!! [ed]
[15] Sebenarnya Jama’ah Tabligh tidak layak berpegang dengan fatwa Syaikh bin Baaz, sebab -menurut JT- Syaikh bin Baaz adalah WAHHABI. Sedang WAHHABI dalam pandangan JT adalah kaum yang menyimpang dan sesat. Lalu mengapa mereka kesana-kemari membawa fatwa lamaSyaikh Baaz yang telah terhapus dengan adanya fatwa di atas??! Jawabnya, karena di dalam fatwa lama itu ada dukungan bagi mereka, menurut pandangan mereka. Tuduhan sesatnya WAHHABI alias Ahlus Sunnah Salafiyyun secara sharahah (terang-terangan) telah dinyatakan oleh Jama’ah Tabligh, seperti Dua Penulis JT (Ustadz Adil Akhyar dan Ustadz Muslim Al-Bukhori) dalam buku mereka yang berjudul “Quo Vadis, Hendak Ke Mana Salafy”, cet. Pustaka Zadul Ma’ad, Bandung. Perlu juga diketahui bahwa di dalam buku JT ini dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Ahlus Sunnah adalah Asy’ariyyah dan Maturidiyyah!! Ini tentunya salah, sebab kedua paham sesat ini baru muncul setelah lama meninggalnya Nabi -Shollallahu alaihi wa sallam- dan para sahabat!!! Selain itu, kedua paham ini banyak menyelisihi manhaj Salaf dalam bab Asmaa’ wash shifat. Oleh karena itu, kami heran jika ada yang menyatakan bahwa JT adalah Ahlus Sunnah, sementara mereka berlepas diri dari manhaj salaf Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Afiiquu yaa syabaabal shohwah min naumikum… [ed]
[16] Fatwa ini ditranskrip dari sebuah kaset yang berisi ceramah pelajaran “Syarh Al-Muntaqo” yang beliau sampaikan di Tho’if, kurang-lebih dua tahun sebelum beliau meninggal, yakni tahun 1419 H. Teks asli dan rekaman fatwa Asy-Syaikh Bin Baz –rahimahullah- dapat didownload di sini: http://www.fatwa1.com/anti-erhab/hezbeh/ftawa_jamaat.html
[17] Sebagian Ulama telah mengoreksi penyebutan Israel bagi negara Yahudi, sebab Israel adalah nama Nabi yang mulia, Ya’qub ‘alaihissalam, sehingga orang-orang Yahudi pun berbangga dengan penamaan ini.
[18] Lihat Majmu’ Fatawa al-‘Ulama’ fil Jama’at al-Islamiyah, hal. 16, soft copy dari www. www.fatwa1.com
[19] Fatwa ini sebelumnya telah kami tampilkan pada bag. 1 dari artikel ini.
[20] Yaitu yang disebutkan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dalam hadits iftiroq, bahwa 72 golongan yang tidak mengikuti jalannya Rasulullah -shallallahu’alaihi wa sallam- dan para sahabatnya maka tempatnya di neraka.
[21] Jika anda ingin puas membaca celaan dan ghibah mereka, lihat saja majalah mereka. Misalnya -di Indonesia- mereka punya majalah berjudul Sabili. Majalah ghibah ini turut disebarkan oleh orang-orang Wahdah Islamiyah, walaupun isinya berupa celaan dan ghibah kepada pemerintah Indonesia yang muslim. Dimanakah dalil-dalil tentang haramnya ghibah mereka simpan. Apakah mereka sengaja melupakannya, atau pura-pura lupa?! Terserah jawabannya, yang jelas waqi’ mereka di Makassar, selalu kerjasama dengan IM. Tasyaabahat quluubuhum… [ed]
[22] Oleh karena itu, tak ada amar ma’ruf-nahi munkar (secara hakiki) dalam tubuh Ikhwanul Muslimin, sebagaimana halnya kondisi hizbiyyun lainnya, sebab mereka takut mad’u-nya (audiensnya) akan lari dari mereka, menurut sangkaannya. Padahal dakwah bukanlah memperbanyak pengikut. Tapi dakwah itu adalah tabligh al-bayan (menyampaikan penjelasan) tentang al-haq. [ed]
[23] Di-hasan-kan oleh Asy-Syaikh Al-Albani–rahimahullah- dalam Sholah Al-‘Iedain fi Al-Musholla (hal. 46)
Sumber: http://almakassari.com/artikel-islam/manhaj/jawaban-ilmiah-terhadap-silsilah-pembelaan-wahdah-islamiyah-bag-2.html

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.