-->

14 Oktober 2012

Andakah Orang "Beruntung" Itu ?

Anda seorang muslim dan merasa terasing? Jika ya, selamat, Andalah orangnya. Tapi apakah benar anda?

Mari kita buktikan..

Sungguh! Umat islam telah terdampar di persimpangan jalan, mereka hidup dalam kesengsaraan yang tidak pernah disaksikan oleh sejarah islam, telah berlalu banyak krisis dan bencana yang silih berganti. Hal ini dikarenakan umat islam sekarang berada pada kondisi yang lemah dan jauh dari syariat Allah Ta’ala yang kokoh. Akibatnya kita dapatkan kaum muslimin sekarang kehilangan sebagian negeri atau harta mereka. Mereka hidup dalam keadaan bimbang, keguncangan, ketakutan dan rasa was-was.

Islam datang pada masa jahiliyah dalam keadaan asing, dan telah datang masanya di mana islam saat ini dirasakan asing oleh pemeluknya. Sungguh benar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya,Sesungguhnya Islam dimulai dalam keadaan asing dan akan kembali asing sebagaimana awalnya, maka thuuba (beruntunglah) orang-orang yang asing (HR Muslim).

Makna Asing
Definisi asing dalam hadits di atas bukanlah mutlak diberikan bagi seorang yang tampil beda di tengah masyarakatnya. Akan tetapi, asing di sini bermakna seorang muslim yang melaksanakan syariat Islam dengan benar ketika masyarakat melupakannya. Ketika ia melaksanakannya, masyarakat di sekitarnya mengingkarinya bahkan menentangnya. Makna asing di sini dijelaskan dalam hadits lain bahwasanya mereka adalah, “orang-orang yang berbuat kebajikan ketika manusia rusak”, dan dalam riwayat lain mereka adalah, “orang-orang shalih di antara banyaknya orang-orang yang buruk, orang yang menyelisihi mereka lebih banyak dari yang mentaati mereka”.

Terasing.. Terasa nyamankah di telinga kita ketika mendengar kata tersebut? Begitulah yang digambarkan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam mengenai keadaan ahlussunnah di akhir zaman. Sebagaimana sabda beliau:
Sesungguhnya Islam berawal dalam keadaan asing dan akan kembali menjadi asing [Shahih, HR Abu Dawud, At Tirmidzi]

Asing, aneh, diluar kebiasaan, dan kata-kata lain yang sejenis melekat pada seorang ahlussunnah yang istiqomah di atas sunnah Nabinya dan menggigitnya dengan gigi geraham di akhir zaman ini. Akhir zaman, yang pada saat munculnya berbagai fitnah, ujian, cobaan, munculnya orang-orang yg menyemarakkan kesyirikan dan melestarikan kebid’ahan, bertebarnya kemaksiatan dan merajalelanya kezhaliman, makin banyaknya orang-orang yang menganggap remeh agama, mempermainkannya, bahkan mencampakkannya. Banyak cacian, hinaan, pemberian julukan-julukan dari orang-orang yang jahil terhadap agama kepada ahlussunnah, seperti: teroris, sok alim, jumud, kolot, aliran sesat, salah pemahaman, wahabi, mujassimah, maz’um, dan julukan konyol lainnya seperti: kambing (karena jenggotnya) & kebanjiran (karena tidak isbal pakaiannya). Julukan-julukan tersebut akan semakin menjauhkan seseorang dari sunnah, membuat tertekan dan membuat semakin terasing orang-orang yang berusaha mengamalkan sunnah Nabinya yang mulia‘alaihissholatu wassalam.

Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnadnya dari Abdullah bin Amr bin al-’Ash radhiyallahu’anhu, dia mengatakan; Suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berbicara dan ketika itu kami berada di sisi beliau, “Beruntunglah orang-orang yang asing.” Kemudian ada yang menanyakan, “Siapakah yang dimaksud orang-orang yang asing itu wahai Rasulullah?”. Maka beliau menjawab, “Orang-orang salih yang hidup di tengah-tengah orang-orang yang jelek lagi banyak [jumlahnya]. Orang yang mendurhakai mereka lebih banyak daripada orang yang menaati mereka.” (HR. Ahmad 6362 [13/400], dishahihkan al-Albani dalam Shahih w a Dha’if al-Jami’ 7368 [3/443] as-Syamilah)

Syaikh al-Albani rahimahullah menyebutkan di dalam Silsilah al-Hadits as-Shahihah penafsiran makna orang-orang yang asing tersebut dengan sanad yang shahih. Diriwayatkan oleh Abu Amr ad-Dani dalam as-Sunan al-Waridah fi al-Fitan dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu secara marfu’ -sampai kepada Nabi-, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Islam itu datang dalam keadaan asing dan akan kembali menjadi asing seperti ketika datangnya. Maka beruntunglah orang-orang yang asing.” Ada yang bertanya, “Siapakah mereka itu wahai Rasulullah?”. Maka beliau menjawab, “Yaitu orang-orang yang tetap baik (agamanya) tatkala orang-orang lain menjadi rusak.” (as-Shahihah no 1273 [3/267]. as-Syamilah, lihat juga Limadza ikhtartul manhaj salafi, hal. 54).

Makna Thuuba
Thuuba dalam hadits di atas ditafsirkan secara berbeda, sebagian ulama menafsirkannya dengan nama pohon di surga, sebagian mengatakan ia adalah kebaikan yang banyak, sebagian mengatakan ia adalah surga. Akan tetapi, semua makna tersebut adalah benar. Seorang muslim yang teguh di atas agamanya, berpegang pada tuntunan Nabinya yang suci di saat manusia sudah melupakan tuntunan tersebut, walaupun dia dicela, dihina, diasingkan karena melaksanakan agama Allah maka Dia akan menyiapkan baginya kebaikan yang sangat banyak.

Ahlussunnah adalah Kelompok Terasing
Ahlus Sunnah adalah orang-orang yang menghidupkan sunnah-sunnah Rasulullah dalam seluruh perkara, baik dalam ibadah, perilaku, dan dalam segala bidang kehidupannya. Oleh karena itu, biasanya mereka menjadi orang-orang yang dipandang asing di tengah masyarakatnya dikarenakan mereka menghidupkan sunnah yang sebelumnya belum dikenal atau mereka menyelisihi adat istiadat setempat yang berseberangan dengan syari’at. Maka Ahlus Sunnah adalah kelompok terasing.

Ahlussunnah, ia terasing dalam agama ditengah kerusakan agama manusia. Ia terasing dalam pergaulan di tengah pergaulan manusia yang dipenuhi hawa nafsu, khalwat dan ikhtilat. Ia terasing dalam aqidah di tengah penyimpangan aqidah manusia. Ia adalah orang yang berilmu di tengah manusia-manusia yang jahil. Ia adalah pemurni aqidah di tengah para pelestari kesyirikan. Ia adalah pemegang sunnah di tengah manusia berbuat bid’ah. Ia adalah penyeru kepada Allah dan RasulNya di tengah para penyeru kepada hawa nafsu syahwat dan syubhat.

Rasulullah pun mensifati keadaan ahlussunnah yang menggenggam agamanya seperti orang-orang yang menggenggam bara api. Rasulullah bersabda: 
Akan tiba suatu masa ketika itu orang yang berpegang teguh dengan agamanya seperti halnya orang yang sedang menggenggam bara api.” [HR.Tirmidzi 2260, as-Shahihah 957]

Para ulama biasa mensifati Ahlus Sunnah dengan keterasingan dan jumlah yang sedikit. Al-Hasan Al-Bashrirahimahullahberkata kepada sahabat-sahabat beliau, “Wahai Ahlus Sunnah, lemah lembutlah kalian semoga Allah Ta’alamerahmati kalian, karena kalian termasuk orang-orang yang paling sedikit”. Yunus bin Ubaid rahimahullah berkata, ”Tidak ada satupun yang lebih asing dari As-Sunnah dan orang yang mengenalnya”. Sufyan At-Tsauriy rahimahullah berkata, ”Berbuat baiklah kepada Ahlus Sunnah karena mereka adalah orang-orang asing”.
Sunnah yang dimaksudkan di atas bukanlah sebagaimana pengertian menurut ulama fiqh, yaitu sesuatu yang apabila dikerjakan mendapatkan pahala dan apabila ditinggalkan tidak mendapat dosa. Namun yang dimaksud para ulama di atas dengan sunnah adalah jalan hidup Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam beragama. Itulah jalan yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya berada di atasnya yaitu jalan yang terbebas dari segala bentuk syubhat (virus pemikiran) dan syahwat (virus menginginkan hal-hal yang terlarang). Jadi tepatlah pengertian Ahlus Sunnah yang dikatakan Al-Fudhail bin Iyadh yaitu mereka adalah orang yang mengerti tentang barang-barang halal apa saja yang masuk ke perutnya. Karena memakan barang-barang yang halal merupakan perkara sunnah paling penting yang dipegang erat oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya.

Hal ini disebabkan oleh banyaknya kemungkaran dan tersamarnya kebenaran, ditambah lagi dengan sikap arogan dan anarkhis dari sebagian pemegang sunnah itu sendiri sehingga orang yang berpegang pada sunnah dimusuhi dan dicurigai. Berbagai macam celaan dan tuduhan dilontarkan. Sebagian dari mereka bahkan diusir dari kampungnya, diasingkan dari keluarganya, seorang akhwat diceraikan oleh suaminya. Terasa amat berat berpegang pada sunnah pada saat sekeliling telah rusak, terasa jalan sunnah begitu terjal.

Ini tidaklah aneh, karena Nabi yang paling mulia, yang memiliki akhlaq yang agung, Allah berikan cobaan yang amat berat dalam menyampaikan risalah Rabbnya. Demikian pula para ulama setelah itu, simaklah sebuah kisah yang diceritakan oleh Imam asy-Syathibi rahimahullah (790 H) tentang keterasingan dirinya, ia berkata:
Aku memulai memperdalam ushuluddin (pokok-pokok agama) baik amaliyah maupun keyakinan, kemudian memperdalam cabang-cabang yang dibagun di atas pokok-pokok tadi. Dari sana menjadi sangat jelas padaku mana yang sunnah dan mana yang bid’ah, mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. Kemudian aku menguatkan diriku berjalan bersama al-Jama’ah yang dinamai oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dengan nama as-Sawadul A’zham, dan meninggalkan bid’ah yang telah dinyatakan oleh para ulama sebagai sesuatu yang bid’ah dan menyimpang. Sedangkan aku ketika itu sudah berada dalam barisan mereka yang sering berkhutbah dan menjadi imam. Namun ketika aku mulai istiqomah di atas sunnah, ternyata ku dapati diriku aneh dan terasing di tengah-tengah mayoritas manusia. Karena agama mereka telah dikuasai oleh adat istiadat dan telah dilumuri kotoran-kotoran bid’ah …
Maka akupun mempertibangkan antara mengikuti sunnah namun menyalahi adat istiadat manusia, pastilah aku akan menghadapi ujian yang amat berat walaupun pahalanya besar. Atau mengikuti mereka namun menyalahi sunnah dan jalan salafusshalih, akibatnya aku termasuk orang-orang yang sesat -dan aku berlindung kepada Allah dari hal tsb-Namun aku yakin bahwa keselamatan ialah denga mengikuti sunnah, dan bahwa manusia tidak dapat menolongku sedikitpun dari azab Allah.
Aku mencoba memulai mengamalkan sunnah secara perlahan, maka tegaklah kiamat padaku! Cercaan bertubi-tubi menghampiriku. Aku dituduh sesat dan berbuat bid’ah, dan aku diperlakikan layaknya orang pandir dan bodoh..
Terkadang aku dituduh mengatakan bahwa berdo’a itu tidak ada menfaatnya karena aku tidak mau ikut berdo’a secara berjamaah di setiap selesai shalat..
Terkadang aku dituduh sebagai Syiah Rafidhah karena aku tidak mengkhususkan doa untuk khulafaur rasyidin ketika khutbah jum’at. Padahal perbuatan tsb tidak pernah dilakukan oleh salafusshalih, dan tidak pula oleh para ulama yang mu’tabar..
Terkadang mereka mengatakan bahwa aku memberatkan diri dalam urusan agama, karena aku konseksuen dalam hukum dan fatwa serta memakai madzhab-madzhab besar yang sudah diketahui keabsahannya..
Terkadang aku dianggap memusuhi para wali Allah karena aku tidak menyukai kaum sufi yang berbuat bid’ah dan menyimpang dari sunnah ..
Keadaanku menyerupai keadaan seorang imam yang terkenal bernama Abdurrahman bin Bathah di tengah masyarakat pada zamannya, beliau bercerita tentang dirinya:
“Aku merasa heran terhadap keadaanku bersama karib kerabatku baik yang dekat maupun yang jauh, yang mengenalku maupun yang tidak. Aku mendapati di mekkah, khurasan, dan tempat lainnya orang-orang menyeru pada pendapatnya. Jika aku membenarkan perkataannya ia menamaiku muwaffiq, jika aku menyalahi sebagian pendapatnnya ia menamaiku mukhallif. Jika aku membawakan dalil dari al-Qur’an dan Sunnah yang menyalahi pendapatnya ia menamaiku khariji.Jika aku membacakan hadits tentang tauhid maka mereka menamakanku musyabbih. Jika hadits itu berbicara tentang iman ia menamaiku murji’ah. Jika hadits itu berbicara tentang perbuatan hamba ia menamaiku qodari. Jika hadits itu berbicara tentang keutamaan ahlulbait ia menamaiku rafidhah. Jika hadits itu berbicara tentang keutamaan abu bakr dan Umar ia menamaiku Nashibi. Jika aku menjawab dengan lahiriyah hadits mereka menamaiku zhahiri..
Jika aku menyetujui sebagian dari mereka maka sebagian lainnya murka dan marah padaku. Jika aku mencari keridhaan mereka maka Allah akan murka kepadaku dan mereka tidak bisa menolongku sedikitpun dari azab Allah. Sesungguhnya aku berpegang kepada Al Qur’an dan Sunnah dan aku memohon ampun kepada Allah yang tiada Illah yang berhak disembah selain Dia, dan Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
[al-I'tisham 1/32-38 secara ringkas. Tahqiq Syaikh Salim bin 'Id al Hilali] 
Begitulah keadaan para imam yang berusaha istiqomah di atas sunnah, menghadapi cacian dan celaan. Bila kita hidup pada masa Imam Syathibi, masihkah kita menggenggam sunnah? atau luluh di tengah masyarakat yang tergelimang dalam bid’ah? Imam asy-Syathibi hidup pada abad ke 8 Hijriyah, bagaimana dengan kita yang hidup pada zaman ini (abad 15 Hijriyah)? Padahal keburukan akan semakin bertambah seiring bertambahnya zaman. Rasulullah bersabda,
Sesungguhnya tidak berlalu suatu zaman atas kalian kecuali zaman setelahnya lebih buruk dari zaman sebelumnya hingga kalian menjumpai Rabb kalian. [HR. Bukhari, no.6541]

Kau rasakankah itu kawan?
Ketika kau palingkan pandanganmu dari yg tidak halal bagimu
Ketika teman-temanmu yang berlainan jenis tertawa cekikikan, bersenda gurau
Ketika dengan cueknya teman-temanmu merangkul, berpegangan tangan, dan bermesraan
Ketika kau sendiri sementara teman-temanmu berpasang-pasangan dimana mereka belum terikat ikatan pernikahan
Ketika kau katupkan kedua tanganmu saat ada lawan jenis ajnabi yg mencoba menyalamimu
Ketika kau segera pergi dari keadaan dirimu hanya berdua dengan lawan jenis ajnabi
Ketika teman-temanmu begitu asiknya mendengarkan musik dan bermain musik
Ketika teman-temanmu mendengarkan dan mendengungkan nasyid yg katanya islami berhiaskan alat-alat musik
Ketika kau cukupkan tilawah dan lantunan Qur'an sebagai penghibur kegundahan dan kesedihanmu
Ketika teman-temanmu sibuk dengan fashion yg terbaru
Ketika engkau para ikhwan, bercelana ngatung dan berjenggot
Ketika engkau para akhwat berjilbab syar'i dan bercadar
Ketika sekelumit hal-hal "prinsip" lainnya yang ada dalam dirimu dalam menjalankan syariat agama..
Ketika.. dan ketika..

Allahu Akbar..!!!

Keterasingan Islam Saat Ini
Ikhwan wa Akhwat Fillah, saat ini telah terlihat bagaimana kebenaran sabda Nabi shalllahu ’alaihi wa sallam. Inilah keterasingan Islam saat ini. Kaum muslimin saat ini yang sudah jauh dari agamanya membolehkan berbagai perkara yang sudah jelas-jelas dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya dan melarang perkara yang Allah dan Rasul-Nya perbolehkan. Lihatlah contohnya perkara zina yang jelas-jelas dilakukan di depan umum dan disebarluaskan. Masyarakat malah membiarkan perbuatan ini, bahkan menyanjung pelakunya karena dia telah mengakui kesalahannya. Sedangkan orang yang melakukan perbuatan yang jelas-jelas halalnya dalam syari’at ini yaitu poligami malah dihujat, dicela bahkan dituduh sebagai orang yang memperturutkan hawa nafsunya.

BAGAI MENGGENGGAM BARA API 
Akan datang satu masa kepada umatku saat orang yang bersabar di atas agamanya laksana orang yang memegang bara api (HR at-Tirmidzi dan Ibn Adi). 
Sesungguhnya Islam datang dalam keadaan asing dan akan kembali pula dalam keadaan asing, maka berbahagialah orang-orang yang dikatakan asing. (HR. Muslim dari hadits Abu Hurairah dan Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma) 
Sesungguhnya keajaiban manusia di akhir zaman ini sangat banyak dan nyata sekali. Terkadang kita kurang jeli memperhatikannya sehingga terlihat dunia ini berjalan baik-baik saja. Namun, bila kita cermati dengan baik, kita akan menemukan segudang keajaiban dan keanehan dalam kehidupan manusia akhir zaman dan hampir dalam semua lini kehidupan. Keajaiban yang kita maksudkan di sini bukan terkait dengan persitiwa alam seperti gempa bumi, tsunami dan sebagainya, atau kejadian yang aneh-aneh lainnya, melainkan pola fikir (GHAZWUL FIKR) manusia yang paradoks dan berkembang biak di akhir zaman ini.
Berikut ini adalah analisis dari sebagian kecil cara berfikir paradoks yang berkembang akhir-akhir ini dalam masyarakat luas. Lebih ajaib lagi, model berfikir paradoks tersebut malah dimiliki pula oleh sebagian umat Islam baik dari kalangan awam, terpelajar, politisi, pengusaha dan bahkan sebagian Ustadz, Kyai dan para tokoh mereka (semoga kita semua tidak termasuk di dalamnya). Kaum muslimin pun banyak yang “membebek” dan mengikuti pola pikir mereka yang diantaranya adalah sebagai berikut :

MEDIA 
Apa saja yang dituliskan dalam Koran dan Majalah, dengan mudah orang mempercayainya kendati itu hanya berupa tulisan manusia biasa yang belum teruji kebenarannya dan dibuat oleh penulis yang dipertanyakan pemahaman agamanya. Membaca dan mempelajarinya dianggap sebagai lambang kemajuan dan menambah wawasan.

Akan tetapi, apa yang tercantum dalam Al-Qur’an dan Hadits belum tentu langsung dipercayai dan diyakini kebenarannya, kendati mengaku sebagai Muslim. Padahal kebenaran Al-Qur’an sudah teruji sepanjang masa dari berbagai sisi ilmu pengetahuan. Akhir-akhir ini muncul anggapan bahwa memahami Al-Qur’an dan Hadits jangan letter lecht dan tidak bisa diterima “mentah-mentah” namun harus “dibumikan dahulu” agar sesuai dengan kondisi zaman..

Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak pula bagi perempuan yang mu’minah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya dia telah sesat, dengan kesesatan yang nyata.” (Q.S. Al-Ahzab: 36) 

TOLERANSI
Bila ada orang atau kelompok yang dengan nyata-nyata merusak dan melecehkan ajaran Islam yang sangat fundamental, seperti masalah Rabb, Al-Qur’an dan pribadi Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam, yang jelas-jelas merusak aqidah (tauhid) maka orang dengan gampang mengatakan yang demikian itu adalah kebebasan mengeluarkan pendapat dan berekspresi dalam menafsirkan agama.

 Namun, bila ada Khatib, Ustadz atau masyarakat Muslim mengajak jamaah dan umat Islam untuk konsisten dengan ajaran agamanya, maka orang dengan mudah menuduhnya sebabai Khatib, penceramah atau Ustadz aliran keras dan tidak bisa berdakwah dengan cara yang hikmah, bahkan perlu dicurigai sebagai calon TERORIS.

Sesungguhnya barang siapa yang masih hidup sepeninggalku nanti,ia akan melihat perbedaan prinsip yang banyak sekali, untuk itu wajib bagi kalian mengikuti sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk, peganglah erat-erat dan gigitlah dengan gigi geraham dan jauhilah perkara baru dalam agama, karena setiap perkara baru dalam agama itu bid’ah dan setiap bidah itu sesat.”(HR. Abu Daud dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shohih Sunan Abu Dawud no: 4607). 

POLA HIDUP
Tidak sedikit manusia, termasuk yang mengaku Muslim yakin dan bangga dengan sistem hidup ”ala amerika atau eropa” kendati sistem yang mereka yakini dan banggakan itu sendiri menyebabkan hidup mereka kacau dan mereka selalu menghadapi berbagai kedzaliman dan ketidak adilan dari para penguasa negeri mereka. Mereka masih saja mengklaim : inilah sistem sosial yang paling cocok dan sesuai dengan perkembangan zaman modern.

Namun, bila ada yang mengajak dan menyeru untuk kembali kepada hukum Islam, maka orang akan menuduh ajakan dan seruan itu akan membawa kepada keterbelakangan, kekerasan dan TERORISme, padahal mereka tahu bahwa Islam itu diciptakan oleh Allah Subhaanahu wa Ta’ala untuk keselamatan dunia dan akhirat dan Allah Ta’ala mustahil keliru dan tidak mungkin akan menzalimi hamba-Nya.

Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”. (QS. Ali ‘Imran : 85).

JENGGOT (khusus Ikhwan)
Ketika seorang Yahudi atau pemuka agama lain memanjangkan jenggotnya, orang akan mengatakan dia sedang menjalankan ajaran agamanya dengan penuh ketaatan. Seorang artis atau public figure yang berjenggot dikatakan terlihat “modis” dan “tampil beda” dengan variasi penampilan.

Namun, saat seorang Muslim memelihara jenggotnya, dengan mudah orang menuduhnya fundamentalis, “aliran garis keras” atau TERORIS yang selalu harus dicurigai khususnya saat masuk ke tempat-tempat umum seperti hotel dan sebagainya. Dengan enteng mereka mengejeknya dan mengatakan “kambing berjalan..!!!”

Juga dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Selisilah orang-orang musyrik; potonglah kumis dan biarkanlah jenggot.” (HR. Muslim no. 625). 

JUBAH/GHOMIS dan CELANA NGATUNG (Ikhwan only)

Jika seorang Biksu atau Pendeta memakai jubah dan pakaian “kebesaran”nya, orang memandang bahwa merekalah orang terbaik diantara mereka sehingga layak berpenampilan seperti itu sebagai wujud kepatuhan terhadap agamanya yang mulia. Superstar mereka Jacko yang bercelana “ngatung..” dikatakan terlihat sangat cool..

Ironisnya, jika seorang Ikhwan memakai gamis, jubah dan sejenisnya karena ingin mencontoh suri tauladan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam hal berpakaian, tanpa rasa bersalah mereka mengatakan “sok alim” dan berujar “kita tidak sedang hidup di negeri Arab”. Adapun memakai celana ngatung -tidak isbal- (melebihi mata kaki) dikatakan “kebanjiran”

Pakaian yang disukai oleh Rasulullaah shallallaahu ‘alayhi wa sallam adalah pakaian gamis”. (Asy-Syaikh Al-Albani menshahihkan haditsnya dalam tahqiq beliau terhadap kitab Mukhtashar Asy-Syama`il Al-Muhammadiyah karya Imam At-Tirmizi, pada hadits no. 46.)
Dan hadits ‘Aisyah radhiyallahu’anha: “Bagian kain sarung yang terletak di bawah mata kaki berada di dalam neraka.(HR. Ahmad, 6/59,257). 

CADAR (khusus Akhwat)
Ketika seorang Biarawati memakai pakaian yang menutup kepala dan tubuhnya dengan rapi, orang akan mengatakan bahwa sang Biarawati telah menghadiahkan dirinya untuk Tuhan-nya.

Namun, bila Akhwat Muslimah menutup auratnya dengan jilbab syar’i, hijab atau bahkan cadar, maka orang lagi-lagi akan menuduh mereka terbelakang dan tidak sesuai dengan zaman, tampil “seperti NINJA” atau “GORDEN BERJALAN” padahal mereka yang menuduh itu katanya adalah para penganut paham demokrasi, yang katanya setiap orang bebas menjalankan keyakinan masing-masing.

Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin: hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu..” (QS. Al-Ahzab: 59)

PEKERJAAN

Bila wanita Barat tinggal di rumah dan tidak bekerja di luar karena menjaga diri, merawat rumah dan mendidik anaknya, maka orang akan memujinya karena ia rela berkorban dan tidak bekerja di luar rumah demi kepentingan rumah tangga dan keluarganya.

Namun, bila wanita Muslimah tinggal di rumah menjaga harta suami, merawat dan mendidik anaknya, maka orang akan menuduhnya “terjajah” dan harus dimerdekakan dari dominasi kaum pria atau apa yang sering mereka katakan dengan kesetaraan gender dan “emansipasi”.

Tetaplah kalian tinggal di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian bertabarruj sebagaimana tabarrujnya orang-orang jahiliyah yang awal.” (Al-Ahzab: 33) 

PENAMPILAN
Setiap wanita Barat bebas ke kampus dan ke pasar dengan berbagai atribut hiasan dan pakaian yang “serba minim”, ketat dan menampakkan lekuk tubuhnya, dengan alasan itu mereka katakan adalah hak asasi mereka dan kemerdekaan mengekpresikan diri.
Namun, bila wanita Muslimah yang ke kampus atau ke tempat kerja dengan memakai pakaian Islaminya, maka orang akan menuduhnya “eksklusif” dan berfikiran sempit tidak sesuai dengan peraturan dan paradigma kampus atau tempat kerja mereka.

Dan katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluan-nya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (Q.S An-Nur: 31) 

PENDIDIKAN
Bila anak-anak mereka (non muslim) ) sibuk dengan berbagai macam mainan yang mereka ciptakan, mereka akan mengatakan ini adalah pembinaan bakat, kecerdasan dan melatih kreativitas sang anak.

Namun, bila anak Muslim dibiasakan mengikuti pendidikan praktis agamanya atau masuk ma’had (Pondok Pesantren), maka orang akan mengatakan bahwa pola pendidikan seperti itu “tidak punya harapan” dan memiliki masa depan yang suram.. Bahkan parahnya dianggap sebagai pendidikan calon teroris.. Na'udzubillah..
“Menuntut ilmu adalah wajib atas setiap muslim.” Hadits hasan diriwayatkan oleh sejumlah shahabat. Dishohihkan oleh Al-Albâny dalam Takhrîj Musykilatul Faqr hal 80.

JIHAD

Ketika Yahudi atau Nasrani membunuh dan membantai seseorang, atau melakukan Agresi ke negeri Islam khususnya di Palestina, Afghanistan, dan sebagainya, tidak ada yang mengaitkannya dengan agama mereka. Bahkan mereka mengatakan itu adalah hak mereka dan demi menyelamatkan masyarakat Muslim yang ada di sana.

Akan tetapi, bila kaum Muslim berjihad melawan Agresi Yahudi atas Palestina, atau Amerika Kristen di Afghanistan, mereka pasti akan mengaitkannya dengan Islam dan menuduh kaum Muslim tersebut sebagai Milisi pemberontak dan TERORIS..

Barangsiapa yang menyerang kamu maka seranglah ia, sebanding dengan serangannya terhadapmu.” (Al-Baqarah: 194)

SYAHID
Bila seseorang kafir mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan orang lain, maka semua orang akan memujinya dan berhak mendapatkan penghormatan sebagai “martir” dengan berjejal medali atas jasanya..

Namun, bila orang Palestina melakukan hal yang sama untuk menyelamatkan anak, saudara atau orang tuanya dari penculikan dan pembantaian tentara Yahudi Israel, atau menyelamatkan rumahnya dari kehancuran serangan roket-roket Israel, atau memperjuangkan masjid dan kitab sucinya dari penodaan pasukan Yahudi, orang serta merta akan menuduhnya TERORIS.

Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kalian sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kalian menggentarkan musuh Allah dan (yang juga) musuh kalian serta orang-orang selain mereka yang kalian tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya.” (QS. Al-Anfâl : 60)
Allahul Musta’an

Tanya Kenapa? Kenapa dan Kenapa semua itu terjadi..? Karena kita adalah seorang Muslim yang teguh dengan Al-qur'an dan As-Sunnah.. Qadarullah..

Katakanlah (wahai Muhammad ), wahai Ahlul Kitab marilah bersatu dengan kalimat yang tidak ada perselisihan antara kami dan kalian bahwa tidak kita sembah kecuali Allah saja, tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu apa pun dan tidak pula sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai rabb selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah pada mereka persaksikanlah bahwa kami adalah kaum muslimin.” (QS. Ali Imran : 64)

Imam at-Tirmidzi membawakan hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Akan datang suatu masa ketika itu orang yang tetap bersabar di antara mereka di atas ajaran agamanya bagaikan orang yang sedang menggenggam bara api.” (HR. Tirmidzi [2260] disahihkan al-Albani dalam Shahih wa Dha’is Sunan at-Tirmidzi [5/260], as-Shahihah no 957. as-Syamilah).

"Sesungguhnya orang-orang yang berdosa, adalah mereka yang dahulunya (di dunia) menertawakan orang-orang yang beriman. Dan apabila orang-orang beriman lalu di hadapan mereka, mereka saling mengedip-ngedipkan matanya.Dan apabila orang-orang berdosa itu kembali kepada kaumnya, mereka kembali dengan gembira.Dan apabila mereka melihat orang-orang mu’min, mereka mengatakan: "Sesungguhnya mereka itu benar-benar orang-orang yang sesat", padahal orang-orang yang berdosa itu tidak dikirim untuk penjaga bagi orang-orang mu'min.Maka pada hari ini, orang-orang yang beriman menertawakan orang-orang kafir, mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil memandang.Sesungguhnya orang-orang kafir telah diberi ganjaran terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan." (QS Al-Muthafiffin [83]: 29-36).

Di tengah-tengah para sahabat, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam mewartakan kondisi umat Islam pada akhir zaman. Rasulullah bersabda, ”Pada akhir zaman nanti, umatku bagaikan memegang api membara di tangannya. Mereka asing di antara para manusia.
Salah seorang sahabat bertanya, ”Berarti umat Islam menjadi umat minoritas nantinya, ya Nabi Allah?”Rasulullah kemudian menjawab, ”Bukan, bukan!” ”Lalu, bagaimana?” tanya sahabat.
Pada saatnya nanti hanya segelintir orang dari umatku yang tetap berpegang teguh pada Islam secara konsisten. Mereka ini bagaikan orang asing seperti Islam generasi awal.” Rasulullah menjelaskan.
Dulu, sewaktu Rasulullah mendakwahkan Islam kepada kaum kafir Quraisy, tanggapan sinis, skeptis disertai caci-maki, hinaan, bahkan siksaan mendera diri Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Beliau dan para pengikutnya dengan lantang menyuarakan kebenaran Islam yang agung. Beliau berani menentang arus besar pemikiran, sikap, dan tindakan mayoritas umat dengan penuh keyakinan dan semangat juang kuat.
Dan juga tradisi baru yang dikembangkan Rasulullah dan para sahabat dianggap keluar dari pakem, nyeleneh, menyimpang, melawan otoritaritas suci, dan, tentunya, asing di tengah-tengah tradisi kafir Quraisy.

Saat ini, jalan lurus Islam semakin banyak dilalui penduduk bumi. Di tiap jengkal tanah seantero bumi, telah tertanam benih-benih Islam. Ironinya, nomina kuantitas tidak seiring berkelindan dengan kualitas keberagamaan para pemeluknya. Masih relatif sedikit yang benar-benar mau menjalani Islam sebagai matan keyakinan dan cita-cita kehidupan.
Bahkan, acapkali muka sinis, pandangan benci, ucapan sarkastis ditujukan dan ditimpakan kepada minoritas kecil ini. Tidak aneh, bila itu keluar dari musuh-musuh Islam, tetapi yang memprihatinkan justru keluar dari rahim kepribadian umat Islam sendiri. Tampaklah bahwa pewartaan Rasulullah beberapa abad yang lalu telah mewujud menjadi sebuah kenyataan.

Berat memang, menjalani kehidupan di era ini sesuai dengan kaidah agama. Menggenggam kebenaran laksana menggenggam api yang membara. Bergegas ke masjid manakala suara adzan bergema, mengajak teman ikut kajian keislaman, terlibat dalam kegiatan dakwah, menolak ajakan teman untuk nonton film maksiat, seringkali dicap sebagai tindakan dan pandangan kuno.

Tak pelak, stigma konservatif, dogmatis, literalis, out of date, bahkan fundamentalis harus diterima lapisan minoritas umat ini. Sebaliknya, menjalankan agama semau gue, perilaku bebas nilai, hedonis, permisif, dan sekuler sangat lazim dan populer.

Namun, Rasulullah telah mengabarkan pada kita berita yang menggembirakan hati, melapangkan dada-dada kaum muslimin yang berpegang teguh pada sunnah, diantaranya:
Sesungguhnya Islam berawal dengan keasingan dan akan kembali kepada keasingan sebagaimana awalnya maka maka bergembiralah bagi orang-orang yang asing.” Rasulullah ditanya: “Siapa mereka wahai Rasulullah?” Jawab beliau: Yaitu yang melakukan perbaikan ketika manusia telah rusak.” [HR. Abu Amr Ad Dani, Silsilah Ash Shahihah no.1273]

Sesungguhnya di belakang kalian ada hari-hari kesabaran, kesabaran di hari itu seperti menggenggam bara api, bagi yang beramal (dengan Sunnah Nabi) pada saat itu akan mendapatkan pahala lima puluh.” Seseorang bertanya: “Lima puluh dari mereka wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab: “Pahala lima puluh dari kalian.” (Shahih, HR Abu Dawud, At Tirmidzi lihat Silsilah Ash Shahihah no. 494

beribadah di zaman fitnah sama dengan berhijrah kepadaku.” [HR.Muslim 4/2268 no.2948]

Tentulah hal-hal tersebut merupakan keutamaan yang agung bagi kita yang hidup di akhir zaman. Menjadikan kita semakin kuat untuk terus menapaki jalan sunnah walaupun terasa terjal dan berbatu-batu.
Yang sedikit dan asing inilah yang harus kita jadikan referensi kehidupan. Meski sedikit, mereka tak lekang oleh waktu, tak lapuk diterpa zaman. Mereka adalah manusia suci pengusung panji-panji kebenaran. Mereka selalu meniti jalan kebenaran meski terlalu licin dan sempit.

Umar bin Khatthab pernah berkisah. Saya bersama Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam sedang duduk-duduk. RasulShalallahu ‘Alaihi wa Sallam bertanya kepada para sahabat, "Katakan kepadaku, siapakah makhluk Allah yang paling besar imannya?" Para sahabat menjawab, "Para malaikat, wahai Rasul". Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, "Tentu mereka demikianDan mereka berhak seperti itu. Tidak ada yang bisa menghalangi itu, karena Allah SUBHANAHU WA TA’ALA telah memberikan mereka tempat".
Para sahabat menjawab lagi, "Para Nabi yang diberi kemuliaan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, wahai Rasul". RasulullahShalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, "Tentu mereka demikian. Dan mereka berhak seperti itu. Tidak ada yang bisa menghalangi itu, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan mereka tempat".
"Wahai Rasul, para syuhada yang ikut bersyahid bersama para Nabi," jawab mereka kembali. Rasul bersabda, "Tentu mereka demikianDan mereka berhak seperti itu. Tidak ada yang bisa menghalangi itu, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan mereka tempat".
"Lalu siapa, wahai Rasul?," tanya para sahabat. Lalu Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, "Kaum yang hidup sesudahku. Mereka beriman kepadaku, dan mereka tidak pernah melihatku, mereka membenarkanku, dan mereka tidak pernah bertemu dengan aku. Mereka menemukan kertas yang menggantung, lalu mereka mengamalkan apa yang ada pada kertas itu. Maka, mereka-mereka itulah yang orang-orang yang paling utama di antara orang-orang yang beriman". Subhanallah!

Dari sudut pandang ini sebenarnya Allah Subhanahu wa Ta’ala sangat memanjakan kita. Betapa tidak, kita tidak perlu bersusah payah mencari-cari kebenaran yang hakiki. Al-qur’an sebagai sumber kebenaran telah ada di hadapan kita. Cara mengamalkannya telah diberikan oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam lewat hadis dan sunnah-sunnahnya. Kalau belum lengkap, kita bisa melihat perilaku para sahabat, ulama, dan orang-orang saleh lainnya. Ajakan untuk berbuat kebaikan pun "berseliweran" di sekitar kita. Apa yang kurang? Tinggal kemauan untuk menggali dan mengeksplorasi saja yang kita perlukan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala pun telah memberikan contoh bagaimana orang-orang yang ingkar. Gambaran kehancuran kaum-kaum yang menolak kebenaran ada di hadapan kita. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut itu, maka di antara umat itu ada orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan. " (QS An-Nahl [16]: 36).
Tidak ada jaminan bagi kita untuk lebih baik bila kita hidup sezaman dengan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Mungkin kita akan menjadi salah seorang penentang dakwah mereka. Sekarang kita bisa lapang dada menerima seruan untuk beriman kepada Allah karena kita lahir dan dibesarkan dalam lingkungan Islam. Namun, apa jadinya kalau kita hidup lima belas abad lalu; satu zaman dan satu tempat dengan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, lalu menerima seruan seperti itu? Mungkin kita akan bergabung dengan Abu Jahal, Abu Lahab, Abu Sufyan, atau kaum kafir Quraisy lainnya untuk menghalangi dakwah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Na’udzubillah..

Allah Subhanahu wa Ta’ala menakdirkan kita menjadi umat akhir zaman. Kita lahir, dibesarkan, dan insya Allah akan meninggal setelah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dan para sahabat. Sebenarnya ada "kerugian" dan juga "keuntungan" menjadi umat akhir zaman ini. Ruginya, kita tidak termasuk orang yang bertemu langsung dengan Rasul dan para sahabat, tidak bisa berjuang bersama mereka, dan juga tidak dapat merasakan lezatnya zaman keemasan yang dahulu pernah mereka bangun.

Namun, di balik "kerugian" tersebut ada banyak keuntungan yang dapat kita peroleh. Salah satunya kita bisa mencontoh amal-amal baik yang dilakukan umat terdahulu untuk kita amalkan sekarang. Tentu, kita pun bisa belajar dari kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan, sehingga kita tidak mengulangi kesalahan serupa.
Bahkan, ada satu nilai plus yang tidak dimiliki para sahabat. Mereka beriman karena bertemu langsung dengan RasulullahShalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Setiap tindak tanduknya ada dibimbing langsung oleh beliau. Sangat wajar bila mereka beriman. Sedangkan kita, umat akhir zaman, tidak pernah bertemu langsung dengan beliau. Kita hanya membaca dari kisah dan shirah nabawiyyah. Maka, sungguh luar biasa bila manusia akhir zaman beriman pada beliau dalam segala dimensi kehidupannya.

Tentu sudah dibaca diatas tentang periwayatan Umar tadi mengenai siapakah makhluk Allah yang paling besar imannya? Jawaban langsung dari Rasulullah. Kita harus mampu memanfaatkan posisi dengan baik, jeli melihat kesempatan, dan mau belajar dari kesalahan orang lain, hingga tidak terjerumus ke dalam lubang yang sama. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah bersabda bahwa seorang Mukmin sejati itu tidak mungkin terjerumus ke dalam lubang yang sama dua kali berturut-turut.

Mari kita renungi, muhasabah diri.. Wabilkhusus Ana sendiri.
Apa benar kita seorang muslim?
Apa bukti keislaman kita?
atau "hanya" mengaku sebagai muslim?
Tahukah konsekuensinya saudaraku?
Bukankah kita diharuskan oleh Allah masuk kedalam Islam secara kaffah?
Sudah berapa juz Al-qur’an kita hafal? Sudah berapa banyak Al-Hadits kita tahu?
Kemudian, dari itu semua, adakah yang kita amalkan?
Tentu tak mau kita termasuk golongan orang yang membaca A-qur’an dan Hadits hanya sebatas melewati tenggorokan
Apakah seorang muslim, ia yang hanya memilah-milah Al-qur’an dan Al-Hadits yang sesuai dengan hawa nafsunya? Yang hanya sesuai dengan akal pikiran dan logikanya?
Berapa banyak Al-qur’an dan Al-Hadits yang kita abaikan?
Jika jawabannya adalah karena tidak tahu, mengapa tidak mencari tahu?
Jika jawabannya adalah karena tidak paham, mengapa tidak mencoba memahami?
Bukankah sudah banyak contoh dari orang-orang sholeh sebelum kita?
Lalu apa argumen kita bila datang ke akhirat nanti?
Bukankah pasti setiap diri kita datang kesana?
Apa pantas kita bertemu dengan Rasulullah?
Jika keadaannya seperti ini?
Beliau yang sangat mencintai kita
Yang di akhir hidupnya hanya memikirkan kita (Ummatii.. Ummatii.. Ummatii..)
Terlebih lagi, pantaskah kita melihat wajah-Nya?
Maha dari segala Maha!
Lalu apa balasan kita?
Apa yang akan kita katakan sementara kita hanya mengaku muslim?
Mana bukti cinta kita pada agama Allah?
Na’am, jawabannya ada pada diri-diri kita, Ana dan Antum/Antunna..

Ya Allah, jadikan kami golongan orang-orang yang shalih dan ta’at pada perintah agama-Mu. Yang selalu meletakkan kakinya diatas aturan Allah Subhânahu wa Ta’âla, yang perhatiannya tidak lepas kepada tempat suruhan yang akan dia kerjakan dan tempat larangan yang harus dia tinggalkan. Yang begitu besar perhatiannya kepada hal yang demikian sehingga mendorong kami untuk menuntut ilmu syariat, karena selalu menyadari tidak akan mungkin mengetahui hal itu tanpa memiliki bashirah yang tajam dan ilmu yang mendalam tentang al-Qur’ân dan Sunnah. Yang menjadikan kesholehan/kesholehahannya menuntutnya untuk mengenal Allah Tabâraka wa Ta’âla, yang sangat mengenal tempat-tempat kemurkaan-Mu sebagaimana juga mengenal tempat-tempat keridhaan-Mu. Yang tahu apa yang harus diperbuat ketika tergelincir dalam melakukan kesalahan dan maksiat, bagaimana agar kembali dapat merebut kecintaan Allah ‘Azza wa Jalla, bahkan melalui kesalahan tersebut mampu untuk mendekatkan diri kepada-Mu lebih dekat lagi dari pada sebelum melakukan kesalahan dan maksiat. Kuatkanlah kaki-kaki kami untuk senantiasa tegar di atas sunnah Nabi-Mu, dan berikanlah kami keistiqomahan sampai akhir hayat hingga kami dapat melihat wajah-Mu di surga yang paling tinggi. Amin..


Kembali Ana tanya, Anda seorang muslim dan merasa terasing? Jika jawabannya masih ya, selamat bahwa memang benar adanya, Andalah orangnya.

"Sesungguhnya Islam pertama kali muncul dalam keadaaan asing dan nanti akan kembali asing sebagaimana semula. Maka berbahagialah orang-orang yang asing (alghuroba')."
(hadits shahih riwayat Muslim)


"Berbahagialah orang-orang yang asing (alghuroba'). (Mereka adalah) orang-orang shalih yang berada di tengah orang-orang yang berperangai buruk. Dan orang yang memusuhinya lebih banyak daripada yang mengikuti mereka."
(hadits shahih riwayat Ahmad)
"Berbahagialah orang-orang yang asing (alghuroba'). Yaitu mereka yang mengadakan perbaikan (ishlah) ketika manusia rusak."
(hadits shahih riwayat Abu Amr Ad Dani dan Al Ajurry)

Wallahu Ta'ala A’lam Bisshowab..



THIS NOTE especially dedicated to one of some person who inspiring me:
Sahabat Ana, Ustad Fulan (bukan nama sebenarnya)
"Jangan pernah merasa terasing sendiri, karena Antum tidak sendiri !"


SUMBER: JUST CLICK THE IMAGE BELOW...

www.ibnunirwana.co.cc

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.