-->

16 Agustus 2012

Seputar Perjanjian al-Hudaibiyah (Akhir Tahun 6 H)




“Kemudian Rasulullah menetap di Madinah selama bulan Ramadhan dan Syawal. Pada bulan Dzulqa’dah, beliau keluar dari Madinah untuk berumrah dan tidak menginginkan perang.*

“Rasulullah mengajak orang-orang Arab dan orang-orang Badui yang ada di sekitar beliau untuk pergi bersama beliau, karena khawatir orang-orang Quraisy memerangi atau melarang beliau mengunjungi Baitullah. Banyak sekali orang-orang Badui yang menolak ajakan beliau. Kendati begitu, beliau tetap berangkat bersama para sahabat dari kaum Muhajirin, para sahabat dari kaum Anshar, dan orang-orang Arab lainnya. Beliau membawa hewan sembelihan (onta)** dan berpakaian ihram untuk umrah agar manusia merasa aman dan mengetahui beliau keluar untuk mengunjungi Baitullah dan mengagungkannya”.

“Rasulullah berjalan dan ketika tiba di ‘Usfan (sebuah tempat lebih kurang dua marhalah sebelum masuk kota Makkah), beliau bertemu Bisyr bin Sufyan al-Ka’bi.

“Bisyr bin Sufyan berkata kepada Rasulullah Shalallohu ‘alaihi wassam, ‘Wahai Rasulullah, orang-orang Quraisy mendengar keberangkatanmu, untuk itu, mereka keluar dengan membawa unta-unta betina yang baru melahirkan anaknya yang teteknya penuh dengan susu lalu berhenti di Dzu Thuwa (Nama sebuah tempat dekat Makkah) Mereka bersumpah kepada Allah bahwa engkau tidak boleh masuk ke tempat mereka untuk selama-lamanya. Inilah Khalid bin Walid dengan pasukan berkudanya, mereka mengutusnya ke Kuraul Ghamim’***. Rasulullah Shalallohu ‘alaihi wassam,  bersabda, ‘Celakalah orang-orang Quraisy, sungguh mereka telah dikuasai nafsu berperang. Apa salahnya kalau mereka tidak menghalang-halangiku berhubungan dengan orang-orang Arab. Jika orang-orang Arab tersebut mengalahkanku, itulah yang mereka harapkan. Jika Allah memenangkanku atas mereka, maka mereka masuk Islam. Jika mereka tidak masuk Islam, mereka berperang, toh mereka mempunyai kekuatan. Demi Allah, orang-orang Quraisy jangan salah sangka, sesungguhnya aku tidak pernah berhenti memperjuangkan apa yang aku bawa dari Allah hingga Dia memenangkannya atau aku mati karenanya’. Beliau bersabda lagi, ‘Siapa yang bisa berjalan dengan kita di jalan lain yang tidak mereka lalui?”.

Sesorang dari Bani Aslam berkata, ‘Aku, wahai Rasulullah’. Orang tersebut berjalan bersama kaum muslimin melewati jalan yang penuh dengan pohon hingga sulit dilalui di antara jalan-jalan menuju gunung. Ketika mereka keluar dari jalan tersebut dalam keadaan lelah dan tiba di tanah datar di ujung lembah, Rasulullah bersabda, ‘Katakanlah, ‘Kami meminta ampunan kepada Allah dan bertaubat kepadaNya’. Mereka mengucapkan perkataan tersebut. Rasulullah bersabda lagi, ‘Demi Allah, itulah perkatan yang dulu ditawarkan kepada Bani Israel, namun mereka tidak mau mengucapkannya’.****”
“Maka Rasulullah memberi instruksi kepada kaum muslimin dengan bersabda, ‘Hendaklah kalian mengambil jalan arah kanan melewati Al-Hamdhu, jalan yang tembus ke Tsaniyyatul Mirar, tempat pemberhentian di al-Hudaibiyah, dari arah bawah Makkah.

Rombongan pun berjalan melewati jalan tersebut. Ketika pasukan berkuda Quraisy melihat kepulan debu dari jalan yang berlainan dengan jalan mereka yang mereka lalui, mereka pulang kepada orang-orang Quraisy. Di sisi lain, Rasulullah terus berjalan dan ketika berjalan di Tsaniyyatul Mirar, tiba-tiba unta beliau berhenti dan orang-orang pun berkata, ‘Unta ini mogok jalan’. Rasulullah bersabda, ‘Unta ini tidak mogok jalan dan itu bukan tabiatnya, namun ia ditahan oleh Allah yang menahan gajah dari Makkah (pasukan Abrahah). Jika hari ini orang-orang Quraisy mengajakku menyambung hubungan kekerabatan, aku menyetujuinya’. Beliau bersabda lagi, ‘Berhentilah kalian’. Salah seorang sahabat berkata kepada beliau, ‘Wahai Rasulullah, di lembah ini tidak ada mata air. Jadi, kita tidak usah berhenti di sini’.

Rasulullah mengeluarkan panah dari tabung panah dan memberikannya kepada salah seorang dari para sahabat, kemudian ia turun dengan panah tersebut ke salah satu sumur di tempat tersebut dan memasukkan panah ke dalamnya. Air pun keluar hingga tanah di sekitar sumur menjadi basah”.

“Ketika Rasulullah tengah beristirahat, beliau didatangi Budail bin Warqa’ Al-Khuzai bersama beberapa orang dari Khuza’ah. Mereka berbicara dan menanyakan alasan kedatangan beliau ke Makkah. Beliau menjelaskan kepada mereka bahwa beliau datang tidak untuk perang, namun untuk mengunjungi Baitullah dan mengagungkannya. Setelah itu, beliau bersabda kepada mereka seperti yang beliau sabdakan kepada Bisyr bin Sufyan. Usai mendapatkan penjelasan beliau, Budail bin Warqa’ Al-Khuzai dan anak buahnya pulang ke tempat orang-orang Quraisy dan berkata kepada mereka, ‘Hai orang-orang Quraisy, sesungguhnya kalian terlalu cepat bertindak terhadap Muhammad. Sesungguhnya Muhammad datang tidak untuk perang, namun untuk mengunjungi Baitullah. Maka curigailah dan tolaklah mereka dengan kata-kata kasar’. Orang-orang Quraisy berkata, ‘Jika ia datang untuk tujuan tersebut dan tidak untuk perang, maka demi Allah ia tidak boleh masuk ke tempat kita dengan kekerasan untuk selama-lamanya dan ia tidak boleh mengungkit-ungkit perang kepada kita’.”
“Orang-orang Khuza'ah; baik yang muslim atau yang musyrik adalah kolega dekat Rasulullah yang tidak merahasiakan apa saja yang terjadi di Makkah terhadap beliau. Mereka mengutus Mikraz bin Hafsh bin Al-Akhyaf saudara Bani Amir bin Luai kepada Rasulullah. Ketika beliau melihat kedatangannya, beliau bersabda, ‘Orang ini pengkhianat’. Ketika Makraz bin Hafsh tiba di tempat beliau dan berbicara dengan beliau, maka beliau bersabda kepadanya seperti yang beliau sabdakan kepada Budail bin Warqa’ dan teman-temannya. Setelah itu, Makraz bin Hafsh pulang kepada orang-orang Quraisy dan menceritakan kepada mereka apa yang disabdakan Rasulullah”.

“Orang-orang Quraisy mengutus Al-Hulais bin Alqamah atau bin Zabban kepada Rasulullah. Ketika itu, Al-Hulais bin Alqamah adalah pemimpin orang-orang Ahabisy dan warga Bani Al-Harits bin Abdu Manat bin Kinanah. Ketika Rasulullah melihat kedatangannya, beliau bersabda, ‘Orang ini berasal dari kaum yang beribadah, oleh karena itu, tempatkan hewan sembelihan (onta) di depannya agar ia bisa melihatnya’. Ketika al-Hulais bin ‘Alqamah melihat hewan sembelihan (onta) berdatangan kepadanya dari samping lembah dengan memakai kalung sebagai tanda akan disembelih dan bulu-bulunya telah rusak karena terlalu lama berada di tempat ia akan disembelih, ia segera pulang kepada orang-orang Quraisy dan tidak jadi bertemu dengan Rasulullah karena hormat kepada beliau. Ia ceritakan apa yang dilihatnya kepada orang-orang Quraisy, kemudian orang-orang Quraisy berkata kepadanya, ‘Duduklah engkau, karena engkau orang Arab dusun yang bodoh’.”

Al-Hulais bin Alqamah marah karena perkataan orang-orang Quraisy. Ia berkata, ‘Hai orang-orang Quraisy, demi Allah, kami bersekutu dan mengikat perjanjian dengan kalian tidak untuk hal ini. Pantaskah orang yang ingin mengagungkan Baitullah itu tidak boleh datang kepadanya?. Demi Dzat yang jiwa Al-Hulais berada di tanganNya, kalian mengizinkan Muhammad mengunjungi Baitullah atau aku membelot dari kalian bersama orang-orang Ahabisy’. Orang-orang Quraisy berkata kepada Al-Hulais bin Alqamah, Tahan dirimu, hai Al-Hulais, hingga kami bisa mengambil apa yang kami ridhai untuk kami’.”

“Kemudian orang-orang Quraisy mengutus Urwah bin Mas’ud Ats-Tsaqafi untuk pergi kepada Rasulullah. Urwah bin Mas’ud berkata, ‘Hai orang-orang Quraisy, sungguh aku tahu kata-kata kasar dan buruk yang kalian sampaikan kepada orang-orang yang kalian utus untuk menemui Muhammad. Kalian tahu bahwa kalian adalah orang tua sedang aku anak –Urwah adalah anak Subai’ah binti Abdu Syams–. Aku dengar apa yang terjadi pada kalian, mengumpulkan orang-orang dari kaumku yang taat kepadaku, kemudian datang kepada kalian untuk membantu kalian dengan diriku sendiri’. Orang-orang Quraisy berkata, ‘Engkau benar. Engkau bukan orang tertuduh di tempat kami’. Setelah itu, Urwah bin Mas’ud Ats-Tsaqafi berangkat ke tempat Rasulullah. Ketika ia tiba di tempat beliau, ia duduk di depan beliau, kemudian berkata, ‘Hai Muhammad, engkau kumpulkan orang banyak kemudian membawa mereka kepada keluargamu untuk membunuh mereka?.

Orang-orang Quraisy telah keluar bersama wanita-wanita dan anak-anak mereka dengan memakai kulit-kulit harimau. Mereka bersumpah tidak akan mengizinkanmu masuk ke tempat mereka untuk selama-lamanya. Demi Allah, dengan mereka, sepertinya kami lihat pengikut kalian akan menyingkir darimu besok pagi’. Abu Bakar Ash-Shiddiq yang duduk di belakang Rasulullah berkata, ‘Isaplah klentit (clitoris) Lata. Apakah kami akan menyingkir dari beliau?’. Urwah bin Mas’ud Ats-Tsaqafi berkata, ‘Siapa orang ini, hai Muhammad?’. Beliau menjawab, ‘Dia putra Abu Quhafah’. Urwah bin Mas’ud Ats-Tsaqafi berkata, ‘Demi Allah, jika aku tidak berutang budi padanya, pasti aku balas ucapannya dengan ucapan yang lebih menyakitkan, namun perkataanku ini sudah cukup’. Urwah bin Mas’ud Ats-Tsaqafi berusaha memegang Rasulullah sambil berbicara dengan beliau. Al-Mughirah bin Syu’bah yang berdiri di depan Rasu-lullah dengan memegang pedang memukul tangan Urwah bin Mas’ud Ats-Tsaqafi yang hendak memegang jenggot Rasulullah, sambil berkata, ‘Tahan tanganmu dari wajah Rasulullah sebelum pedang ini mengenaimu’. Urwah bin Mas’ud Ats-Tsaqafi berkata, ‘Celakalah engkau, betapa kasarnya engkau!’ Rasulullah tersenyum.

Urwah bin Mas’ud Ats-Tsaqafi berkata kepada beliau, ‘Siapa orang ini, hai Muhammad?’ Beliau men-jawab, ‘Dia anak saudaramu, yaitu Al-Mughirah bin Syu’bah’. Urwah bin Mas’ud berkata, ‘Engkau pengkhianat, aku baru saja membersihkan aibmu kemarin.”*****

“Kemudian Rasulullah menjelaskan kepada Urwah bin Mas’ud Ats-Tsaqafi seperti yang telah beliau jelaskan kepada teman-teman Urwah bin Mas’ud Ats-Tsaqafi sebelum ini bahwa beliau datang tidak untuk perang. Kemudian Urwah bin Mas’ud Ats-Tsaqafi beranjak dari tempat Rasulullah dan sebelum itu, ia melihat apa yang diperbuat para sahabat terha-dap beliau; jika beliau berwudhu maka mereka memperebutkan bekas air wudhu beliau, jika beliau meludah maka mereka memperebutkannya, dan jika rambut beliau jatuh maka mereka mengambilnya. Urwah bin Mas’ud Ats-Tsaqafi pulang kepada orang-orang Quraisy dan berkata kepada mereka, ‘Hai orang-orang Quraisy sungguh aku telah mengunjungi Kisra di kerajaannya, Kaisar di kerajaannya, dan An-Najasyi di kerajaannya. Demi Allah, aku tidak pernah melihat seorang raja di rakyatnya seperti Muhammad di sahabat-sahabatnya. Sungguh aku lihat kaum yang tidak akan menyerahkannya kepada sesuatu apa pun untuk selama-lamanya, oleh karena itu, pikirkanlah pendapat kalian’.”

Rasulullah memanggil Khirasy bin Umaiyyah Al-Khuzai dan mengutusnya untuk menemui orang-orang Quraisy. Beliau menyerahkan unta beliau yang bernama Ats-Tsa’lab kepada Khirasy bin Umaiyyah dan menyuruhnya menyampaikan pesan beliau kepada tokoh-tokoh Quraisy. Ketika Khirasy bin Umaiyyah tiba di tempat orang-orang Quraisy, mereka menyembelih unta beliau yang dikendarai Khirasy bin Umaiyyah dan juga bermaksud membunuh Khirasy bin Umaiyyah namun dicegah orang-orang ahabisy. Mereka melepas Khirasy bin Umaiyyah hingga ia tiba kembali di tempat Rasulullah Shalallohu ‘alaihi wassam,  ”.

“Kemudian Rasululla Shalallohu ‘alaihi wassam,  memanggil Umar bin Khaththab untuk diutus ke Makkah guna menyampaikan pesan beliau kepada tokoh-tokoh Quraisy. Umar bin Khaththab berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku takut kepada orang-orang Quraisy atas diriku, sementara di Makkah, tidak ada seorang pun dari Bani Adi bin Ka’ab yang bisa melindungiku. Selain itu, orang-orang Quraisy mengetahui permusuhanku dan kekerasanku terha-dap mereka. Aku tunjukkan kepadamu orang yang lebih mulia di Makkah daripada aku yaitu Utsman bin Affan’. Rasulullah Shalallohu ‘alaihi wassam,  memanggil Utsman bin Affan dan menyuruhnya menemui Abu Sufyan bin Harb dan tokoh-tokoh Quraisy lainnya serta menjelaskan kepada mereka bahwa baliau datang tidak untuk perang, namun untuk mengunjungi Baitullah dan mengagungkannya’.

“Utsman bin Affan berangkat ke Makkah dan bertemu Aban bin Sa’id bin Al-Ash ketika memasuki Makkah atau hendak memasukinya. Aban bin Sa’id Al-Ash membawa Utsman bin Affan di depannya dan melindunginya hingga ia menyampaikan surat Rasulullah. Setelah itu, Utsman bin Affan menemui Abu Sufyan bin Harb dan tokoh-tokoh Quraisy, dan menyampaikan surat Rasulullah Shalallohu ‘alaihi wassam,  kepada mereka. Mereka berkata kepada Utsman bin Affan setelah ia selesai menyampaikan pesan Rasulullah kepada mereka, ‘Jika engkau hendak melakukan thawaf di Baitullah, silakan’. Utsman bin Affan menjawab, ‘Aku tidak akan thawaf hingga Rasulullah yang memulai thawaf”.
“Utsman bin Affan ditahan orang-orang Quraisy di tempat mereka, namun informasi yang sampai kepada Rasulullah Shalallohu ‘alaihi wassam,  dan kaum muslimin ialah Utsman bin Affan dibunuh”.

CATATAN:

* Rasulullah Shalallohu ‘alaihi wassam,  menunjuk Namilah bin Abdillah Al-Laitsi sebagai amir sementara di Madinah
** Hewan sembelihan yang dibawa ketika itu berjumlah tujuh puluh ekor unta. Rombongan yang ikut saat itu berjumlah tujuh ratus orang. Setiap satu ekor unta merupakan kongsi dari sepuluh orang
*** Nama sebuah tempat dekat Makkah
**** Isyarat kepada firman Allah: "Quulu hiththatun" yang artinya, "Ya Allah hapuslah dosa kami".
***** Ibnu Hisyam berkata: "Maksud Urwah adalah bahwasanya Al-Mughirah bin Syu'bah sebelum masuk Islam telah membunuh tiga belas orang Bani Malik dari Tsaqif, maka marahlah orang-orang Bani Tsaqif, khususnya Bani Malik, keluarga korban. Dan Al-Ahlaaf masih satu rumpun keluarga dengan Al-Mughirah, lalu Urwah mengelurkan diyat untuk tiga belas orang korban yang terbunuh itu, maka selesailah permasalahannya.
 http://assunnah-qatar.com

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.