Inilah bab pertama dari pembahasan Kitab Tauhid. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah[1] kepada-Ku" (Adz-Dzariyat: 56)
"Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan): ‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut [2] itu’." (An-Nahl: 36)
"Dan
Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.
Jika salah seorang di antara keduanya atau keduanya sampai berumur
lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan
keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu
terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: ‘Wahai
Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah
mendidik aku waktu kecil’." (Al-Isra’: 23-24)
"Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun (berbuat syirik) [3]." (An-Nisaa’: 36)
"Katakanlah:
‘Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu
janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah
terhadap kedua orang tua, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu
karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rizki kepadamu dan kepada
mereka; dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik
yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu
membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan
sesuatu sebab yang benar.’ Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu
kepadamu supaya kamu memahami (nya). Dan janganlah kamu dekati anak
yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia
dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak
memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan
apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia
adalah kerabat (mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu
diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat, dan bahwa (yang Kami
perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan
janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu
mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya.Yang demikian itu diperintahkan
Allah kepadamu agar kamu bertakwa." (Al-An’am: 151 – 153)
Ibnu Mas’ud berkata: "Barangsiapa
yang ingin melihat wasiat Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam, yang
tertera di atas cincin stempel milik beliau, maka hendaklah ia membaca
firman Allah "Katakanlah (Muhammad): ‘Marilah kubacakan apa yang
diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu janganlah kamu mempersekutukan
sesuatu dengan Dia …’ dan seterusnya, sampai pada firman-Nya: "Dan
(kubacakan): ‘Sungguh inilah jalan-Ku berada dalam keadaan lurus …’ dan
seterusnya." [4]
Mu’adz bin Jabal menuturkan,"Aku
pernah diboncengkan Nabi Shalallahu’alaihi wa sallam di atas seekor
keledai. Lalu beliau bersabda kepadaku: ‘Hai Mu’adz, tahukah kamu apa
yang hak Allah yang wajib dipenuhi oleh para hamba-Nya dan hak para
hamba yang pasti dipenuhi oleh Allah?’ Aku menjawab: Allah dan Rasul-Nya
yang lebih mengetahui. Beliaupun bersabda: ‘Hak Allah yang wajib
dipenuhi oleh para hamba-Nya adalah supaya mereka beribadah kepada-Nya
saja dan tidak berbuat syirik sedikitpun kepada-Nya. Sedangkan hak para
hamba yang pasti dipenuhi Allah adalah bahwa Allah tidak akan menyiksa
orang yang tidak berbuat syirik sedikitpun kepada-Nya.’ Aku bertanya Ya
rasulullah tidak perlukah aku menyampaikan kabar gembira ini
kepada orang-orang? Beliau menjawab ‘Janganlah kamu menyampaikan kabar
gembira ini kepada mereka, sehingga mereka nanti akan bersikap
menyandarkan diri’." (Hadits riwayat Al-Bukhari dan Muslim dalam shahih mereka)
Catatan Kaki
[1] Ibadah ialah
penghambaan diri kepada Allah dengan mentaati segala perintah-Nya dan
menjauhi segala larangan-Nya, sebagaimana yang telah disampaikan oleh
Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam.
Dan
inilah hakikat agama Islam, karena Islam maknanya ialah menyerahkan
diri kepada Allah semata-mata yang disertai dengan kepatuhan mutlak kepada-Nya dengan penuh rasa rendah diri dan cinta.
Ibadah berarti juga segala perkataan dan perbuatan, baik lahir maupun batin, yang dicintai dan diridhai Allah. Dan suatu amal diterima oleh Allah sebagai suatu ibadah apabila diniati ikhlash, semata-mata karena Allah; dan mengikuti tuntunan Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam.
[2] Thaghut ialah
setiap yang digunakan -selain Allah- dengan disembah, ditaati, atau
dipatuhi; baik yang digunakan itu berupa batu, manusia, ataupun setan.
Menjauhi thaghut: mengingkarinya; membencinya; tidak mau menyembah dan memujanya baik dalam bentuk dan dengan cara apapun.
[3] Berbuat syirik, memperlakukan sesuatu -selain Allah- sama dengan Allah dalam hal yang merupakan hak khusus bagi-Nya.
[4] Atsar ini diriwayatkan At-Tirmidzi, Ibnu Al-Munzir dan Ibnu Abi Hatim.
Kandungan Bab Ini
- Hikmah diciptakannya jin dan manusia oleh Allah
- Ibadah adalah hakekat tauhid, karena pertentangan yang terjadi [antara Rasulullah dengan kaum musyrikin] dalam masalah tauhid ini.
- Barangsiapa
yang belum melaksanakan tauhid ini, belumlah ia beribadah (menghamba)
kepada Allah. Di sinilah letak pengertian firman Allah:
"Dan kamu bukanlah penyembah Tuhan yang aku sembah." (Al-Kafirun: 3) - Hikmah diutusnya para rasul, [ialah untuk menyerukan tauhid dan melarang syirik]
- Pengutusan Rasul telah mencakup seluruh umat
- Bahwa ajaran / tuntunan para Nabi adalah satu [yaitu tauhid (pemurnian ibadah kepada Allah)]
- Masalah besar, yaitu bahwa ibadah kepada Allah tidak akan terwujud dengan sebenar-benarnya kecuali dengan mengingkari thaghut. Dan inilah pengertian firman Allah, "Barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat." (Al-Baqarah: 256)
- Pengertian thaghut bersifat umum, meliputi setiap yang diagungkan selain Allah
- Ketiga ayat muhkamat yang tersebut dalam surat Al-An’am menurut kaum Salaf, mempunyai kedudukan yang penting karena terkandung di dalamnya sepuluh masalah, yang pertama adalah larangan terhadap perbuatan syirik.
- Ayat-ayat muhkamat yang tersebut dalam surat Al-Isra’, mengandung delapan belas masalah, dimulai dengan firman Allah, "Janganlah kamu adakan tuhan yang lain di samping Allah, agar kamu tidak menjadi tercela dan tidak ditinggalkan (Allah)" (Al-Isra’: 22)
Dan diakhiri dengan firman-Nya, "Dan
janganlah kamu mengadakan tuhan yang lain di samping Allah, yang
menyebabkan kamu dilemparkan ke dalam Neraka dalam keadaan tercela lagi
dijauhkan (dari rahmat Allah)." (al-Isra’:39)
Serta Allah mengingatkan kepada kita akan pentingnya masalah-masalah ini dengan firman-Nya, "Itulah sebagian hikmah yang diwahyukan Tuhan kepadamu." (al-Isra’: 39)
- Ayat dalam surat An-Nisa’, disebutkan di dalamnya sepuluh hak, yang pertama yaitu sebagaimana firman Allah, "Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun." (An-Nisa’: 36)
- Perlu diingat wasiat Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam di saat akhir hayat beliau
- Mengetahui hak Allah ‘Azza wa Jalla yang wajib kita laksanakan
- Mengetahui hak para hamba Allah yang pasti akan dipenuhi-Nya, apabila mereka melaksanakan hak-Nya terhadap mereka
- Bahwa masalah ini tidak diketahui oleh sebagian besar sahabat.[1]
- Boleh merahasiakan ilmu pengetahuan masalah ini untuk maslahat
- Dianjurkan untuk menyampaikan kepada sesama muslim suatu berita yang menggembirakannya
- Rasulullah merasa khawatir terhadap sikap menyandarkan diri kepada keluasan rahmat Allah Ta’ala.
- Jawaban orang yang ditanya sedangkan dia tidak tahu, adalah "Allah wa rasuluhu a’lam" (allah dan rasul-Nya lebih mengetahui)
- Boleh menyampaikan ilmu kepada orang-orang tertentu, tanpa yang lain.
- Kerendahan hati Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam karena ketika menunggang keledai, beliau shalallahu’alaihi wa sallam mau memboncengkan orang lain dibelakangnya
- Boleh memboncengkan seseorang di atas binatang, jika binatang itu kuat
- Keutamaan Mu’adz bin Jabal
- Bahwa tauhid mempunyai kedudukan yang sangat mendasar.
Catatan Kaki
[1]
Tidak diketahui sebagian besar para sahabat, karena Rasulullah
shalallahu’alaihi wa sallam menyuruh Mu’adz agar tidak memberitahukannya
kepada mereka, dengan alasan beliau khawatir kalau mereka nanti akan
bersikap menyandarkan diri kepada keluasan rahmat Allah sehingga tidak
mau berlomba-lomba mengerjakan amal shalih. Maka Mu’adz pun tidak
memberitahukan masalah tersebut kecuali di akhir hayatnya dengan rasa
berdosa. Oleh sebab itu, di masa hidup Mu’adz masalah ini tidak
diketahui oleh kebanyakan sahabat.
0 komentar:
Posting Komentar