Ada dua amalan penting yang dilakukan Jama’ah Haji di hari-hari
tasyriq (11, 12 dan 13 Dzulhijjah) yaitu mabit di Mina dan lempar tiga
jumrah yaitu ‘Ula, Wustho dan ‘Aqobah. Kedua amalan tersebut termasuk wajib haji. Mari kita lihat sekilas mengenai kedua amalan tersebut.
Mabit di Mina pada Hari Tasyriq
Bermalam di Mina adalah wajib pada hari-hari tasyriq. Demikian
pendapat jumhur (baca: mayoritas) ulama. Yang disebut mabit atau
bermalam berarti tinggal di Mina minimal separuh malam atau lebih.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari-hari tersebut
terus berada di Mina. Beliau terus berada di Mina sampai thowaf Wada’
ditunaikan. Jadi beliau tetap di Mina siang dan malam.
Kemudian shalat lima waktu yang dikerjakan oleh jama’ah haji di Mina
tanpa dijamak, masing-masing shalat dikerjakan di waktunya, hanya cukup
diqoshor saja (shalat empat raka’at menjadi dua raka’at). Karena
demikianlah yang dilakukan oleh Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan jika ia melakukannya secara jamak juga boleh akan tetapi hal itu menyelisihi yang Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- lakukan.
Lempar Tiga Jumrah pada Hari Tasyriq
Pada hari tasyriq, ada tiga jumrah yang dilempar. Waktu lempar jumrah pada hari tasyriq adalah setelah zawal (matahari
tergelincir ke barat) hingga tenggelamnya matahari. Demikian yang
disepakati oleh para ulama. Namun jika dilakukan pada malam hari, maka
tetap sah.
Sedangkan bagaimana jika melempar sebelum zawal, apakah dibolehkan?
Boleh jika ada hajat. Namun afdholnya tetap ba’da zawal karena hal ini
disepakati oleh para ulama.
Lempar jumrah yang dilakukan sama seperti hari sebelumnya ketika
melempar jumrah ‘Aqobah dengan tujuh batu untuk tujuh kali lemparan dan
setiap kali melempar disunnahkan mengucapkan takbir (Allahu akbar).
Sah-sah saja menggunakan batu bekas melempar. Dan sah-sah saja
mengambil batu dari tempat mana saja, tidak mesti dari Muzdalifah.
Batu-batu tersebut juga tidak mesti dicuci terlebih dahulu sebagaimana
yang dilakukan oleh sebagian orang.
Sebagian orang awam menganggap bahwa tiang lempar jumrah adalah setan
atau tempat setan. Anggapan ini tidaklah ada landasannya. Semua ini
dilakukan dalam rangka ibadah dan dzikir pada Allah. Dari ‘Aisyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
Urutan lempar jumrah yang dilakukan pada hari tasyriq adalah mulai dari jumrah Ula, lalu jumrah Wustho, lalu jumrah ‘Aqobah.
Yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan, beliau melempar jumrah Ula dan menjadikannya di sisi kiri sambil beliau menghadap kiblat. Kemudian setelah itu beliau maju sedikit lalu menghadap kiblat kemudian berdo’a yang lama dengan mengangkat tangan.
Lalu beliau beralih ke jumrah Wustho dan menjadikannya di sisi kanan dan beliau menghadap kiblat lalu melempar. Kemudian beliau maju ke sisi kirinya dan berdo’a dengan do’a yang panjang sambil mengangkat tangan.
Kemudian setelah itu melempar jumrah ‘Aqobah dan Mina dijadikan di sebelah kanan sedangkan Masjidil Haram di sisi kiri, lalu melempar. Dan setelah itu tidak disunnahkan untuk berdo’a.
Nafr Awwal Sebelum Matahari Tenggelam
Boleh bersegar keluar dari Mina sebelum matahari tenggelam pada hari tasyriq kedua (tanggal 12 Dzulhijjah). Berarti gugur dari mabit pada malam ketiga dari hari tasyriq dan gugur pula melempar jumrah pada hari tersebut. Hal ini berdasarkan ayat,
Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat.
Referensi:
Shifat Hajjatin Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Marzuq Ath Thorifiy, terbitan Maktabah Darul Minhaj, cetakan ketiga, tahun 1433 H, hal.183-190.
@ Sakan 27 Jami’ah Malik Su’ud, Riyadh, KSA, 5 Dzulhijjah 1433 H
Sumber : www.rumaysho.com
0 komentar:
Posting Komentar