Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Masalah niat, telah menjadi masalah sangat penting dalam ibadah
seorang mukmin. Pada kesempatan ini, sejenak akan kita bahas tentang
niat dalam berqurban.
Pertama, ibadah qurban sebagaimana
layaknya ibadah lainnya, harus dilakukan dengan niat. Adanya niat
merupakan syarat sah berqurban. An-Nawawi mengatakan:
والنية شرط لصحة التضحية
“Niat adalah syarat sah berqurban.” (Al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 8/380).
Kedua, ulama sepakat bahwa niat tidak perlu
dilafalkan. Karena niat tempatnya di hati, bukan di lisan. Seseorang
mengucapkan A, namun tidak sesuai dengan isi hatinya maka tidak dihitung
sebagai niat. Karena itu, tidak ada lafal niat yang tidak mungkin
dipahami oleh orang yang mengucapkannya.
Kaitannya dengan hal ini, ada beberapa orang yang bingung dan
bertanya tentang niat satu ibadah. Kemudian dia mendapatkan jawaban,
bahwa niat amal ini bunyinya : nawaitu al-udhiyata bi syaatin lillahi
ta’ala. Dia ucapkan teks niat ini, sementara dia sama sekali tidak tahu
artinya. Lalu, bagaimana mungkin ini bisa disebut niat. Padahal dia
tidak paham dengan niat yang dia ucapkan.
Ya, karena itu, selama anda sudah punya keinginan untuk menyembelih
hewan x sebagai qurban, maka anda sudah dianggap berniat untuk melakukan
qurban.
Ketika anda mentransfer uang ke panitia qurban, anda sudah dianggap
telah berniat qurban. Pada saat anda ditanya, uang senilai 1,5 jt. yang
anda kirim ini untuk apa? Anda tidak mungkin menjawab: “Ya, terserah
takmir masjid, mau dipake pembangunan juga boleh.” Sementara anda
berkeinginan agar uang itu digunakan untuk membeli hewan qurban.
Ketiga, Ucapan yang dilantunkan ketika menyembelih: Allahumma hadza minka wa laka annii [Ya Allah, ini nikmat dari-Mu, qurban untu-Mu,
dariku] bukan niat tapi hanya i’lan (mengabarkan). Dia ucapkan itu,
sebagai bentuk mengabarkan apa yang ada dalam hatinya.
Imam Ibnu Utsaimin, ulama yang bergelar faqihuz zaman, pernah ditanya, apakah lafal yang diucapkan ketika menyembelih termasuk bentuk melafalkan niat?
Beliau menjawab:
ليس هذا تلفظاَ بالنية ، “لأن قول المضحي : هذه عني وعن أهل بيتي ،
إخبار عما في قلبه ، لم يقل اللهم إني أريد أن أضحي . كما يقول من يريد أن
ينطق بالنية ، بل أظهر ما في قلبه فقط ، وإلا فإن النية سابقة من حين أن
أتى بالأضحية وأضجعها وذبحها فقد نوى” انتهى .
“Ini bukan bentuk melafalkan niat. Karena perkataan orang yang
menyembelih: ‘Ini qurban dariku dan keluargaku’ sifatnya sebatas
memberitakan apa yang ada dalam hatinya. Karena dia sendiri tidak
mengatakan: ‘Ya Allah, saya ingin berqurban.’ Sebagaimana yang dilakukan
oleh orang yang melafalkan niat. Akan tetapi yang dilakukan orang ini
hanya menampakkan apa yang ada di hatinya saja. Kerena sesungguhnya
niatnya sudah ada ketika hewan qurbannya dibawa, kemudian dibaringkan
dan disembelih, berarti dia sudah niat.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin, 22/20)
Keempat, Apakah niat qurban harus bersamaan dengan menyembelih qurban?
Dalam hal ini ada dua pendapat, sebagaimana yang disebutkan An-Nawawi dalam Al-Majmu’;
وَهَلْ يَجُوزُ تَقْدِيمُهَا عَلَى حَالَةِ الذَّبْحِ أَمْ يُشْتَرَطُ
قَرْنُهَا بِهِ، فِيهِ وَجْهَانِ: أَصَحُّهُمَا: جَوَازُ التَّقْدِيمِ
كَمَا فِي الصَّوْمِ وَالزَّكَاةِ عَلَى الْأَصَحِّ
Bolehkah mendahulukan niat sebelum menyembelih qurban, ataukah disyaratkan harus membarengkan niat dengan menyembelih?
Dalam hal ini ada dua pendapat dalam madzhab syafiiyah: pendapat yang
paling kuat, boleh mendahulukan niat sebelum menyembelih, sebagaimana
untuk puasa dan zakat, menurut pendapat yang kuat. (Al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 8/406).
Kelima, Orang yang mewakilkan penyembelihan qurban
kepada jagal, yang berniat bukan jagalnya tapi pemilik hewan qurban itu.
Sementara yang diucapkan oleh si jagal, hanyalah mengabarkan bahwa
qurban ini dari si Fulan. Si Jagal mengucapkan: Allahumma hadza ‘an Fulan [Ya Allah, ini dari Fulan]. Andaipun si jagal tidak mengucapkan kalimat pemberitaan ini, qurban tetap sah.
Allahu a’lam.
Oleh ustadz Ammi Nur Baits
15 November 2012
Cara Niat Qurban
Diberdayakan oleh Blogger.







0 komentar:
Posting Komentar