Putri
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam (yakni Fathimah Az-Zahra) dikatakan
melebihi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam beberapa hal, salah
satunya adalah putri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itu mempunyai
sifat malakut dan juga sifat Allah subhanahu wa ta’ala:
لم تكن الزهراء امرءة عادية، بل كانت امرءة
روحانية، امرءة ملكوتية، إنساناً بكل ماللإنسان من معنى، إنها موجود ملكوتي ظهر في
عالمنا على صورة إنسان، بل موجود إلهي جبروتي ظعر بصورة امرءة
Fathimah
Az-Zahra bukanlah wanita biasa, melainkan seorang wanita yang bersifat roh,
wanita yang bersifat malakut, hanya saja ia memiliki sifat manusia seutuhnya. Ia
adalah entitas bersifat malakut yang muncul di alam kita dengan wujud manusia. Bahkan
ia adalah entitas ketuhanan yang Mahakuasa dalam wujud seorang wanita.
(Al-Wasilah Ilallah subhanahu wa ta’ala, Ibrahim Al-Anshari, hal. 8. Bisa dibaca
kitab online-nya: http://www.al-kawthar.com/ahl_bayt/wasilah.htm.)
Pengultusan itu
tidak hanya berlaku untuk Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu yang
dianggap sebagai shahibul wilayah (pemilik wewenang), namun juga
disematkan kepada Fathimah Az-Zahra yang dianggap lebih utama daripada para
nabi, bahkan dianggap wujud Tuhan yang Mahakuasa.
Senada dengan
pandangan ini, Khomeini menganggap bahwa, baik secara lahir maupun batin,
Fathimah Az-Zahra adalah merupakan wujud Tuhan.
لم تكن الزهراء امرءة عادية، بل كانت امرءة
روحانية، امرءة ملكوتية
Fathimah
Az-Zahra bukanlah wanita biasa, melainkan seorang wanita yang bersifat roh,
wanita yang bersifat malakut. (Al-Mar’aah fil Fikr, Khomeini http://www.mezan.net/mawsouat/fatima/akhlak.html.)
هي كائن ملكوتي تجلى في الوجود بصورة إنسان، بل
كائن إلهي جبروتي ظهر على هيئة امرءة.
Ia (Fathimah
radhiyallahu anha) adalah entitas bersifat malakut yang menampakkan diri dalam
wujud manusia. Bahkan, ia adalah entitas bersifat ketuhanan yang Mahakuasa yang
muncul dalam bentuk seorang wanita.
غداً ذكرى مولد الكائن الذي اجتمعت فيه
المعنويات والمظاهر الملكوتية والإلهية والجبروتية والملكية والإنسانية.
Esok adalah
hari peringatan kelahiran entitas yang di dalamnya terhimpun sifat-sifat spiritual,
fenomena-fenomena malakut, ketuhanan, kekuasaan, kemalaikatan dan kemanusiaan.
(Al-Mar’aah fil Fikr, Khomeini http://www.mezan.net/mawsouat/fatima/akhlak.html.)
Pendapat yang
lebih masyhur adalah bahwa Fathimah Az-Zahra adalah wanita lembut yang
mempunyai keagungan dan kemuliaan, lantas bagaimana mungkin tiba-tiba dianggap
sebagai wanita yang mempunyai Mahakuasa (jabarut). Maka, secara tidak langsung,
Fathimah Az-Zahra bagi Syiah Imamiyah dianggap lebih perkasa daripada Ali radhiyallahu
‘anhu, atau bahkan daripada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
(ayahnya).
Lucunya (atau
tidak lucunya), saking mengagungkan ibunda Al-Hasan dan Al-Husain ini (Fathimah
Az-Zahra), Syiah Imamiyah tega-teganya melecehkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam (yang notabene ayahanda Fathimah Az-Zahra), dengan membuat
riwayat-riwayat palsu:
وهي أم الأئمة النقباء النجباء، وأنجب الورى من
بين النساء ساطعا عطر الجنة ورائحتها من بين ثدييها، ورسول الله (صلى الله عليه وآله)
كان يمس وجهه لما بين ثدييها كل يوم وليلة يشمها ويتلذ من اشتشمامها، ولذا كانت
تسمى ريحانة نفس النبي (صلى الله عليه وآله) ومهجتها وبهجتها.
Ia (Fathimah
Az-Zahra) adalah ibu para imam terkemuka yang mulia (Al-Hasan dan Al-Husain),
dan yang terbaik di antara para perempuan. Sinarnya menerangi surga, bau
wanginya semerbak di antara dua payudaranya. Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam selalu mengusapkan wajahnya di antara dua payudaranya setiap hari dan
setiap malam. Beliau menciumnya dan menikmati baunya. Itulah kenapa
ia disebut wewangian jiwa Nabi shallallahu alaihi wasallam, kesukaan jiwanya,
dan kebahagiaan jiwanya. (Kitab Al-Lum’ah Al-Baidha’, At-Tibrizi, hal. 235)
Coba itu.
apakah mereka tidak sadar kalau riwayat ini justru melecehkan Fathimah Az-Zahra
radhiyallahu anha itu sendiri, alih-alih mengagungkannya? Ataukah mereka
sengaja merekayasa riwayat ini demi memuaskan fantasi seksual pihak tertentu? (kalau
ya, berarti kurang ajar sekali mereka terhadap tokoh yang mereka agungkan
sendiri, bagaimana kiranya terhadap tokoh yang mereka benci, seperti Abu Bakar
dan Umar radhiyiallahu anhuma?)
Oleh: Mahbub
Yafa Ibrahim, Ketawa Merinding Ala Syiah, hal 13-17.
0 komentar:
Posting Komentar