Syirik Akbar
Syirik akbar adalah perbuatan atau keyakinan yang
membuat pelakunya keluar dari Islam. Bentuknya ialah dengan memaksudkan
salah satu peribadatan (lahir maupun batin) kepada selain Allah, seperti
berdoa kepada selain Allah, berkorban untuk jin, dan sebagainya.
Apabila ia meninggal dan belum bertaubat maka akan kekal berada di dalam
neraka.
Macam-Macam Syirik Akbar
Pertama, Syirik dalam hal doa. Yaitu perbuatan memanjatkan permohonan
kepada selain Allah di samping kepada Allah. Allah ta’ala berfirman,
فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ
الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ
“Apabila mereka menaiki kapal (dan terombang-ambing di tengah
samudera) maka mereka pun berdoa kepada Allah dengan ikhlas (tidak
syirik sebagaimana ketika dalam kondisi tentram di darat). Kemudian
tatkala Kami selamatkan mereka ke daratan maka merekapun berbuat
syirik.” (QS. Al ‘Ankabuut: 65)
Termasuk kategori syirik ini adalah meminta perlindungan (isti’adzah) kepada selain Allah dalam perkara yang hanya dapat dilakukan oleh Allah, meminta pertolongan (isti’anah) kepada selain Allah, meminta dihilangkan bala (istighatsah) kepada selain Allah, dan lain-lain.
Kedua, syirik dalam hal niat dan keinginan. Yaitu melakukan suatu
amal ibadah dengan niat karena selain Allah. Seperti orang yang beramal
akhirat semata-mata untuk meraih keuntungan duniawi. Allah ta’ala
berfirman,
مَن كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ
إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لاَ يُبْخَسُونَ
أُوْلَـئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الآخِرَةِ إِلاَّ النَّارُ
وَحَبِطَ مَا صَنَعُواْ فِيهَا وَبَاطِلٌ مَّا كَانُواْ يَعْمَلُونَ
“Barang siapa yang mengharapkan kehidupan dunia dan perhiasannya
maka Kami akan penuhi keinginan mereka dengan membalas amal itu di dunia
untuk mereka dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. Mereka itulah
orang-orang yang tidak meraih apa-apa ketika di akhirat melainkan siksa
neraka dan lenyaplah semua amal yang mereka perbuat selama di dunia dan
sia-sialah segala amal usaha mereka.” (QS. Huud: 15-16)
Ketiga, syirik dalam hal ketaatan. Yaitu menaati selain Allah untuk
berbuat durhaka kepada Allah. Seperti contohnya mengikuti para tokoh
dalam hal mengharamkan apa yang dihalalkan Allah atau menghalalkan apa
yang diharamkan Allah. Allah ta’ala berfirman,
اتَّخَذُواْ أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَاباً مِّن دُونِ
اللّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُواْ إِلاَّ لِيَعْبُدُواْ
إِلَـهاً وَاحِداً لاَّ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا
يُشْرِكُونَ
“Mereka telah menjadikan para pendeta (ahli ilmu) dan rahib (ahli
ibadah) mereka sebagai sesembahan-sesembahan selain Allah, begitu pula
(mereka sembah) Al Masih putra Maryam. Padahal mereka itu tidak disuruh
melainkan supaya menyembah sesembahan yang satu. Tidak ada sesembahan
yang hak selain Dia, Maha suci Dia (Allah) dari segala bentuk perbutan
syirik yang mereka lakukan.” (QS. At Taubah: 31)
Keempat, syirik dalam hal kecintaan. Yaitu mensejajarkan selain Allah dengan Allah dalam hal kecintaan. Allah ta’ala berfirman,
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ اللّهِ أَندَاداً
يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللّهِ وَالَّذِينَ آمَنُواْ أَشَدُّ حُبّاً
لِّلّهِ
“Dan di antara manusia ada orang yang mengangkat sekutu-sekutu
selain Allah yang mereka cintai sebagaimana kecintaan mereka kepada
Allah.” (QS. Al Baqarah: 165)
Kalau mensejajarkan saja sudah begitu besar dosanya, lalu bagaimana
lagi jika seseorang justru lebih mencintai pujaannya lebih dalam
daripada kecintaannya kepada Allah? Lalu bagaimana lagi orang yang sama
sekali tidak menaruh rasa cinta kepada Allah?! Laa haula wa laa quwwata illa billaah (lihat At Tauhid li Shaffits-Tsaalits Al ‘Aali, hal. 10-11)
Syirik Ashghar
Syirik ashghar (kecil) yaitu perbuatan atau
keyakinan yang mengurangi keutuhan tauhid. Apabila seseorang terjerumus
di dalamnya maka dia menanggung dosa yang sangat besar, bahkan dosa
besar yang terbesar di bawah tingkatan syirik akbar dan di atas
dosa-dosa besar lain seperti mencuri dan berzina. Namun orang yang
melakukannya tidak sampai keluar dari Islam, tapi hampir-hampir saja
keluar. Dan apabila meninggal dalam keadaan berbuat syirik ashghar ini
maka pelakunya termasuk orang yang diancam tidak diampuni dosanya dan
terancam dijatuhi siksa di neraka, meskipun tidak akan kekal di sana. Syirik ashghar ini terbagi menjadi syirik zhahir (tampak) dan syirik khafi (tersembunyi/samar).
Pertama, syirik zhahir. Jenis ini meliputi ucapan dan
perbuatan fisik yang menjadi sarana menuju syirik akbar. Bisa juga
diartikan dengan ucapan dan perbuatan yang disebut sebagai syirik oleh
dalil-dalil syariat akan tetapi tidak mencapai tingkatan
tandid/persekutuan secara mutlak. Contohnya adalah bersumpah dengan
menggunakan selain nama Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang bersumpah dengan menyebut selain nama Allah maka dia telah kafir atau berbuat syirik.” (HR. Tirmidzi, beliau (Tirmidzi) menghasankannya, dan dishahihkan juga oleh Al Hakim). Contoh lainnya adalah mengatakan,
مَا شَاءَ اللهُ ثًمَّ شِئْتَ
“Apa pun yang Allah kehendaki dan yang kamu inginkan.”
Ketika ada seseorang yang mengatakan ucapan itu kepada beliau, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam marah dan bersabda, “Apakah engkau hendak menjadikan aku sebagai sekutu bagi Allah?! Katakanlah Apa pun yang Allah kehendaki, cukup itu saja.” (HR. Nasa’i)
Atau mengatakan, “Seandainya bukan karena dokter maka saya tidak akan sembuh”,
dan lain sebagainya. Adapun yang berupa perbuatan fisik ialah seperti
memakai jimat untuk tolak bala apabila meyakininya sebagai sebab
perantara saja untuk mewujudkan keinginannya. Akan tetapi jika dia
meyakininya sebagai faktor utama penentu tercapainya tujuan maka status
perbuatan itu berubah menjadi syirik akbar dan mengeluarkan pelakunya
dari lingkaran Islam.
Kedua, Syirik kafi (tersembunyi). Jenis ini terletak di
dalam gerak-gerik hati manusia. Ia dapat berujud rasa ingin dilihat dan
menginginkan pujian orang dalam beramal (riya’) atau ingin didengar (sum’ah).
Seperti contohnya: membagus-baguskan gerakan atau bacaan shalat karena
mengetahui ada orang yang memperhatikannya. Contoh lainnya adalah
bersedekah karena ingin dipuji, berjihad karena ingin dijuluki
pemberani, membaca Quran karena ingin disebut Qari’, mengajarkan ilmu
karena ingin disebut sebagi ‘Alim, dan lain-lain. Dengan catatan dia
masih mengharapkan keridhaan Allah dari perbuatannya itu. Amal yang
tercampuri syirik semacam ini tidak akan diterima oleh Allah. Dan
apabila ternyata dia hanya mencari tujuan-tujuan hina itu maka perbuatan
yang secara lahir berupa amal shalih itu telah berubah menjadi syirik
akbar, sebagaimana halnya riya’ yang dimiliki oleh orang munafik.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda yang artinya, “Sesuatu
yang paling aku khawatirkan menimpa kalian adalah syirik kecil”. Maka
beliau pun ditanya tentangnya. Sehingga beliau menjawab, “Yaitu
riya’/ingin dilihat dan dipuji orang.” (HR. Ahmad, dishahihkan Al Albani dalam Ash Shahihah no. 951 dan Shahihul Jami’ no. 1551). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Binasalah
hamba dinar, hamba dirham, hamba Khamishah, hamba Khamilah. Jika dia
diberi maka dia senang tapi kalau tidak diberi maka dia murka. Binasalah
dan rugilah dia…” (HR. Bukhari) (lihat At Tauhid li Shaffits Tsalits Al ‘Aali, hal. 11-12).
Cara-Cara untuk Membentengi Diri dari Syirik
- Mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah ‘azza wa jalla dengan senantiasa berupaya memurnikan tauhid.
- Menuntut ilmu syar’i.
- Mengenali dampak kesyirikan dan menyadari bahwasanya syirik itu akan menghantarkan pelakunya kekal di dalam Jahanam dan menghapuskan amal kebaikan.
- Menyadari bahwasanya syirik akbar tidak akan diampuni oleh Allah.
- Tidak berteman dengan orang-orang yang bodoh yang hanyut dalam berbagai bentuk kesyirikan.
Buku-Buku Tentang Tauhid dan Syirik
Para pembaca yang budiman bisa mengkaji lebih dalam lagi tentang hakikat tauhid dan syirik berdasarkan dalil-dalil Al Quran maupun Al Hadits beserta keterangan dari para ulama yang terpercaya melalui buku-buku atau kitab-kitab berikut ini:
- Tsalatsatul Ushul (Tiga Landasan Utama) karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah
- Qawa’idul Arba’ (Empat Kaidah Penting) karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah
- Kitab Tauhid Alladzi Huwa Haqqullahi ‘Alal ‘Abiid karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah
- Kasyfu Syubuhaat karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah
- Dalaa’ilut Tauhid (50 tanya jawab akidah) karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah
- Tanbihaat Muhtasharah Syarh Al Wajibaat (Penjelasan hal-hal yang harus diketahui oleh setiap muslim dan muslimah) karya Syaikh Ibrahim bin Syaikh Shalih Al Khuraishi
- Syarah Tsalatsatul Ushul (Penjelasan Tiga Landasan Utama) karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah
- Hasyiyah Tsalatsatul Ushul karya Syaikh Abdurrahman bin Qasim Al Hanbali An Najdi rahimahullah
- Taisirul Wushul ila Nailil Ma’muul karya Syaikh Nu’man bin Abdul Karim Al Watr
- Hushulul Ma’mul bi Syarhi Tsalatsatil Ushul karya Syaikh Abdullah bin Shalih Al Fauzan
- Thariqul Wushul ila Idhaahi Tsalatsatil Ushul karya Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hadi Al Madkhali hafizhahullah
- Syarah Kitab Tsalatsatul Ushul karya Syaikh Shalih bin Abdul ‘Aziz Alusy Syaikh hafizhahullah
- Syarah Qawa’idul Arba’ karya Syaikh Shalih bin Abdul ‘Aziz Alusy Syaikh
- Fathul Majid Syarah Kitab Tauhid (Membongkar akar kesyirikan) karya Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah
- Qaulus Sadid fi Maqashidi Tauhid (Penjabaran sistematik kitab tauhid) karya Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah
- Qaulul Mufid Syarah Kitab Tauhid karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah
- Ibthalut Tandiid bi Ikhtishaari Syarhi Kitabit Tauhid karya Syaikh Hamad bin ‘Atiq rahimahullah
- Al Mulakhkhash fi Syarhi Kitabit Tauhid karya DR. Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhahullah
- Al Jadid fi Syarhi Kitabit Tauhid (Cara mudah memahami tauhid) karya Syaikh Muhammad bin Abdul ‘Aziz Al Qar’awi
- At Tamhid li Syarhi Kitabit Tauhid karya Syaikh Shalih bin Abul ‘Aziz Alusy Syaikh hafizhahullah
- Syarah Kasyfu Syubuhaat karya Syaikh Shalih Al Fauzan
- Syarah Kasfyu Syubuhaat karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin
- Syarah Kasyfu Syubuhaat karya Syaikh Shalih bin Abdul ‘Aziz Alusy Syaikh
- At Taudhihaat Al Kasyifaat ‘ala Kasfi Syubuhaat karya Syaikh Muhammad bin Abdullah bin Shalih Al Habdan
- Ad Dalaa’il wal Isyaraat ‘ala Kasyfi Subuhaat karya Syaikh Shalih bin Muhammad Al Asmari
- Minhaaj Al Firqah An Najiyah karya Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu
- Kitab ‘Aqidah Ath Thahawiyah karya Imam Abu Ja’far Ath Thahawi rahimahullah
- Syarah ‘Aqidah Thahawiyah karya Imam Ibnu Abil ‘Izz Al Hanafi rahimahullah
- ‘Aqidah Thahawiyah Syarh wa Ta’liq karya Syaikh Al Albani rahimahullah
- Ta’liq ‘Aqidah Thahawiyah karya Syaikh Shalih Al Fauzan
- Al Minhah Al Ilahiyah fi Tahdzib Syarh Thahawiyah karya Syaikh Abdul Akhir Hammad Al Ghunaimi
- Dan lain-lain
Syaikh Abdurrahman bin Hasan mengatakan bahwa makna merealisasikan tauhid ialah memurnikannya dari kotoran-kotoran syirik, bid’ah dan maksiat (lihat Ibthaalu Tandiid hal. 28) Sehingga untuk bisa merealisasikan tauhid seorang muslim harus:
- Meninggalkan syirik dalam semua jenisnya: Syirik akbar, syirik ashghar, dan syirik khafi.
- Meninggalkan seluruh bentuk bid’ah.
- Meninggalkan seluruh bentuk maksiat. (At Tamhiid, hal. 33)
- Ilmu, karena tidak mungkin seseorang mewujudkan sesuatu yang tidak diketahuinya. Allah berfirman yang artinya, “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada sesembahan yang hak selain Allah.” (QS. Muhammad: 19)
- Keyakinan (I’tiqad). Karena orang yang mengetahui tauhid tanpa meyakininya adalah orang yang sombong. Maka orang seperti ini tidak akan bisa merealisasikan tauhid. Hal itu sebagaimana keadaan orang musyrikin Quraisy yang paham makna tauhid tapi justru menolaknya, sebagaimana dikisahkan oleh Allah di dalam ayat-Nya yang artinya, “(mereka berkata) Apakah dia (Muhammad) akan menjadikan tuhan-tuhan yang banyak itu menjadi satu sesembahan saja. Sungguh, ini adalah perkara yang sangat mengherankan !” (QS. Shaad: 5)
- Ketundukan terhadap aturan (Inqiyad). Orang yang telah mengetahui hakikat tauhid dan meyakininya akan tetapi tidak mau tunduk terhadap konsekuensinya bukanlah orang yang merealisasikan tauhid. (lihat Al Qaul Al Mufid ‘ala Kitab At Tauhid, jilid 1 hal. 55).
Allah ta’ala berfirman,
الَّذِينَ آمَنُواْ وَلَمْ يَلْبِسُواْ إِيمَانَهُم بِظُلْمٍ أُوْلَـئِكَ لَهُمُ الأَمْنُ وَهُم مُّهْتَدُونَ
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al An’aam: 82)
Syaikh Hamad bin ‘Atiq rahimahullah mengatakan, “Mereka itu adalah orang-orang yang mentauhidkan Allah dan tidak menodai tauhidnya dengan kesyirikan. Mereka itulah yang mendapatkan keamanan. Sedangkan keamanan itu ada dua macam (1) keamanan mutlak dan (2) keamanan muqayyad/tidak mutlak. Yang pertama itu ialah keamanan dari tertimpa azab. Keamanan ini diperuntukkan bagi orang yang meninggal di atas tauhid dan tidak terus menerus berkubang dalam dosa-dosa besar. Adapun yang kedua berlaku bagi orang yang meninggal di atas tauhid akan tetapi dia masih dalam keadaan berkubang dalam dosa-dosa besar. Maka dia akan memperoleh keamanan dari hukuman kekal di dalam neraka.” (Ibthalu Tandiid, hal. 19).
Semoga Allah ‘azza wa jalla menjadikan kita termasuk di antara hamba-hamba-Nya yang benar-benar memurnikan tauhid dari sampah-sampah syirik. Alhamdulillaahi Rabbil ‘aalamiin.
***
Penulis: Abu Muslih Ari Wahyudi
0 komentar:
Posting Komentar