Beberapa Faedah Hadits ‘Amru Bin Syariid Tentang Pengharaman Isbaal
Sumber : http://abul-jauzaa.blogspot.com/2010/04/beberapa-faedah-hadits-amru-bin-syariid.html
حَدَّثَنَا رَوْحٌ حَدَّثَنَا زَكَرِيَّا بْنُ إِسْحَاقَ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مَيْسَرَةَ أَنَّهُ سَمِعَ عَمْرَو بْنَ الشَّرِيدِ يُحَدِّثُ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَبِعَ رَجُلًا مِنْ ثَقِيفٍ حَتَّى هَرْوَلَ فِي أَثَرِهِ حَتَّى أَخَذَ ثَوْبَهُ فَقَالَ ارْفَعْ إِزَارَكَ قَالَ فَكَشَفَ الرَّجُلُ عَنْ رُكْبَتَيْهِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أَحْنَفُ وَتَصْطَكُّ رُكْبَتَايَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ خَلْقِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ حَسَنٌ قَالَ وَلَمْ يُرَ ذَلِكَ الرَّجُلُ إِلَّا وَإِزَارُهُ إِلَى أَنْصَافِ سَاقَيْهِ حَتَّى مَاتَ
Telah menceritakan kepada kami Rauh : Telah menceritakan kepada kami Zakariyyaa bin Ishaaq : Telah menceritakan kepada kami Ibraahiim bin Maisarah : Bahwasannya ia pernah mendengar ‘Amr bin Syariid menceritakan dari ayahnya : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah mengikuti seorang laki-laki dari Tsaqiif dengan berlari-lari kecil hingga beliau memegang pakaian yang dikenakan orang tersebut. Lalu beliau bersabda : “Angkatlah kain sarungmu !”. Perawi berkata : Maka laki-laki tersebut menyingkap kedua lututnya seraya berkata : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kakiku bengkok dan saling beradu kedua lututku tersebut (yaitu : cacat)”. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Setiap ciptaan Allah ‘azza wa jalla itu baik”. Perawi berkata : Maka orang tersebut tidak pernah terlihat sejak itu melainkan kain sarungnya hanya sampai pertengahan betisnya hingga ia meninggal dunia” [Al-Musnad, 4/390].
Pengkajian Sanad :
Sanad hadits ini adalah shahih, semua perawinya adalah tsiqah. Berikut keterangan ringkasnya :
1. Rauh, ia adalah Ibnu ‘Ubaadah bin Al-‘Alaa’ bin Hassaan bin ‘Amr bin Martsad Al-Qaisiy, Abu Muhammad Al-Bashriy (w. 207 H).
Termasuk perawi yang dipakai Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahiih-nya.
Ia telah di-tsiqah-kan oleh jumhur ulama. Al-Khathiib berkata : “Mempunyai banyak hadits, menulis kitab-kitab sunan dan ahkaam (hukum-hukum), dan menghimpun tafsir. Dan ia seorang yang tsiqah”. An-Nasaa’iy berkata : “Laisa bil-qawiy (tidak kuat)”. Yahya bin Ma’iin berkata : “Laisa bihi ba’s (tidak mengapa dengannya)”. Di lain kesempatan ia berkata : “Shaduuq (jujur), tsiqah”. Al-‘Ijliy berkata : “Orang Bashrah yang tsiqah” [selengkapnya lihat Taariikh Baghdaad, 9/385-391]. Ibnu Sa’d berkata : “Tsiqah insya Allah” [Ath-Thabaqaat, 7/296]. Adz-Dzahabiy berkata : “Al-Haafidh, menulis banyak kitab, dan termasuk ulama (yang diakui)” [Al-Kaasyif, 1/398 no. 1593]. Ibnu Hajar berkata : “Tsiqah, faadlil” [Taqriibut-Tahdziib, hal. 329 no. 1973]. Al-Albaaniy berkata : “Tsiqah, termasuk rijaal Shahihain” [Mu’jamu Asamiyir-Ruwaat, 2/30].
2. Zakariyya bin Ishaaq Al-Makkiy.
Termasuk perawi yang dipakai oleh Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya.
Ahmad bin Hanbal berkata : “Tsiqah”. Yahyaa bin Ma’iin berkata : “Tsiqah”. Abu Haatim berkata : “Orang Makkah, tidak mengapa dengannya (laisa bihi ba’s)”. Abu Zur’ah berkata : “Tidak mengapa dengannya” [Al-Jarh wat-Ta’diil, 3/593 no. 2684]. Ibnu Syaahiin berkata : “Tsiqah” [Taariikh Asmaa’ Ats-Tsiqaat, hal. 138 no. 391]. Al-Juzjaaniy berkata : “Tertuduh berpemahan qadariyyah” [Ahwaalur-Rijaal, hal. 136 no. 339]. Adz-Dzahabiy berkata : “Tsiqah” [Al-Kaasyif, 1/405 no. 1641]. Ibnu Hajar berkata : “Tsiqah, tertuduh berpemahaman qadariyyah” [Taqriibut-Tahdziib, hal. 338 no. 2031]. Al-Albaaniy berkata : “Disepakati ke-tsiqah-annya” [Mu’jamu Asamiyir-Ruwaat, 2/46].
3. Ibraahiim bin Maisarah Ath-Thaa’iy (131 H).
Termasuk perawi yang dipakai oleh Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya.
Ibnu ‘Uyainah berkata : “Ibraahiim bin Maisarah adalah orang yang paling benar (perkataannya) dan paling tsiqah”. Ahmad bin Hanbal berkata : “Tsiqah”. Yahyaa bin Ma’iin berkata : “Tsiqah”. Abu Haatim berkata : “Shaalih” [lihat Al-Jarh wat-Ta’diil, 2/133-134 no. 423]. Al-‘Ijliy berkata : “Tsiqah” [Ma’rifatuts-Tsiqaat, 1/208 no. 42]. Ibnu Syaahiin berkata : “Tsiqah” [Taariikh Asmaa’ Ats-Tsiqaat, hal. 59 no. 41]. Adz-Dzahabiy berkata dengan menukil perkataan Al-Humaidiy : “Sufyaan (bin ‘Uyainah) pernah berkata kepadaku : ‘Matamu tidak akan pernah melihat orang semisal dengannya” [Al-Kaasyif, 1/226 no. 212]. Ibnu Hajar berkata : “Tsabt haafidh” [Taqriibut-Tahdziib, hal. 117 no. 262]. Al-Albaaniy berkata : “Tsiqah tsabt haafidh” [Mu’jamu Asamiyir-Ruwaat, 1/78].
4. ‘Amru bin Asy-Syariid, ia adalah Ibnu Suwaid Ats-Tsaqafiy Abul-Waliid Ath-Thaa’iy.
Termasuk perawi yang dipakai oleh Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya.
Al-‘Ijliy berkata : “Tabi’iy tsiqah” [Ma’rifatuts-Tsiqaat, 2/177 no. 1387]. Ibnu Hibbaan memasukkannya dalam Ats-Tsiqaat (5/180). Ibnu Hajar berkata : “Tsiqah” [Taqriibut-Tahdziib, hal. 738 no. 5084].
5. Asy-Syariid bin Suwaid Ats-Tsaqafiy, salah seorang shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Lihat biografinya dalam Asadul-Ghaabah 2/629 no. 2430, Tahdziibul-Kamaal 12/458-459 no. 2732, dan Al-Ishaabah 3/204 no. 3887.
Diriwayatkan juga oleh Ath-Thahaawiy dalam Syarh Musykiilil-Aatsaar no. 1708 dari jalan Rauh – selanjutnya dengan riwayat di atas.
Diriwayatkan juga oleh Al-Humaidiy no. 829 - dan dari jalannya Ath-Thabaraaniy dalam Al-Kabiir 7/377-378 no. 7240 – dari jalan Sufyaan bin ‘Uyainah, dari Ibraahiim bin Maisarah, dari ‘Amru bin Asy-Syariid atau Ya’quub bin ‘Aashim. Al-Humaidiy mengatakan bahwa Sufyaan telah ragu-ragu dalam periwayatan ini.
Al-Haitsamiy membawakannya dalam Majma’uz-Zawaaid 5/124 dan berkata : “Para perawi Ahmad adalah para perawi Ash-Shahiih”.
Fiqh Hadits :
1. Kasih sayang Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam terhadap umatnya dan beliau khawatir mereka terkena ‘adzab.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا أَسْفَلَ مِنْ الْكَعْبَيْنِ مِنْ الْإِزَارِ فَفِي النَّارِ
Dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Apa-apa yang berada di bawah mata kaki dari kain, maka tempatnya adalah di neraka" [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy, Ahmad, ‘Abdurrazzaaq, dan yang lainnya].
2. Pengingkaran Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam semata-mata karena melihat orang tersebut melakukan isbal, tanpa membedakan apakah orang tersebut melakukannya dengan sombong atau tidak sombong. Sombong adalah adalah amal hati yang tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah ta’ala.
3. Shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tersebut melakukan isbal bukan karena sombong, namun karena cacat pada kakinya. Akan tetapi beliau tetap memerintahkan mengangkat kain yang dipakainya.
4. Isbal termasuk masalah yang harus diingkari sebagai pelaksanaan kewajiban amar ma’ruf nahi munkar.
عَنْ َ أَبِي سَعِيدٍ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ
Dari Abu Sa’iid : Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Barangsiapa yang melihat kemunkaran maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman”.
5. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersegera dalam merubah kemunkaran.
6. As-Salafush-shaalih bersegera dalam memenuhi perintah Allah dan Rasul-Nya. Hal itu ditunjukkan oleh persaksian perawi : “Maka orang tersebut tidak pernah terlihat sejak itu melainkan kain sarungnya hanya sampai pertengahan betisnya...”. Yaitu, sejak ditegur oleh beliau shallallaahu ’alaihi wa sallam. Mereka takut akan ancaman yang difirman Allah ta’ala :
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih” [QS. An-Nuur : 63].
7. Tsabat (tetap) dalam sunnah hingga meninggal dunia. Hal itu ditunjukkan oleh persaksian perawi : “Maka orang tersebut tidak pernah terlihat sejak itu melainkan kain sarungnya hanya sampai pertengahan betisnya hingga ia meninggal dunia”.
8. Berhias tidak boleh menyalahi perintah Allah ta’ala.
9. Setiap ciptaan Allah ta’ala itu indah.
Tidak ada ruang untuk mengatakan dalam hadits ini bahwa isbal diperbolehkan asalkan tidak sombong.
Inilah ringkasan faedah yang sempat terekam di memori dan catatan dari penjelasan Ustadzuna Yaziid Jawas – semoga Allah senantiasa menjaga beliau – pada hari Ahad, 25 April 2010 pukul 10.00 – adzan Dhuhur di Masjid Imam Ahmad bin Hanbal, Bogor – dengan beberapa keterangan tambahan dari Abul-Jauzaa’.
Wallaahu a’lam bish-shawwaab.
Dicopas dari: http://www.facebook.com/note.php?note_id=436580369007
Sumber : http://abul-jauzaa.blogspot.com/2010/04/beberapa-faedah-hadits-amru-bin-syariid.html
حَدَّثَنَا رَوْحٌ حَدَّثَنَا زَكَرِيَّا بْنُ إِسْحَاقَ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ مَيْسَرَةَ أَنَّهُ سَمِعَ عَمْرَو بْنَ الشَّرِيدِ يُحَدِّثُ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَبِعَ رَجُلًا مِنْ ثَقِيفٍ حَتَّى هَرْوَلَ فِي أَثَرِهِ حَتَّى أَخَذَ ثَوْبَهُ فَقَالَ ارْفَعْ إِزَارَكَ قَالَ فَكَشَفَ الرَّجُلُ عَنْ رُكْبَتَيْهِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أَحْنَفُ وَتَصْطَكُّ رُكْبَتَايَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ خَلْقِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ حَسَنٌ قَالَ وَلَمْ يُرَ ذَلِكَ الرَّجُلُ إِلَّا وَإِزَارُهُ إِلَى أَنْصَافِ سَاقَيْهِ حَتَّى مَاتَ
Telah menceritakan kepada kami Rauh : Telah menceritakan kepada kami Zakariyyaa bin Ishaaq : Telah menceritakan kepada kami Ibraahiim bin Maisarah : Bahwasannya ia pernah mendengar ‘Amr bin Syariid menceritakan dari ayahnya : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah mengikuti seorang laki-laki dari Tsaqiif dengan berlari-lari kecil hingga beliau memegang pakaian yang dikenakan orang tersebut. Lalu beliau bersabda : “Angkatlah kain sarungmu !”. Perawi berkata : Maka laki-laki tersebut menyingkap kedua lututnya seraya berkata : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kakiku bengkok dan saling beradu kedua lututku tersebut (yaitu : cacat)”. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Setiap ciptaan Allah ‘azza wa jalla itu baik”. Perawi berkata : Maka orang tersebut tidak pernah terlihat sejak itu melainkan kain sarungnya hanya sampai pertengahan betisnya hingga ia meninggal dunia” [Al-Musnad, 4/390].
Pengkajian Sanad :
Sanad hadits ini adalah shahih, semua perawinya adalah tsiqah. Berikut keterangan ringkasnya :
1. Rauh, ia adalah Ibnu ‘Ubaadah bin Al-‘Alaa’ bin Hassaan bin ‘Amr bin Martsad Al-Qaisiy, Abu Muhammad Al-Bashriy (w. 207 H).
Termasuk perawi yang dipakai Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahiih-nya.
Ia telah di-tsiqah-kan oleh jumhur ulama. Al-Khathiib berkata : “Mempunyai banyak hadits, menulis kitab-kitab sunan dan ahkaam (hukum-hukum), dan menghimpun tafsir. Dan ia seorang yang tsiqah”. An-Nasaa’iy berkata : “Laisa bil-qawiy (tidak kuat)”. Yahya bin Ma’iin berkata : “Laisa bihi ba’s (tidak mengapa dengannya)”. Di lain kesempatan ia berkata : “Shaduuq (jujur), tsiqah”. Al-‘Ijliy berkata : “Orang Bashrah yang tsiqah” [selengkapnya lihat Taariikh Baghdaad, 9/385-391]. Ibnu Sa’d berkata : “Tsiqah insya Allah” [Ath-Thabaqaat, 7/296]. Adz-Dzahabiy berkata : “Al-Haafidh, menulis banyak kitab, dan termasuk ulama (yang diakui)” [Al-Kaasyif, 1/398 no. 1593]. Ibnu Hajar berkata : “Tsiqah, faadlil” [Taqriibut-Tahdziib, hal. 329 no. 1973]. Al-Albaaniy berkata : “Tsiqah, termasuk rijaal Shahihain” [Mu’jamu Asamiyir-Ruwaat, 2/30].
2. Zakariyya bin Ishaaq Al-Makkiy.
Termasuk perawi yang dipakai oleh Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya.
Ahmad bin Hanbal berkata : “Tsiqah”. Yahyaa bin Ma’iin berkata : “Tsiqah”. Abu Haatim berkata : “Orang Makkah, tidak mengapa dengannya (laisa bihi ba’s)”. Abu Zur’ah berkata : “Tidak mengapa dengannya” [Al-Jarh wat-Ta’diil, 3/593 no. 2684]. Ibnu Syaahiin berkata : “Tsiqah” [Taariikh Asmaa’ Ats-Tsiqaat, hal. 138 no. 391]. Al-Juzjaaniy berkata : “Tertuduh berpemahan qadariyyah” [Ahwaalur-Rijaal, hal. 136 no. 339]. Adz-Dzahabiy berkata : “Tsiqah” [Al-Kaasyif, 1/405 no. 1641]. Ibnu Hajar berkata : “Tsiqah, tertuduh berpemahaman qadariyyah” [Taqriibut-Tahdziib, hal. 338 no. 2031]. Al-Albaaniy berkata : “Disepakati ke-tsiqah-annya” [Mu’jamu Asamiyir-Ruwaat, 2/46].
3. Ibraahiim bin Maisarah Ath-Thaa’iy (131 H).
Termasuk perawi yang dipakai oleh Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya.
Ibnu ‘Uyainah berkata : “Ibraahiim bin Maisarah adalah orang yang paling benar (perkataannya) dan paling tsiqah”. Ahmad bin Hanbal berkata : “Tsiqah”. Yahyaa bin Ma’iin berkata : “Tsiqah”. Abu Haatim berkata : “Shaalih” [lihat Al-Jarh wat-Ta’diil, 2/133-134 no. 423]. Al-‘Ijliy berkata : “Tsiqah” [Ma’rifatuts-Tsiqaat, 1/208 no. 42]. Ibnu Syaahiin berkata : “Tsiqah” [Taariikh Asmaa’ Ats-Tsiqaat, hal. 59 no. 41]. Adz-Dzahabiy berkata dengan menukil perkataan Al-Humaidiy : “Sufyaan (bin ‘Uyainah) pernah berkata kepadaku : ‘Matamu tidak akan pernah melihat orang semisal dengannya” [Al-Kaasyif, 1/226 no. 212]. Ibnu Hajar berkata : “Tsabt haafidh” [Taqriibut-Tahdziib, hal. 117 no. 262]. Al-Albaaniy berkata : “Tsiqah tsabt haafidh” [Mu’jamu Asamiyir-Ruwaat, 1/78].
4. ‘Amru bin Asy-Syariid, ia adalah Ibnu Suwaid Ats-Tsaqafiy Abul-Waliid Ath-Thaa’iy.
Termasuk perawi yang dipakai oleh Al-Bukhaariy dan Muslim dalam Shahih-nya.
Al-‘Ijliy berkata : “Tabi’iy tsiqah” [Ma’rifatuts-Tsiqaat, 2/177 no. 1387]. Ibnu Hibbaan memasukkannya dalam Ats-Tsiqaat (5/180). Ibnu Hajar berkata : “Tsiqah” [Taqriibut-Tahdziib, hal. 738 no. 5084].
5. Asy-Syariid bin Suwaid Ats-Tsaqafiy, salah seorang shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Lihat biografinya dalam Asadul-Ghaabah 2/629 no. 2430, Tahdziibul-Kamaal 12/458-459 no. 2732, dan Al-Ishaabah 3/204 no. 3887.
Diriwayatkan juga oleh Ath-Thahaawiy dalam Syarh Musykiilil-Aatsaar no. 1708 dari jalan Rauh – selanjutnya dengan riwayat di atas.
Diriwayatkan juga oleh Al-Humaidiy no. 829 - dan dari jalannya Ath-Thabaraaniy dalam Al-Kabiir 7/377-378 no. 7240 – dari jalan Sufyaan bin ‘Uyainah, dari Ibraahiim bin Maisarah, dari ‘Amru bin Asy-Syariid atau Ya’quub bin ‘Aashim. Al-Humaidiy mengatakan bahwa Sufyaan telah ragu-ragu dalam periwayatan ini.
Al-Haitsamiy membawakannya dalam Majma’uz-Zawaaid 5/124 dan berkata : “Para perawi Ahmad adalah para perawi Ash-Shahiih”.
Fiqh Hadits :
1. Kasih sayang Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam terhadap umatnya dan beliau khawatir mereka terkena ‘adzab.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا أَسْفَلَ مِنْ الْكَعْبَيْنِ مِنْ الْإِزَارِ فَفِي النَّارِ
Dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Apa-apa yang berada di bawah mata kaki dari kain, maka tempatnya adalah di neraka" [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy, Ahmad, ‘Abdurrazzaaq, dan yang lainnya].
2. Pengingkaran Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam semata-mata karena melihat orang tersebut melakukan isbal, tanpa membedakan apakah orang tersebut melakukannya dengan sombong atau tidak sombong. Sombong adalah adalah amal hati yang tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah ta’ala.
3. Shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tersebut melakukan isbal bukan karena sombong, namun karena cacat pada kakinya. Akan tetapi beliau tetap memerintahkan mengangkat kain yang dipakainya.
4. Isbal termasuk masalah yang harus diingkari sebagai pelaksanaan kewajiban amar ma’ruf nahi munkar.
عَنْ َ أَبِي سَعِيدٍ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ
Dari Abu Sa’iid : Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Barangsiapa yang melihat kemunkaran maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman”.
5. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersegera dalam merubah kemunkaran.
6. As-Salafush-shaalih bersegera dalam memenuhi perintah Allah dan Rasul-Nya. Hal itu ditunjukkan oleh persaksian perawi : “Maka orang tersebut tidak pernah terlihat sejak itu melainkan kain sarungnya hanya sampai pertengahan betisnya...”. Yaitu, sejak ditegur oleh beliau shallallaahu ’alaihi wa sallam. Mereka takut akan ancaman yang difirman Allah ta’ala :
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih” [QS. An-Nuur : 63].
7. Tsabat (tetap) dalam sunnah hingga meninggal dunia. Hal itu ditunjukkan oleh persaksian perawi : “Maka orang tersebut tidak pernah terlihat sejak itu melainkan kain sarungnya hanya sampai pertengahan betisnya hingga ia meninggal dunia”.
8. Berhias tidak boleh menyalahi perintah Allah ta’ala.
9. Setiap ciptaan Allah ta’ala itu indah.
Tidak ada ruang untuk mengatakan dalam hadits ini bahwa isbal diperbolehkan asalkan tidak sombong.
Inilah ringkasan faedah yang sempat terekam di memori dan catatan dari penjelasan Ustadzuna Yaziid Jawas – semoga Allah senantiasa menjaga beliau – pada hari Ahad, 25 April 2010 pukul 10.00 – adzan Dhuhur di Masjid Imam Ahmad bin Hanbal, Bogor – dengan beberapa keterangan tambahan dari Abul-Jauzaa’.
Wallaahu a’lam bish-shawwaab.
Dicopas dari: http://www.facebook.com/note.php?note_id=436580369007
0 komentar:
Posting Komentar