Bolehkah
saya mengimami suami saya dalam shalat karena saya lebih paham agama
dan berpendidikan dengan mengenyam bangku pendidikan di Fakultas
Syari’ah sedangkan suami saya setengah buta huruf?
Jawab:
Fadhilatusy Syaikh Ibnu Utsaimin Rahimahullah menjawab, “Tidak boleh wanita mengimami laki-laki, baik lelaki itu suaminya, putranya, maupun ayahnya. Karena memang wanita tidak mungkin menjadi imam bagi kaum lelaki dan itulah sebabnya Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمْ امْرَأَةٌ
“Tidak akan beruntung suatu kaum bila wanita yang mengurusi perkara mereka4.”
Bahkan, sampaipun si wanita lebih ahli membaca al-Qur’an daripada si lelaki, tetap saja si wanita tidak boleh mengimami lelaki tersebut. Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,
يَؤُمُّ الْقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللهِ ….
“Yang mengimami suatu kaum adalah yang paling banyak hafalannya terhadap Kitabullah5….”
Sekalipun wanita berada bersama lelaki tetaplah tidak termasuk dalam sasaran pembicaraan hadits di atas (karena yang dituju oleh hadits adalah lelaki dengan lelaki saja6).
Buktinya bisa kita baca dari firman Allah Ta’ala,
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, karena bisa jadi yang diolok-olok lebih baik daripada yang mengolok-olok7. Tidak boleh pula wanita mengolok-olok wanita yang lain, karena bisa jadi yang diolok-olok lebih baik daripada yang mengolok-olok.” (al-Hujurat: 11)
Dalam ayat di atas, Allah Ta’ala membagi manusia menjadi dua golongan, yaitu kaum lelaki dan kaum wanita8. Dengan demikian wanita tidak masuk dalam keumuman sabda Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam,
يَؤُمُّ الْقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللهِ ….
“Yang mengimami suatu kaum adalah yang paling banyak hafalannya terhadap Kitabullah….”
(Fatawa, 1/382)
Catatan Kaki:
4 HR. al-Bukhari dalam Shahih-nya
5 HR. Muslim no. 1530
6 Adapun wanita tidak menjadi sasaran pembicaraan hadits di atas bila shalat bersama lelaki, sehingga sekalipun di antara jamaah wanita ada yang lebih paham dan lebih banyak hafalan al-Qur’annya daripada seluruh jamaah laki-laki, tetap saja si wanita tidak bisa dikedepankan sebagai imam.
7 Yang dimaksud kaum di sini adalah khusus kaum lelaki, karena untuk wanita disebutkan dalam kelanjutan ayat.
8 Seandainya kata “kaum” sudah mencakup wanita niscaya tidak perlu lagi disebutkan kelanjutan ayat di atas, “Tidak boleh pula wanita mengolok-olok wanita yang lain, karena bisa jadi yang diolok-olok lebih baik daripada yang mengolok-olok.”
Sumber : http://asysyariah.com/istri-mengimami-suami.html
Jawab:
Fadhilatusy Syaikh Ibnu Utsaimin Rahimahullah menjawab, “Tidak boleh wanita mengimami laki-laki, baik lelaki itu suaminya, putranya, maupun ayahnya. Karena memang wanita tidak mungkin menjadi imam bagi kaum lelaki dan itulah sebabnya Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمْ امْرَأَةٌ
“Tidak akan beruntung suatu kaum bila wanita yang mengurusi perkara mereka4.”
Bahkan, sampaipun si wanita lebih ahli membaca al-Qur’an daripada si lelaki, tetap saja si wanita tidak boleh mengimami lelaki tersebut. Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,
يَؤُمُّ الْقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللهِ ….
“Yang mengimami suatu kaum adalah yang paling banyak hafalannya terhadap Kitabullah5….”
Sekalipun wanita berada bersama lelaki tetaplah tidak termasuk dalam sasaran pembicaraan hadits di atas (karena yang dituju oleh hadits adalah lelaki dengan lelaki saja6).
Buktinya bisa kita baca dari firman Allah Ta’ala,
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, karena bisa jadi yang diolok-olok lebih baik daripada yang mengolok-olok7. Tidak boleh pula wanita mengolok-olok wanita yang lain, karena bisa jadi yang diolok-olok lebih baik daripada yang mengolok-olok.” (al-Hujurat: 11)
Dalam ayat di atas, Allah Ta’ala membagi manusia menjadi dua golongan, yaitu kaum lelaki dan kaum wanita8. Dengan demikian wanita tidak masuk dalam keumuman sabda Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam,
يَؤُمُّ الْقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللهِ ….
“Yang mengimami suatu kaum adalah yang paling banyak hafalannya terhadap Kitabullah….”
(Fatawa, 1/382)
Catatan Kaki:
4 HR. al-Bukhari dalam Shahih-nya
5 HR. Muslim no. 1530
6 Adapun wanita tidak menjadi sasaran pembicaraan hadits di atas bila shalat bersama lelaki, sehingga sekalipun di antara jamaah wanita ada yang lebih paham dan lebih banyak hafalan al-Qur’annya daripada seluruh jamaah laki-laki, tetap saja si wanita tidak bisa dikedepankan sebagai imam.
7 Yang dimaksud kaum di sini adalah khusus kaum lelaki, karena untuk wanita disebutkan dalam kelanjutan ayat.
8 Seandainya kata “kaum” sudah mencakup wanita niscaya tidak perlu lagi disebutkan kelanjutan ayat di atas, “Tidak boleh pula wanita mengolok-olok wanita yang lain, karena bisa jadi yang diolok-olok lebih baik daripada yang mengolok-olok.”
Sumber : http://asysyariah.com/istri-mengimami-suami.html
0 komentar:
Posting Komentar