Praktek sebagian kaum muslimin saat ini, apalagi yang berada di luar
negeri seringkali mentransfer uang dan bermaksud menyembelih hewan
qurban di negeri kita (bukan negeri orang yang ingin berqurban). Manakah
yang lebih utama menyembelih di negerinya sendiri atau mentransfer uang
ke negeri lain dan disembelih di sana? Mudah-mudahan kita mendapat
pencerahan dengan penjelasan Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin
berikut.
Beliau rahimahullah ditanya :
Manakah yang lebih afdhol di zaman
sekarang ini, kita memindahkan qurban ke daerah miskin, atau lebih
afdhol kita menyembelih di daerah kita masing-masing?
Jawab :Pertanyaan ini sangatlah penting. Sebagian orang mentransfer uang yang setara dengan biaya hewan qurban yang diserahkan ke negeri miskin untuk menyembelih qurban di negeri tersebut. Bahkan orang ini juga melakukan propaganda di berbagai surat kabar atau selainnya untuk memotivasi manusia untuk berqurban di negeri lain. Ini sesungguhnya muncul karena tidak memahami tujuan syari’at, juga karena kurang memahami ilmu syar’i.
(Perlu diketahui) bahwa maksud dari berqurban itu ada beberapa:
Maksud pertama, untuk bertaqorub (mendekatkan diri) pada Allah dengan menyembelih qurban tersebut. Karena menyembelih merupakan ibadah yang sangat agung. Bahkan Allah juga menggandengkan ibadah yang satu ini dengan shalat, sebagaimana firman Allah,
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.” (QS. Al Kautsar [108] : 2)
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Katakanlah: sesungguhnya shalatku, nusuk-ku [1], hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam.” (QS. Al An’am [6] : 162). Ini jika yang memilih nusuk bermakna sembelihan.Penyembelihan itu sendiri adalah ibadah. Bagaimana mungkin engkau dapat mengerjakan ibadah (dengan benar) jika engkau mengirimkan beberapa dirham ke negeri lain yang sama dengan harga hewan sembelihan, kemudian hewan ini disembelih atas namamu?
Sungguh Allah Ta’ala berfirman pula,
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (QS. Al Hajj [22] : 37)Maksud kedua, jika seseorang mengirimkan uang untuk menyembelih kurban di negeri lain, maka dia telah kehilangan kesempatan berdzikir kepada Allah Ta’ala. Padahal Allah Ta’ala berfirman,
وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ
“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah.” (QS. Al Hajj [22] : 34)Allah Ta’ala menjadikan penyebutan nama Allah (dzikrullah) sebagai illah (alasan) adanya manasik yang Dia menyariatkannya. Dzikir semacam ini bisa gugur jika seseorang melakukan penyembelihan di luar daerahnya. Bahkan terkadang pula ada yang melakukan penyembelihan qurban tanpa menyebut nama Allah sama sekali.
Maksud ketiga, kalau qurban tersebut dilakukan di luar daerah, luputlah sunnah memakan daging qurban. Padahal Allah Ta’ala berfirman,
فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ
“Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.”(QS. Al Hajj [22] : 28)Memakan sebagian dari daging qurban ini adalah wajib menurut kebanyakan ulama. Apabila hewan qurban ini disembelih di luar daerah, maka akan luput perintah ini, baik kita anggap hukum memakan daging oleh shohibul qurban adalah wajib atau mustahab.
Maksud keempat, apabila daging qurban tersebut disembelih di luar daerah, maka akan samarlah syiar Islam yang mulia ini (yaitu al udhiyah[2]) yang Allah menjadikan syiar ini di tengah-tengah negeri kaum muslimin sebagai pengganti dari syiar (al hadyu) yang Allah menjadikan syiar ini di Mekkah. Syiar qurban yang ada di Mekah disebut al hadyu. Sedangkan syiar qurban yang ada di negeri kaum muslimin lainnya dinamakan al udhiyah. Allah Ta’ala telah menjadikan syiar ini yaitu al hadyu yang berada di Mekkah dan al udhiyyah yang berada di luar Mekkah (negeri kaum muslimin lainnya), tujuannya adalah untuk menjadikan ibadah ini sebagai syiar di seluruh negeri Islam. Oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala mensyariatkan untuk orang yang hendak berqurban sama dengan ketentuan yang disyariatkan pada orang yang berihrom. Contoh hal ini adalah larangan memotong sebagian rambut.
Maksud kelima, jika qurban ini dilakukan di luar daerah maka syiar ini lama kelamaan akan mati. Anak cucu kita mungkin tidak mengenal syiar yang mulia ini lagi. Jika syiar al udhiyah itu dilakukan di tempat kita (bukan di luar daerah), tentu seluruh anggota keluarga akan merasakan ibadah yang mulia ini, mereka akan merasakan melakukan ketaatan pada Allah. Apabila kita mentransfer beberapa dirham ke negeri lain untuk qurban di sana, apakah tujuan seperti ini bisa kita peroleh? Tentu syiar yang mulia ini akan luput (hilang).
Kami katakan bahwa di antara kesalahan yang begitu jelas adalah engkau mentransfer sejumlah uang untuk berqurban di negeri lain. Karena sebagian maslahat yang kami sebutkan ini bisa luput disebabkan engkau berqurban dengan mentransfer uang ke luar daerah.
Maksud keenam, sebagian orang menganggap bahwa tujuan qurban itu hanya untuk memberi makan orang miskin yang kelaparan. Kita tahu bahwa tujuan seperti ini penting.
Namun, Allah Ta’ala berfirman,
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (QS. Al Hajj [22] : 37)Jika memang engkau ingin bersedekah dengan beribadah qurban, engkau ingin saudaramu yang muslim di tempat lain juga mendapatkan manfaat dari qurbanmu, maka sembelihlah qurban tersebut di negerimu. Lalu kalau mau memberi manfaat pada mereka, kirimlah beberapa dirham, makanan, pakaian ke tempat lain (bukan mentansfer untuk qurban, pen). Adakah yang menghalangimu melakukan semacam ini?
Oleh karena itu, aku mengharapkan di antara kalian –semoga Allah senantiasa memberkahi kalian- untuk menjelaskan kesalahan ini pada kaum muslimin lainnya. Janganlah mereka mengganti qurban ini dengan mentransfer uang ke negeri lainnya. Akan tetapi hendaklah mereka tetap menyembelih di negeri mereka masing-masing.
[SATU KERANCUAN]
Jika ada yang mengatakan : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri mewakilkan penyembelihan qurbannya (al hadyu) kepada Ali bin Abi Tholib atau beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim qurbannya dari Madinah ke Makkah.
[SANGGAHAN]
Ingatlah bahwasanya pengiriman al hadyu yang dilakukan seperti ini adalah dalam kondisi mendesak. Karena perlu diperhatikan bahwa al hadyu itu hanya boleh dilakukan di Mekkah (berbeda dengan al udhiyah sebagaimana dalam penjelasan yang telah lewat, pen). Kalau qurban tersebut disembelih di Madinah, maka bukan dinamakan al hadyu lagi.
Adapun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mewakilkan qurban ini kepada Ali bin Abi Tholib, hal ini dilakukan oleh beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam karena beliau sudah tersibukkan dalam mengurus umatnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan semua hewan untuk disembelih. Namun ingat, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam masih meminta jatah dari hasil qurban tadi untuk beliau masak, lalu dimakanlah daging dan diminumlah kuahnya. Lihatlah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak meninggalkan memakan sebagian dari daging qurban tersebut.
Maka kami berharap kepada kalian –semoga Allah selalu memberkahi kalian- untuk selalu menasehati saudara-saudara kalian. Ingatlah permasalahan qurban bukanlah hanya bertujuan untuk memberi makan orang miskin agar mereka bisa mengambil manfaat dari daging qurban tersebut. Namun, yang lebih penting dari itu adalah bentuk taqorub (mendekatkan diri) kepada Allah dalam menyembelih yang Allah juga menggandengkan ibadah qurban ini dengan ibadah shalat (dalam beberapa ayat, pen). Kalian tidaklah terlarang memberikan manfaat pada saudara kalian. Kalian bisa mengirimkan mereka uang (bukan maksud untuk berqurban, namun untuk kebutuhan lainnya, pen)
Kami memohon pada Allah agar selalu menerima amalan kami dan kalian.
-Fatawa Liqho’at Al Bab Al Maftuh, Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin, kaset no. 24/32, Asy Syamilah-
Kami hanya bermaksud mendatangkan perbaikan selama kami masih berkesanggupan.
Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel http://rumaysho.com
Diselesaikan di Pangukan-Sleman di pagi hari yang penuh berkah,30 Dzulqo’dah 1429 H
[1] Makna nusuk di sini ada empat pendapat. Ada yang mengatakan bermakna sembelihan. Inilah pendapat Ibnu Abbas, Sa’id bin Jubair, Mujahid, Ibnu Qutaibah. Ada yang mengatakan pula bermakna ibadah. Az Zujaj mengatakan, “Nusuk adalah setiap amalan yang mendekatkan diri pada Allah. Namun umumnya nusuk digunakan untuk sembelihan.” Ada pula yang mengatakan bermakna ad din (agama), sebagaimana yang dikatakan oleh Al Hasan. Yang terakhir mengatakan bahwa nusuk adalah ad din (agama), haji dan sembelihan. Inilah yang diriwayatkan oleh Abu Sholeh dari Ibnu Abbas. (Lihat Zadul Masiir, tafsir Surat Al An’am ayat 162)
[2] Lihat penjelasan Syaikh rahimahullah selanjutnya. Yang dimaksud al udhiyah adalah qurban yang dilakukan di luar Mekkah. Sedangkan al hadyu adalah qurban yang dilakukan di Mekkah.
0 komentar:
Posting Komentar