-->

15 November 2012

Awas Syirik!!! (2)



Syirik Akbar
Syirik akbar adalah perbuatan atau keyakinan yang membuat pelakunya keluar dari Islam. Bentuknya ialah dengan memaksudkan salah satu peribadatan (lahir maupun batin) kepada selain Allah, seperti berdoa kepada selain Allah, berkorban untuk jin, dan sebagainya. Apabila ia meninggal dan belum bertaubat maka akan kekal berada di dalam neraka.

Macam-Macam Syirik Akbar
Pertama, Syirik dalam hal doa. Yaitu perbuatan memanjatkan permohonan kepada selain Allah di samping kepada Allah. Allah ta’ala berfirman,
فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ
“Apabila mereka menaiki kapal (dan terombang-ambing di tengah samudera) maka mereka pun berdoa kepada Allah dengan ikhlas (tidak syirik sebagaimana ketika dalam kondisi tentram di darat). Kemudian tatkala Kami selamatkan mereka ke daratan maka merekapun berbuat syirik.” (QS. Al ‘Ankabuut: 65)
Termasuk kategori syirik ini adalah meminta perlindungan (isti’adzah) kepada selain Allah dalam perkara yang hanya dapat dilakukan oleh Allah, meminta pertolongan (isti’anah) kepada selain Allah, meminta dihilangkan bala (istighatsah) kepada selain Allah, dan lain-lain.
Kedua, syirik dalam hal niat dan keinginan. Yaitu melakukan suatu amal ibadah dengan niat karena selain Allah. Seperti orang yang beramal akhirat semata-mata untuk meraih keuntungan duniawi. Allah ta’ala berfirman,
مَن كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لاَ يُبْخَسُونَ أُوْلَـئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الآخِرَةِ إِلاَّ النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُواْ فِيهَا وَبَاطِلٌ مَّا كَانُواْ يَعْمَلُونَ
“Barang siapa yang mengharapkan kehidupan dunia dan perhiasannya maka Kami akan penuhi keinginan mereka dengan membalas amal itu di dunia untuk mereka dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. Mereka itulah orang-orang yang tidak meraih apa-apa ketika di akhirat melainkan siksa neraka dan lenyaplah semua amal yang mereka perbuat selama di dunia dan sia-sialah segala amal usaha mereka.” (QS. Huud: 15-16)
Ketiga, syirik dalam hal ketaatan. Yaitu menaati selain Allah untuk berbuat durhaka kepada Allah. Seperti contohnya mengikuti para tokoh dalam hal mengharamkan apa yang dihalalkan Allah atau menghalalkan apa yang diharamkan Allah. Allah ta’ala berfirman,
اتَّخَذُواْ أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَاباً مِّن دُونِ اللّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُواْ إِلاَّ لِيَعْبُدُواْ إِلَـهاً وَاحِداً لاَّ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ
“Mereka telah menjadikan para pendeta (ahli ilmu) dan rahib (ahli ibadah) mereka sebagai sesembahan-sesembahan selain Allah, begitu pula (mereka sembah) Al Masih putra Maryam. Padahal mereka itu tidak disuruh melainkan supaya menyembah sesembahan yang satu. Tidak ada sesembahan yang hak selain Dia, Maha suci Dia (Allah) dari segala bentuk perbutan syirik yang mereka lakukan.” (QS. At Taubah: 31)
Keempat, syirik dalam hal kecintaan. Yaitu mensejajarkan selain Allah dengan Allah dalam hal kecintaan. Allah ta’ala berfirman,
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ اللّهِ أَندَاداً يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللّهِ وَالَّذِينَ آمَنُواْ أَشَدُّ حُبّاً لِّلّهِ
“Dan di antara manusia ada orang yang mengangkat sekutu-sekutu selain Allah yang mereka cintai sebagaimana kecintaan mereka kepada Allah.” (QS. Al Baqarah: 165)
Kalau mensejajarkan saja sudah begitu besar dosanya, lalu bagaimana lagi jika seseorang justru lebih mencintai pujaannya lebih dalam daripada kecintaannya kepada Allah? Lalu bagaimana lagi orang yang sama sekali tidak menaruh rasa cinta kepada Allah?! Laa haula wa laa quwwata illa billaah (lihat At Tauhid li Shaffits-Tsaalits Al ‘Aali, hal. 10-11)
Syirik Ashghar
Syirik ashghar (kecil) yaitu perbuatan atau keyakinan yang mengurangi keutuhan tauhid. Apabila seseorang terjerumus di dalamnya maka dia menanggung dosa yang sangat besar, bahkan dosa besar yang terbesar di bawah tingkatan syirik akbar dan di atas dosa-dosa besar lain seperti mencuri dan berzina. Namun orang yang melakukannya tidak sampai keluar dari Islam, tapi hampir-hampir saja keluar. Dan apabila meninggal dalam keadaan berbuat syirik ashghar ini maka pelakunya termasuk orang yang diancam tidak diampuni dosanya dan terancam dijatuhi siksa di neraka, meskipun tidak akan kekal di sana. Syirik ashghar ini terbagi menjadi syirik zhahir (tampak) dan syirik khafi (tersembunyi/samar).
Pertama, syirik zhahir. Jenis ini meliputi ucapan dan perbuatan fisik yang menjadi sarana menuju syirik akbar. Bisa juga diartikan dengan ucapan dan perbuatan yang disebut sebagai syirik oleh dalil-dalil syariat akan tetapi tidak mencapai tingkatan tandid/persekutuan secara mutlak. Contohnya adalah bersumpah dengan menggunakan selain nama Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang bersumpah dengan menyebut selain nama Allah maka dia telah kafir atau berbuat syirik.” (HR. Tirmidzi, beliau (Tirmidzi) menghasankannya, dan dishahihkan juga oleh Al Hakim). Contoh lainnya adalah mengatakan,
مَا شَاءَ اللهُ ثًمَّ شِئْتَ
“Apa pun yang Allah kehendaki dan yang kamu inginkan.”
Ketika ada seseorang yang mengatakan ucapan itu kepada beliau, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam marah dan bersabda, “Apakah engkau hendak menjadikan aku sebagai sekutu bagi Allah?! Katakanlah Apa pun yang Allah kehendaki, cukup itu saja.” (HR. Nasa’i)
Atau mengatakan, “Seandainya bukan karena dokter maka saya tidak akan sembuh”, dan lain sebagainya. Adapun yang berupa perbuatan fisik ialah seperti memakai jimat untuk tolak bala apabila meyakininya sebagai sebab perantara saja untuk mewujudkan keinginannya. Akan tetapi jika dia meyakininya sebagai faktor utama penentu tercapainya tujuan maka status perbuatan itu berubah menjadi syirik akbar dan mengeluarkan pelakunya dari lingkaran Islam.
Kedua, Syirik kafi (tersembunyi). Jenis ini terletak di dalam gerak-gerik hati manusia. Ia dapat berujud rasa ingin dilihat dan menginginkan pujian orang dalam beramal (riya’) atau ingin didengar (sum’ah). Seperti contohnya: membagus-baguskan gerakan atau bacaan shalat karena mengetahui ada orang yang memperhatikannya. Contoh lainnya adalah bersedekah karena ingin dipuji, berjihad karena ingin dijuluki pemberani, membaca Quran karena ingin disebut Qari’, mengajarkan ilmu karena ingin disebut sebagi ‘Alim, dan lain-lain. Dengan catatan dia masih mengharapkan keridhaan Allah dari perbuatannya itu. Amal yang tercampuri syirik semacam ini tidak akan diterima oleh Allah. Dan apabila ternyata dia hanya mencari tujuan-tujuan hina itu maka perbuatan yang secara lahir berupa amal shalih itu telah berubah menjadi syirik akbar, sebagaimana halnya riya’ yang dimiliki oleh orang munafik. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda yang artinya, “Sesuatu yang paling aku khawatirkan menimpa kalian adalah syirik kecil”. Maka beliau pun ditanya tentangnya. Sehingga beliau menjawab, “Yaitu riya’/ingin dilihat dan dipuji orang.” (HR. Ahmad, dishahihkan Al Albani dalam Ash Shahihah no. 951 dan Shahihul Jami’ no. 1551). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Binasalah hamba dinar, hamba dirham, hamba Khamishah, hamba Khamilah. Jika dia diberi maka dia senang tapi kalau tidak diberi maka dia murka. Binasalah dan rugilah dia…” (HR. Bukhari) (lihat At Tauhid li Shaffits Tsalits Al ‘Aali, hal. 11-12).
Cara-Cara untuk Membentengi Diri dari Syirik

  1. Mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah ‘azza wa jalla dengan senantiasa berupaya memurnikan tauhid.
  2. Menuntut ilmu syar’i.
  3. Mengenali dampak kesyirikan dan menyadari bahwasanya syirik itu akan menghantarkan pelakunya kekal di dalam Jahanam dan menghapuskan amal kebaikan.
  4. Menyadari bahwasanya syirik akbar tidak akan diampuni oleh Allah.
  5. Tidak berteman dengan orang-orang yang bodoh yang hanyut dalam berbagai bentuk kesyirikan.
Maka berhati-hatilah saudaraku dari syirik dengan seluruh macamnya, dan ketahuilah bahwasanya syirik itu bisa berbentuk ucapan, perbuatan dan keyakinan. Terkadang satu kata saja bisa menghancurkan kehidupan dunia dan akhirat seseorang dalam keadaan dia tidak menyadarinya. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah kalian tahu apa yang difirmankan Rabb kalian?” Mereka (para sahabat) mengatakan, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu”. Beliau bersabda, “Pada pagi hari ini ada di antara hamba-Ku yang beriman dan ada yang kafir kepada-Ku. Orang yang berkata, ‘Kami telah mendapatkan anugerah hujan berkat keutamaan Allah dan rahmat-Nya maka itulah yang beriman kepada-Ku dan kafir terhadap bintang. Adapun orang yang berkata, ‘Kami mendapatkan curahan hujan karena rasi bintang ini atau itu, maka itulah orang yang kafir kepada-Ku dan beriman kepada bintang.’” (Muttafaq ‘alaih) (lihat sebuah buku kecil berjudul ‘Isyruuna ‘uqbatan fii Thariiqil Muslim).
Buku-Buku Tentang Tauhid dan Syirik
Para pembaca yang budiman bisa mengkaji lebih dalam lagi tentang hakikat tauhid dan syirik berdasarkan dalil-dalil Al Quran maupun Al Hadits beserta keterangan dari para ulama yang terpercaya melalui buku-buku atau kitab-kitab berikut ini:
  1. Tsalatsatul Ushul (Tiga Landasan Utama) karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah
  2. Qawa’idul Arba’ (Empat Kaidah Penting) karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah
  3. Kitab Tauhid Alladzi Huwa Haqqullahi ‘Alal ‘Abiid karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah
  4. Kasyfu Syubuhaat karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah
Kitab Tauhid 1, 2 dan 3 karya Syaikh Shalih Al Fauzan dan para ulama lainnya
  1. Dalaa’ilut Tauhid (50 tanya jawab akidah) karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah
  2. Tanbihaat Muhtasharah Syarh Al Wajibaat (Penjelasan hal-hal yang harus diketahui oleh setiap muslim dan muslimah) karya Syaikh Ibrahim bin Syaikh Shalih Al Khuraishi
  3. Syarah Tsalatsatul Ushul (Penjelasan Tiga Landasan Utama) karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah
  4. Hasyiyah Tsalatsatul Ushul karya Syaikh Abdurrahman bin Qasim Al Hanbali An Najdi rahimahullah
  5. Taisirul Wushul ila Nailil Ma’muul karya Syaikh Nu’man bin Abdul Karim Al Watr
  6. Hushulul Ma’mul bi Syarhi Tsalatsatil Ushul karya Syaikh Abdullah bin Shalih Al Fauzan
  7. Thariqul Wushul ila Idhaahi Tsalatsatil Ushul karya Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hadi Al Madkhali hafizhahullah
  8. Syarah Kitab Tsalatsatul Ushul karya Syaikh Shalih bin Abdul ‘Aziz Alusy Syaikh hafizhahullah
  9. Syarah Qawa’idul Arba’ karya Syaikh Shalih bin Abdul ‘Aziz Alusy Syaikh
  10. Fathul Majid Syarah Kitab Tauhid (Membongkar akar kesyirikan) karya Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah
  11. Qaulus Sadid fi Maqashidi Tauhid (Penjabaran sistematik kitab tauhid) karya Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah
  12. Qaulul Mufid Syarah Kitab Tauhid karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah
  13. Ibthalut Tandiid bi Ikhtishaari Syarhi Kitabit Tauhid karya Syaikh Hamad bin ‘Atiq rahimahullah
  14. Al Mulakhkhash fi Syarhi Kitabit Tauhid karya DR. Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhahullah
  15. Al Jadid fi Syarhi Kitabit Tauhid (Cara mudah memahami tauhid) karya Syaikh Muhammad bin Abdul ‘Aziz Al Qar’awi
  16. At Tamhid li Syarhi Kitabit Tauhid karya Syaikh Shalih bin Abul ‘Aziz Alusy Syaikh hafizhahullah
  17. Syarah Kasyfu Syubuhaat karya Syaikh Shalih Al Fauzan
  18. Syarah Kasfyu Syubuhaat karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin
  19. Syarah Kasyfu Syubuhaat karya Syaikh Shalih bin Abdul ‘Aziz Alusy Syaikh
  20. At Taudhihaat Al Kasyifaat ‘ala Kasfi Syubuhaat karya Syaikh Muhammad bin Abdullah bin Shalih Al Habdan
  21. Ad Dalaa’il wal Isyaraat ‘ala Kasyfi Subuhaat karya Syaikh Shalih bin Muhammad Al Asmari
  22. Minhaaj Al Firqah An Najiyah karya Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu
  23. Kitab ‘Aqidah Ath Thahawiyah karya Imam Abu Ja’far Ath Thahawi rahimahullah
  24. Syarah ‘Aqidah Thahawiyah karya Imam Ibnu Abil ‘Izz Al Hanafi rahimahullah
  25. ‘Aqidah Thahawiyah Syarh wa Ta’liq karya Syaikh Al Albani rahimahullah
  26. Ta’liq ‘Aqidah Thahawiyah karya Syaikh Shalih Al Fauzan
  27. Al Minhah Al Ilahiyah fi Tahdzib Syarh Thahawiyah karya Syaikh Abdul Akhir Hammad Al Ghunaimi
  28. Dan lain-lain
Memurnikan Tauhid dari Kotoran Syirik
Syaikh Abdurrahman bin Hasan mengatakan bahwa makna merealisasikan tauhid ialah memurnikannya dari kotoran-kotoran syirik, bid’ah dan maksiat (lihat Ibthaalu Tandiid hal. 28) Sehingga untuk bisa merealisasikan tauhid seorang muslim harus:
  1. Meninggalkan syirik dalam semua jenisnya: Syirik akbarsyirik ashghar, dan syirik khafi.
  2. Meninggalkan seluruh bentuk bid’ah.
  3. Meninggalkan seluruh bentuk maksiat. (At Tamhiid, hal. 33)
Tauhid benar-benar akan terrealisasi pada diri seseorang apabila di dalam dirinya terkumpul tiga perkara, yaitu:
  1. Ilmu, karena tidak mungkin seseorang mewujudkan sesuatu yang tidak diketahuinya. Allah berfirman yang artinya, “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada sesembahan yang hak selain Allah.” (QS. Muhammad: 19)
  2. Keyakinan (I’tiqad). Karena orang yang mengetahui tauhid tanpa meyakininya adalah orang yang sombong. Maka orang seperti ini tidak akan bisa merealisasikan tauhid. Hal itu sebagaimana keadaan orang musyrikin Quraisy yang paham makna tauhid tapi justru menolaknya, sebagaimana dikisahkan oleh Allah di dalam ayat-Nya yang artinya, “(mereka berkata) Apakah dia (Muhammad) akan menjadikan tuhan-tuhan yang banyak itu menjadi satu sesembahan saja. Sungguh, ini adalah perkara yang sangat mengherankan !” (QS. Shaad: 5)
  3. Ketundukan terhadap aturan (Inqiyad). Orang yang telah mengetahui hakikat tauhid dan meyakininya akan tetapi tidak mau tunduk terhadap konsekuensinya bukanlah orang yang merealisasikan tauhid. (lihat Al Qaul Al Mufid ‘ala Kitab At Tauhid, jilid 1 hal. 55).
Balasan Bagi Orang yang Bersih Tauhidnya
Allah ta’ala berfirman,
الَّذِينَ آمَنُواْ وَلَمْ يَلْبِسُواْ إِيمَانَهُم بِظُلْمٍ أُوْلَـئِكَ لَهُمُ الأَمْنُ وَهُم مُّهْتَدُونَ
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al An’aam: 82)
Syaikh Hamad bin ‘Atiq rahimahullah mengatakan, “Mereka itu adalah orang-orang yang mentauhidkan Allah dan tidak menodai tauhidnya dengan kesyirikan. Mereka itulah yang mendapatkan keamanan. Sedangkan keamanan itu ada dua macam (1) keamanan mutlak dan (2) keamanan muqayyad/tidak mutlak. Yang pertama itu ialah keamanan dari tertimpa azab. Keamanan ini diperuntukkan bagi orang yang meninggal di atas tauhid dan tidak terus menerus berkubang dalam dosa-dosa besar. Adapun yang kedua berlaku bagi orang yang meninggal di atas tauhid akan tetapi dia masih dalam keadaan berkubang dalam dosa-dosa besar. Maka dia akan memperoleh keamanan dari hukuman kekal di dalam neraka.” (Ibthalu Tandiid, hal. 19).
Semoga Allah ‘azza wa jalla menjadikan kita termasuk di antara hamba-hamba-Nya yang benar-benar memurnikan tauhid dari sampah-sampah syirik. Alhamdulillaahi Rabbil ‘aalamiin.
***
Penulis: Abu Muslih Ari Wahyudi

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.