Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Alhamdulillah, saat ini kita masih melanjutkan pembahasan hadiah di
hari lahir. Kita sudah masuk pada pembahasan aqiqah. Pada kesempatan
kali ini kami akan melanjutkan pada pembahasan jenis dan jumlah hewan
yang diaqiqahi. Semoga bermanfaat bagi pembaca setia Rumaysho.com.
Perselisihan Ulama Mengenai Jumlah Hewan yang Diaqiqahi
Apakah yang disembelih ketika aqiqah adalah satu ekor kambing atau
dua ekor, di sini terdapat silang pendapat di antara para ulama. Imam
Malik berpendapat bahwa laki-laki dan perempuan diaqiqahi dengan
masing-masing satu kambing. Adapun Imam Asy Syafi’i, Abu Tsaur, Abu
Daud, dan Imam Ahmad berpendapat bahwa laki-laki hendaknya diaqiqahi
dengan dua ekor kambing, sedangkan perempuan dengan satu ekor kambing.[1]
Perselisihan di atas berasal dari perbedaan dalil dalam masalah
tersebut. Ada beberapa dalil yang digunakan, yaitu sebagai berikut.
Dalil pertama: Hadits Ummu Kurz Al Ka’biyyah radhiyallahu ‘anha.
Dalil kedua: Hadits Ummul Mukminin, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha
Dua hadits ini dengan jelas membedakan antara aqiqah anak laki-laki dan anak perempuan. Anak laki-laki dengan dua ekor kambing, sedangkan anak perempuan dengan satu ekor kambing.
Dalil ketiga: Hadits ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma
Namun dalam riwayat An Nasai lafazhnya,
Hadits Ibnu ‘Abbas yang dikeluarkan oleh Abu Daud, itulah yang jadi pegangan Imam Malik untuk menyatakan bahwa aqiqah anak laki-laki sama dengan anak perempuan yaitu dengan satu ekor kambing. Manakah yang tepat dalam masalah ini?
Pendapat Terkuat dalam Masalah Jumlah Hewan Aqiqah
Mengenai hadits Ibnu ‘Abbas yang dikeluarkan oleh Abu Daud di atas, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah mengatakan,
Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah menerangkan,
Ibnu Qudamah Al Maqdisi rahimahullah mengatakan,
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan,
Para ulama yang duduk di komisi fatwa Saudi Arabia, Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ menerangkan,
“Disunnahkan aqiqah bagi anak laki-laki adalah dua ekor kambing yang semisal, sedangkan bagi anak perempuan adalah satu ekor kambing. Hal ini berdasarkan hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Anak laki-laki diaqiqahi dengan dua ekor kambing yang semisal, sedangkan anak perempuan dengan satu ekor kambing” (HR. At Tirmidzi 794, Ahmad 5/40. At Tirmidzi menshahihkannya).
Ada hadits dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengaqiqahi Al Hasan dan Al Husain masing-masing satu ekor kambing” (HR. Tirmidzi 794, Ahmad 5/39). Namun dalam riwayat Abu Daud dan An Nasai dikatakan bahwa aqiqah yang dilakukan pada Al Hasan dan Al Husain masing-masing dengan dua ekor kambing. Inilah yang lebih afdhol. Adapun jika dikatakan sah dengan satu ekor kambing, jawabannya tetap sah sebagaimana berlaku pada daging sembelihan lainnya.[7]
Adapun pendapat yang menyatakan bahwa anak perempuan tidak perlu diaqiqahi sebagaimana yang dipegang oleh Al Hasan Al Bashri dan Qotadah[8] adalah pendapat yang lemah karena bertentangan dengan dalil yang mensyariatkan aqiqah bagi anak perempuan dengan seekor kambing.
Kesimpulan, aqiqah pada anak laki-laki dianjurkan dengan dua ekor kambing, sedangkan anak perempuan dengan satu ekor kambing. Namun jika tidak mampu, boleh pula bagi anak laki-laki dengan satu ekor kambing dan itu dianggap sah. Wallahu a’lam.
Apakah Aqiqah Boleh dengan Selain Kambing?
Jika memperhatikan dalil-dalil yang membicarakan aqiqah, maka kita dapati bahwa aqiqah dikhususkan dengan kambing atau domba, tidak dengan hewan lainnya. Sebagaimana telah disebutkan dalam hadits Ummu Kurz,
Sedangkan hadits muthlaq semacam dari Salman bin ‘Amir yang dikeluarkan dalam Shahih Bukhari,
Inilah pendapat terkuat dalam masalah ini[9], berbeda dengan madzhab Hanafi, Hambali dan Syafi’iyah yang membolehkan dengan selain kambing, yaitu masih dibolehkan dengan al an’am (sapi dan unta)[10]. Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Hewan Aqiqah Terlepas dari ‘Aib
Hewan yang diaqiqahi tidak sah jika memiliki ‘aib, hewan tersebut harus terlepas dari ‘aib. Hal ini berdasarkan keumuman firman Allah Ta’ala,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
Ketentuan Pemilihan Hewan Aqiqah
- Hewan aqiqah boleh jantan atau betina, namun yang lebih afdhol adalah jantan.
- Syarat hewan aqiqah sama dengan hewan udhiyah (hewan qurban).
- Lebih bagus memilih hewan aqiqah yang berwarna putih sebagaimana ketentuan dalam hewan qurban.
- Dianjurkan memilih yang gemuk, yang besar, dan yang paling bagus.
- Jika yang disembelih adalah dua ekor kambing untuk anak laki-laki, maka hendaklah dua kambing tersebut semisal (di antaranya dalam umur, -pen[12]).[13]
Hal ini tidak dibenarkan. Yang benar haruslah hewan aqiqah itu disembelih, tidak hanya dengan sekedar membeli daging kambing di pasar lalu dibagikan pada orang lain.
Ulama yang duduk di Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ Kerajaan Saudi Arabia pernah ditanya,
“Bolehkah penyembelihan kambing aqiqah diganti dengan membeli beberapa kilo daging ataukah aqiqah harus dengan jalan menyembelih?”
Jawaban: Tidak boleh. Aqiqah harus dengan jalan menyembelih seekor kambing untuk anak perempuan dan dua ekor kambing untuk anak laki-laki.[14]
Demikian sajian kami mengenai aqiqah pada kesempatan kali ini. Tulisan ini masih kami lanjutkan pada tulisan terakhir yang berkaitan dengan pelaksanaan aqiqah. Semoga Allah mudahkan.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.
Diselesaikan di Panggang-GK, 7 Rajab 1431 H, 19/06/2010
Artikel www.rumaysho.com
Muhammad Abduh Tuasikal
[1] Lihat Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, Ibnu Rusyd Al Maliki, hal. 421, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah, cetakan ketiga, 1428 H dan At Tamhid, Ibnu ‘Abdil Barr, 4/314, Wizarotusy Syu’un Al Islamiyah.
[2] Lihat Takhrij Syaikh Al Albani terhadap Sunan Abi Daud. Lihat Shahih Abi Daud no. 2458.
[3] Fathul Bari, 9/592
[4] Subulus Salam, 4/335-336
[5] Al Mughni, Ibnu Qudamah Al Maqdisi, 11/120, Darul Fikr, 1405
[6] Syarhul Mumthi’, 7/492.
[7] Fatwa Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’, pertanyaan ketiga no. 2191, 11/438. Yang menandatangani fatwa ini: Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz selaku ketua, Syaikh ‘Abdurrozaq ‘Afifi selaku wakil ketua, Syaikh ‘Abdullah bin Qu’ud selakuk anggota.
[8] Lihat Al Mughni, 11/120.
[9] Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 2/383.
[10] Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 2/11012, Mawqi’ ahlalhdeeth.
[11] Lihat Al Minhaj Syarh Muslim bin Al Hajaj, Yahya bin Syarf An Nawawi, 7/100, Dar Ihya’ At Turots, 1392.
[12] Lihat ‘Aunul Ma’bud, Al ‘Azhim Abadi, 8/25, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah, cetakan kedua, 1415.
[13] Lihat ketentuan ini di Al Mughni, 11/120.
[14] Fatwa Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’, pertanyaan kesepuluh no. 8052, 11/440. Yang menandatangani fatwa ini: Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz selaku ketua, Syaikh ‘Abdurrozaq ‘Afifi selaku wakil ketua, Syaikh ‘Abdullah bin Qu’ud selakuk anggota.
0 komentar:
Posting Komentar