1. Hukum Memberi Ucapan Selamat Merayakan Tahun Baru Islam
Fatwa Mufti Saudi Arabia sahamatus syaikh Abdul Aziz Alu Asy-Syaikh –Hafizhahullah-
Pertanyaan :
Bolehkah memberi ucapan Selamat atau membuat perayaan tahun Baru?
Jawab:
Mengadakan perayaan tahun baru hijriyah atau merayakan peristiwa
hijrah adalah perkara yang sama sekali tidak pernah dilakukan oleh
sabiqunal awwalun (generasi yang pertama –sahabat,tabi’in,tabi’ut
tabi’in-) yang berhijrah dan mengerti betul peristiwa tersebut serta
perkembangannya. Mereka tidak melakukan hal yang demikian sama sekali.
Karena dengan peristiwa ini menguatlah keimanan di dalam hati-hati
mereka.Inilah pengaruhnya kepada mereka.
Adapun mengadakan perayaan,khutbah, muhasabah, ini semua tidak pernah
ada. Apabila Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali serta Imam mereka penghulu
Manusia yang pertama dan terakhir tidak pernah membuat untuk peristiwa
tersebut sebuah perayaan dan tidak pula khutbah tertentu, hal ini
menegaskan kepada kita bahwa perkara itu semua adalah muhdats (ajaran
Baru/Bid’ah). Dan yang Utama bagi kita adalah tidak mengadakan hal-hal
yang demikian, melainkan apabila kita mengingat peristiwa tersebut kita
bersyukur kepada Allah atas segala nikmat-Nya dan menguatlah keinginan
kita dalam kebaikan dan bersyukur kepada-Nya atas kemenangan
agama-Nya.ini yang diinginkan. Kita memohon kepada Allah subahanahu wa
ta’ala agar kita dapat mengikuti Nabi kita Shalallahu ‘alaihi wasallam
dan berpedoman kepadanya dalam ucapan dan amalannya agar kita bisa
mewujudkan kecintaan yang sebenarnya,
قل إن كنتم تحبون الله فاتبعوني يعببكم الله
“Katakanlah , “jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah
aku,niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.”(Qs. Ali Imran:31)
Nuurrun ‘ala Ad-Darb (2/1/1427H)
2. Hukum Merayakan Tahun Baru Islam
Oleh Al ‘Allamah Asy-Syaikh Utsaimin Rahimahullah
Telah menjadi kebiasaan di tengah-tengah kaum muslimin memperingati
Tahun Baru Islam. Sehingga tanggal 1 Muharram termasuk salah satu Hari
Besar Islam yang diperingati secara rutin oleh kaum muslimin.
Bagaimana hukum memperingati Tahun Baru Islam dan menjadikan 1
Muharram sebagai Hari Besar Islam? Apakah perbuatan tersebut dibenarkan
dalam syari’at Islam?
Berikut penjelasan Asy-Syaikh Al-’Allâmah Al-Faqîh Muhammad bin
Shâlih Al-’Utsaimîn rahimahullahu Ta’ala ketika beliau ditanya tentang
permasalahan tersebut. Beliau adalah seorang Ulama Besar ahli fiqih
paling terkemuka pada masa ini.
Pertanyaan :
Telah banyak tersebar di berbagai negara Islam perayaan hari pertama
bulan Muharram pada setiap tahun, karena itu merupakan hari pertama
tahun hijriyyah. Sebagian mereka menjadikannya sebagai hari libur dari
bekerja, sehingga mereka tidak masuk kerja pada hari itu. Mereka juga
saling tukar menukar hadiah dalam bentuk barang. Ketika mereka ditanya
tentang masalah tersebut, mereka menjawab bahwa masalah perayaan
hari-hari besar kembalinya kepada adat kebiasaan manusia. Tidak mengapa
membuat hari-hari besar untuk mereka dalam rangka bergembira dan saling
tukar hadiah. Terutama pada zaman ini, manusia sibuk dengan berbagai
aktivitas pekerjaan mereka dan terpisah-pisah. Maka ini termasuk bid’ah
hasanah. Demikian alasan mereka.
Bagaimana pendapat engkau, semoga Allah memberikan taufiq kepada
engkau. Kami memohon kepada Allah agar menjadikan ini termasuk dalam
timbangan amal kebaikan engkau.
Asy-Syaikh Muhammad bin Shâlih Al-’Utsaimîn rahimahullahu Ta’ala menjawab :
تخصيص الأيام، أو الشهور، أو السنوات بعيد مرجعه إلى الشرع وليس
إلى العادة، ولهذا لما قدم النبي صلى الله عليه وعلى آله وسلم المدينة
ولهم يومان يلعبون فيهما
فقال: «ما هذان اليومان»؟ قالوا: كنا نلعب فيهما في الجاهلية،
فقال رسول الله صلى الله عليه وعلى آله وسلم: «إن الله قد أبدلكم بهما
خيراً منهما: يوم الأضحى،
ويوم الفطر». ولو أن الأعياد في الإسلام كانت تابعة للعادات لأحدث الناس لكل حدث عيداً ولم يكن للأعياد الشرعية كبير فائدة.
ثم إنه يخشى أن هؤلاء اتخذوا رأس السنة أو أولها عيداً متابعة
للنصارى ومضاهاة لهم حيث يتخذون عيداً عند رأس السنة الميلادية فيكون في
اتخاذ شهر المحرم عيداً
محذور آخر. كتبه محمد بن صالح العثيمين
24/1/1418 هـ
Jawab :
Pengkhususan hari-hari tertentu, atau bulan-bulan tertentu, atau
tahun-tahun tertentu sebagai hari besar/hari raya (‘Id) maka kembalinya
adalah kepada ketentuan syari’at, bukan kepada adat.
Oleh karena itu ketika Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam datang
datang ke Madinah, dalam keadaan penduduk Madinah memiliki dua hari
besar yang mereka bergembira ria padanya, maka beliau bertanya : “Apakah
dua hari ini?” maka mereka menjawab : “(Hari besar) yang kami biasa
bergembira padanya pada masa jahiliyyah.
Maka Rasulullâh shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya
Allah telah menggantikan dua hari tersebut dengan hari raya yang lebih
baik, yaitu ‘Idul Adh-ha dan ‘Idul Fitri.“
Kalau seandainya hari-hari besar dalam Islam itu mengikuti adat
kebiasaan, maka manusia akan seenaknya menjadikan setiap kejadian
penting sebagai hari raya/hari besar, dan hari raya syar’i tidak akan
ada gunanya.
Kemudian apabila mereka menjadikan penghujung tahun atau awal tahun
(hijriyyah) sebagai hari raya maka dikhawatirkan mereka mengikuti
kebiasaan Nashara dan menyerupai mereka. Karena mereka menjadikan
penghujung tahun miladi/masehi sebagai hari raya. Maka menjadikan bulan
Muharram sebagai hari besar/hari raya terdapat bahaya lain.
Allah berfirman :
أَتَسْتَبْدِلُونَ الَّذِي هُوَ أَدْنَى بِالَّذِي هُوَ خَيْرٌ“
Maukah kamu mengambil yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik?” (QS. Al-Baqarah : 61)
Ditulis oleh : Muhammad bin Shâlih Al-’Utsaimîn pada 24 – 1 – 1418 H
[dinukil dari Majmû Fatâwâ wa Rasâ`il Ibni ‘Utsaimîn pertanyaan no. 8131]
Para pembaca sekalian
Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa memperingati Tahun Baru
Islam dan menjadikan 1 Muharram sebagai Hari Besar Islam tidak boleh,
karena:
- Perbuatan tersebut tidak ada dasarnya dalam Islam. Karena syari’at Islam menetapkan bahwa Hari Besar Islam hanya ada dua, yaitu ‘Idul Adh-ha dan ‘Idul Fitri.
- Perbuatan tersebut mengikuti dan menyerupai adat kebiasaan orang-orang kafir Nashara, di mana mereka biasa memperingati Tahun Baru Masehi dan menjadikannya sebagai Hari Besar agama mereka.
Sangat disesalkan, ada sebagian kaum muslimin berupaya menghindar dari peringatan Tahun Baru Masehi, namun mereka terjerumus pada kemungkaran lain yaitu memperingati Tahun Baru Islam. Lebih disesalkan lagi, ada yang terjatuh kepada dua kemungkaran sekaligus, yaitu peringatan Tahun Baru Masehi sekaligus peringatan Tahun Baru Islam.
Wallâhu a’lam bish shawâb
http://www.alquran-sunnah.com/ulama/489-fatwa-tentang-hukum-merayakan-tahun-baru-islam.html
0 komentar:
Posting Komentar