-->

16 Oktober 2012

Fatwa Sesat Syiah: Bersetubuh Tidak Membatalkan Puasa!


 
Jika membaca postingan terdahulu tentang fatwa ulama Syiah yang menyebutkan bahwa merokok di bulan ramadhan tidak membatalkan puasa ramadhan kita menganggapnya sebagai sesuatu yang sangat aneh dan nyeleneh, namun ternyata ada yang lebih nyeleneh dan lebih gila dalam berfatwa, siapa lagi kalau bukan ulama Syiah yang berfatwa demikian.

Dialah Sayyid Muhsin Thabathaba'i -Ulama Syiah yang sangat santer dan masyhur- berfatwa dengan teks berikut ini:

(Masalah ke 9) : Jimak (bersenggama) tidak membatalkan puasa jika dia sedang tidur atau terpaksa, dimana hal tersebut bukan dalam kendalinya, sebagaimana juga tidak membatalkan puasa jika dia lupa.

(Masalah ke 10) : Seandainya jika dia bermaksud hanya bermain di paha kemudian masuk pada salah satu lubang farj (dua lubang = qubul/kemaluan dan dubur/pantat), itu tidak membuatnya batal. Namun jika dia bermaksud memasukkannya pada salah satunya kemudian tidak terealisasi maka puasanya batal, karena dia telah berniat melakukan hal yang membatalkan puasa.

(Masalah ke 11) : Jika seorang laki-laki bersetubuh dengan khuntsa (yang memiliki dua kelamin) melalui kemaluannya maka itu tidak membatalkan puasanya si laki-laki dan juga tidak membatalkan puasa si khuntsa.

Buku: Mustamsik Urwatil Wutsqa, Juz 8 hal 243.



berikut scan kitabnya:


Fatwa di atas berisi (1) bolehnya bersenggama jika dalam keadaan tidur, lupa atau terpaksa (2) batal atau tidaknya puasa seseorang dilihat dari niatnya, bukan perbuatannya, jika berniat hanya bermain disekitar paha kemudian masuk, maka itu tidak membatalkan puasa. namun jika berniat memasukkannya kemudian tidak masuk maka puasanya batal. (3) bolehnya menyetubuhi istri pada pantatnya.

Hukum bersetubuh disaat puasa

Hukum bersenggama (tentunya bersama istri yang sah, bukan bersama pacar atau istri mut'ah, karena itu pada asalnya haram) bagi orang yang berpuasa di bulan ramadhan adalah tidak boleh, karena puasa itu menahan makan, minum dan bersenggama serta hal-hal yang dapat membatalkan puasa.

Namun jika terlanjur bersenggama atau lupa maka hendaknya dia membayar denda/ kaffarah, sebagaimana hadis berikut ini:

Berdalilkan  dengan  hadits  Abu  Hurairah  -radhiallahu  ’anhu-  terdahulu.

Dimana  seseorang  sahabat  datang  yang  berkata  kepada  Rasulullah  Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, binasalah saya!”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apakah yang telah membuatmu binasa?”

Dia berkata, “Saya telah berhubungan intim dengan istriku pada siang hari Ramadhan.

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda,   “Apakah   engkau   memiliki   kemampuan   untuk membebaskan seorang budak?”

Dia menjawab, “Tidak.”

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah engkau sanggup untuk berpuasa dua bulan berturut-turut?”

Dia menjawab, “Tidak.”

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah engkau sanggup untuk memberi makan enam puluh orang miskin?”

Dia menjawab, “Tidak.”

Lalu  Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terduduk,  hingga  ada yang  membawa  setandan kurma  kepada  beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.  Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu  bersabda  kepada  orang  tersebut, “Bersedekahlah dengan korma ini.”

Dia  bertanya,  ”Apakah -sedekah  tersebut-  kepada  yang  paling  miskin diantara   kami?   Karena   tidak   ada   diantara   dua   batas   desa   kami, penduduknya yang lebih butuh dari pada kami.”

Maka  Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa  hingga  geraham  beliau  menjadi  terlihat,  dan bersabda, “Pergilah dan berilah keluargamu makan dengan kurma ini.”
(HR. al-Bukhari no. 1936 dan Muslim no. 781-782 dan selainnya)

Hukum Menyetubuhi Istri pada Dubur

Tidak boleh (haram) menyetubuhi perempuan pada duburnya atau ketika dia sedang haid atau nifas. Hal itu termasuk dosa besar, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَيَسْئَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَآءَ فِي الْمَحِيضِ وَلاَتَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللهُ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ {222} نِسَآؤُكُمْ حَرْثُ لَّكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ {223}

“Dan mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah kotoran (najis).” Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (Qs. Al-Baqarah: 222-223)

Dalam ayat ini Allah subhanahu wa ta’ala menerangkan wajibnya menjauhi perempuan yang sedang haid, sampai mereka bersih dari haidnya. Hal ini menunjukkan bahwa menyetubuhi mereka yang sedang haid atau nifas adalah haram. Jika mereka telah suci dengan cara mandi, maka dibolehkan bagi suaminya untuk mendatanginya sesuai dengan cara yang telah Allah subhanahu wa ta’ala tetapkan, yaitu menyetubuhinya pada kemaluan yang merupakan tempat bercocok tanam. Adapun dubur, adalah bukan tempat bercocok tanam tapi tempat membuang kotoran. Oleh karena itu, tidak boleh menyetubuhi istri pada duburnya, karena hal itu merupakan dosa besar dan maksiat yang terang-terangan dalam syariat yang suci ini. Imam Abu Dawud dan An-Nasaa’i meriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berkata:

مَلْعُوْنٌ مَنْ أَتَى امْرَأَةً فِيْ دُبُوْرِهَا

“Dilaknat, orang yang mendatangi perempuan pada duburnya.” (HR. Abu Dawud dan An-Nasaa’i)

Imam At-Turmudzi dan An-Nasaa’i meriwayatkan sebuah hadits dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يَنْظُرُ اللهُ إِلَى رَجُلٍ أَتَى رَجُلاً أَوْ امْرَأَةً فِيْ الدُبُرِ

“Allah tidak akan melihat orang laki-laki yang bersetubuh dengan sesama laki-laki atau orang laki-laki yang menyetubuhi perempuan di duburnya.” (Sanad kedua hadits tersebut shahih).

Mendatangi perempuan pada duburnya adalah perbuatan liwath yang diharamkan bagi laki-laki dan perempuan, berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala yang mengisahkan tentang kaum nabi Luth ‘alaihi wa sallam:

إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَاسَبَقَكُم بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِّنَ الْعَالَمِينَ

“Sesungguhnya kalian melakukan perbuatan keji yang belum pernah dilakukan oleh satu orangpun sebelum kalian di alam ini.” (Qs. Al-‘Ankabut: 28)

Oleh: Muh. Istiqamah (Wakil Sekretaris LPPI Indonesia Timur)

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.