(Soal Jawab: Majalah As-Sunnah Edisi 06-07/Tahun XI)
Syaikh Muhammad bin Shâlih al-’Utsaimîn rahimahullâh ditanya:
Apabila qadha‘ puasa wajib bertepatan waktunya
dengan puasa sunnah, apakah seseorang boleh melakukan puasa sunnah
terlebih dahulu dan qadha‘ puasa wajib setelahnya, ataukah dimulai
dengan puasa wajib? Misalnya, puasa hari ‘Asyura bertepatan dengan
qadha‘ puasa Ramadhan.
Beliau rahimahullâh menjawab:
Berkaitan dengan puasa wajib dan puasa sunnah, maka
tidak diragukan lagi bahwa yang disyari'atkan dan yang sesuai dengan
akal, yaitu memulainya dari yang wajib, sebelum melakukan yang sunnah.
Karena yang fardhu (wajib) merupakan kewajibannya, sedangkan yang sunnah
merupakan tambahan jika mampu. Jika tidak mampu, maka tidak mengapa.
Berdasarkan penjelasan ini, kami sampaikan kepada
orang yang memiliki tanggungan puasa Ramadhan, yang wajib atasmu ialah
qadha‘ puasa Ramadhan sebelum melakukan puasa sunnah. Jika ia melakukan
puasa sunnah sebelum meng-qadha‘ puasa yang menjadi kewajibannya, maka
menurut pendapat yang shahîh, puasanya benar, selama masih memiliki
waktu lain untuk meng-qadha‘.
Waktu untuk meng-qadha‘ puasa Ramadhan itu
terbentang sampai dengan Ramadhan berikutnya. Sehingga selama waktunya
masih memungkinkan, maka seseorang boleh melakukan puasa sunnah. Sama
seperti halnya shalat fardhu, jika seseorang melakukan shalat sunnah
sebelum melakukan shalat fardhu dan waktunya masih longgar, maka itu
dibolehkan.
Barangsiapa yang berpuasa ‘Asyura atau hari ‘Arafah,
sedangkan ia masih memiliki hutang (puasa wajib), maka puasa sunnahnya
itu sah. Bahkan, seandainya ia berniat puasa hari ini (‘Asyura atau
‘Arafah) untuk meng-qadha` Ramadhan, maka ia akan mendapatkan dua
pahala, yaitu puasa hari ‘Asyura atau ‘Arafah ditambah pahala qadha`
Ramadhan. Ini kaitannya dengan puasa sunnah yang mutlaq, yang tidak
terkait dengan Ramadhan.
Adapun puasa enam hari bulan Syawwal, maka
ini erat kaitannya dengan Ramadhan. Dan puasa sunnah enam hari ini tidak
akan ada kecuali setelah meng-qadha‘ puasa Ramadhan. Jika ada orang
yang melakukan puasa sunnah Syawwal sebelum meng-qadha‘ kewajibannya (puasa Ramadhan), maka ia tidak mendapatkan pahala. Hal ini berdasarkan sabda Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam :
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتَّا
مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
Barangsiapa telah puasa Ramadhan kemudian mengiringinya dengan (puasa) enam hari Syawwal,
maka seakan-akan dia puasa sepanjang tahun.
(Diriwayatkan oleh Imam Muslim)
maka seakan-akan dia puasa sepanjang tahun.
(Diriwayatkan oleh Imam Muslim)
Sebagaimana diketahui, orang yang masih memiliki
tanggungan puasa Ramadhan, ia tidak dianggap telah berpuasa Ramadhan
sampai ia menyempurnakan qadha‘. Inilah sebuah permasalahan yang
dianggap oleh sebagian orang, bahwa jika ada orang yang khawatir bulan
Syawwal akan habis sebelum sempat puasa enam hari, maka ia boleh
berpuasa, meskipun masih memiliki tanggungan qadha‘. Anggapan ini
merupakan kekeliruan, karena puasa sunnah enam hari tidak bisa
dikerjakan oleh seseorang, kecuali jika ia sudah menyelesaikan
tanggungan puasa Ramadhan.
(Fatâwâ fî Ahkâmish-Shiyâm,
Syaikh Muhammad bin Shâlih al-’Utsaimîn,
hlm. 438-439)
Syaikh Muhammad bin Shâlih al-’Utsaimîn,
hlm. 438-439)