Oleh : Muhammad Ashim Musthofa
PENDAHULUAN
Qur’aniyun bentuknya bermacam-macam. Di Indonesia ada yang secara tegas 
 memakai sebutan Ingkarus Sunnah untuk menyatakan bahwa pegangan  
satu-satunya adalah al-Qur’an. Sebenarnya gerakan ingkarus Sunnah sudah 
 lama muncul ke permukaan, sejalan dengan munculnya firqah-firqah umat  
Islam. Dalam sejarah, firqah yang dari segi waktu disebutkan oleh  Ulama
  sebagai yang muncul pertama kali di tengah umat Islam adalah Khawarij,
  di susul kemudian dengan kemunculan Syi’ah. Keduanya muncul pada zaman
  kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Hanya saja, Syi’ah waktu itu masih  
sangat terselubung. (Lihat Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah XIII/32,33 dan  
49). Khawarij sejak pertama kemunculannya merupakan sekelompok orang  
yang terkesan sangar, pemberani dan tanpa basa basi. Sedangkan Syi’ah  
adalah sekelompok orang yang terkenal sangat licik, salah satu aqidahnya
  adalah menipu. Aqidah “menipu” ini mereka istilahkan dengan taqiyah.  
Namun baik khawarij maupun syi’ah, sama sama jahat, kejam dan bengis  
terhadap lawan-lawannya, khususnya terhadap Ahlu Sunnah dan  
tokoh-tokohnya. Bahkan syi’ah lebih jahat lagi. (Lihat Majmu’ Fatawa  
Ibnu Taimiyah XXVIII/478,479,480 dst).
Sejalan dengan kemunculan firqah-firqah itulah, penolakan terhadap  
sunnah berhembus kencang. Bahkan penolakan terhadap sunnah itulah yang  
menjadi pemicu lahirnya firqah-firqah. Baik penolakan secara total,  
maupun penolakan secara sepenggal-sepenggal, dalam arti; yang sesuai  
dengan hawa nafsu diterima, sedangkan yang tidak cocok dengan hawa nafsu
  ditolak.
Khawarij menolak berpegang kepada Sunnah jika menurut mereka tidak  
sesuai dengan zhahirnya nash al-Qur’an. (Majmu’ Fatawa XIII/48-49).  
Sedangkan Syi’ah menolak banyak Sunnah yang shahih hanya karena  
mengikuti kaidah hawa nafsu mereka. Mereka adalah makhluk terjahat di  
muka bumi. Mereka tidak saja menolak Sunnah, bahkan juga al-Qur’an.  
[Majmu’ Fatawa XXVIII/480,481,482]
Begitu pulalah seterusnya, mu’tazilah serta firqah-firqah lain, 
adalah  kelompok-kelompok yang tidak menerima Sunnah sepenuhnya. Bahkan 
kemudian  ada kelompok yang menolak Sunnah secara total.
SEJARAH INGKARUS SUNNAH
Sebenarnya bisa difahami bahwa benih-benih ingkarus Sunah sudah muncul  
bersamaan dengan lahirnya firqah-firqah di atas. Hanya saja saat itu  
mereka tidak dikenal sebagai gerakan ingkarus Sunnah, sebab memang bukan
  itulah spesifikasi kesesatannya. Tetapi firqah-firqah itulah sejatinya
  yang memelopori lahirnya gerakan spesifik ingkarus Sunnah, bahkan  
gerakan-gerakan menyimpang lain yang memiliki unsur pengingkaran  
terhadap Sunnah, meskipun tidak secara total, tetapi hanya secara  
parsial.
Khadim Husain Ilahi Najasy, seorang dosen pada fakultas Tarbiyah, 
Univ.  Ummul Qura di Thaif, dalam bukunya menyebutkan bahwa pada akhir 
abad  kedua Hijriyah, telah lahir gerakan yang menyerukan dihilangkannya
  Sunnah secara total dan bahwa Sunnah tidak boleh dijadikan sandaran  
dalam pensyari’atan hukum-hukum Islam. Ini katanya, akibat pengaruh  
syubhat yang diwariskan oleh syi’ah, khawarij dan mu’tazilah. Ia  
membuktikannya dengan peristiwa dialog yang terjadi antara Imam Syafi’i 
 rahimahullah  melawan salah seorang pendukung gerakan itu. Kisah itu ia
  nukil dari Kitab Jama’ al-Ilmi yang diterbitkan bersama Kitab al-Umm  
karya Imam Syafi’i. Namun menurut kesimpulannya, kemungkinan terkuat  
orang yang mendebat Imam Syafi’i tersebut berasal dari kelompok khawarij
  ekstrimis, bukan dari kelompok mu’tazilah seperti yang disimpulkan 
oleh  Musthafa as-Siba’i dalam as-Sunnah wa Makanatuha dan Khudhari Bik 
dalam  Tarikh at-Tasyri’ al-Islami. [Lihat al-Qur’aniyun wa Syubuhatuhum
 haula  as-Sunnah, karya Khadim Husain Ilahi Najasy, dibawah sub judul :
 Mauqif  al-Qur’aniyin as-Sabiqin min as-Sunnah].
Khawarij memang cenderung mengembalikan segala perkara kepada 
al-Qur’an  saja, bahkan menuntut agar orang mengikuti al-Qur’an, tetapi 
mereka  keluar dari Sunnah dan jama’ah (maksudnya, pemahamannya tidak 
mengikuti  jama’ah kaum Muslimin yang ditokohi para sahabat g ). (Lihat 
Majmu’  Fatawa Ibnu Taimiyah XIII/208). Berbeda dengan mu’tazilah yang 
tidak  menolak Sunnah secara total. Golongan yang terakhir ini, 
kesukaannya  mengotak-atik nash-nash al-Qur’an maupun Sunnah supaya 
selaras dengan  akal pikiran mereka yang dangkal.
PERKEMBANGAN INGKARUS SUNNAH
Menurut Khadim Husain Ilahi Najasy dalam bukunya “al-Qur’aniyun”  
(terbitan Maktabah ash-Shiddiq, cet. I Th. 1409 H/1989 M) hal. 99, bahwa
  semenjak peristiwa dialog Imam Syafi’i dengan salah seorang anggauta  
kelompok yang menuntut disingkirkannya Sunnah sebagai sumber hukum,  
sampai kurang lebih sebelas abad kemudian, tidak terdengar dalam catatan
  sejarah adanya orang atau kelompok yang menyerukan agar Sunnah  
disingkirkan dari kedudukannya sebagai sumber hukum. Baru pada abad ke  
tiga belas Hijriyah mulai terdengar kembali adanya bencana pengingkaran 
 terhadap Sunnah.
Disebutkan, kemunculannya diawali diwilayah yang penduduknya 
berbicara  bahasa Arab, ada yang mengatakan di Irak, ada pula yang 
mengatakan di  Mesir. Namun menurut Khadim Husain Ilahi Najasy, Mesir 
lebih mendekati  kebenaran. Kemudian berkembang dan subur di India. 
(Lihat al-Qur’aniyun   hal. 99 dan seterusnya). Pertumbuhan ingkarus 
Sunnah di Mesir sendiri  berawal dari pengaruh-pengaruh gerakan 
westernisasi, disusul kemudian  dengan kemunculan Jamaludin al-Afghani. 
Ia membikin wadah diskusi yang  di dalamnya  berkumpul tokoh-tokoh 
pergerakan seperti Muhammad Abduh,  Abdul Karim Salman, Sa’ad Zaghlul 
dan lain-lain. Jamaludin al-Afghani  adalah orang pertama yang 
mencetuskan gagasan nasionalisme Mesir hingga  kuatnya ikatan kebangsaan
 dapat menggantikan ikatan agama. Akhirnya  Mesir bukan merupakan negara
 agama, tetapi menjadi negara bangsa Mesir  yang komposisinya terdiri 
dari kaum Muslimin, Yahudi dan Kristen.  Jamaludin percaya dengan 
persatuan antar tiga agama. Kondisi parah ini  diperparah dengan 
perkembangan politik di Mesir dan penjajahan Inggris.  Begitulah secara 
ringkas, sehingga akhirnya muncul gerakan ingkarus  Sunnah, baik ingkar 
secara total, maupun ingkar terhadap sebagian  Sunnah. Namun Ingkarus 
Sunnah di negeri yang berbahasa Arab ini tidak  bersifat jama’ah, tetapi
 lebih bersifat individual.
Beberapa tokoh individu yang memelopori ingkarus Sunnah murni (total)
  ialah : dr. Muhammad Taufiq Shidqi (Th. 1298 – 1338 H/sekitar Th.  
1880-1920 M), Mahmud Abu Rayyah, dr. Abu Syadi Ahmad Zaki (1892-1955 M),
  Dr. Isma’il Adham (1911-1940 M) dll.
Sementara orang-orang yang menolak sebagian Sunnah, tokoh-tokohnya  
antara lain : Ahmad Amin, Ahmad Fauzi, Muhammad Bakhit dan lain-lain.  
(Lihat al-Qur’aniyun hal. 112-203) Wallahu a’lam.
Tentu Madrasah Ishlahiyah, sebagai wadah gerakan Aqlaniyah 
(pengagungan  terhadap akal) moderen di Mesir, merupakan gerakan yang 
turut serta  meramaikan berkembangnya penolakan terhadap hadits Ahad. 
Madrasah ini  didirikan pada suatu masa di tengah kolonialisme Inggris 
terhadap Mesir.  Ajaran-ajarannya mulai menonjol di tangan Jamaludin 
al-Irani (yang  kemudian menjadi terkenal dengan sebutan Jamaludin 
al-Afghani). Kemudian  ajaran-ajaran Madrasah tersebut semakin populer 
dan mengakar pada masa  kepemimpinan Muhammad Abduh. Begitulah 
seterusnya. Tokoh-tokoh gerakan  Madrasah Islahiyah (Aqlaniyah) moderen 
ini antara lain; Sa’ad Zaghlul,  Muhammad Farid Wajdi, Qasim Amin, Ali 
Abdur Raziq, Luthfi Sayyid, Mahmud  Syaltut, Musthafa al-Maraghi 
(penyusun Tafsir al-Maraghi-pen), dan  belakangan Hasan at-Turabi, 
Muhammad al-Ghazali, Yusuf al-Qardhawi,  Fahmi Huwaidi serta Muhammad 
Imarah. (Lihat Maa ana ‘alaihi wa Ashabi  karya Ahmad Salam, cet. I th. 
1415H/1995 M, terbitan Daar Ibni Hazm hal.  33-34).
Sebenarnya akibat akhir dari perjalanan kaum Aqlaniyun (para 
pengagung  akal) ini adalah pengingkaran terhadap wahyu dan penolakan 
terhadap  agama, suka ataupun tidak. (Al-Aqlaniyun Afraakh al-Mu’tazilah
  al-Ashriyun, karya Syeikh Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid  
al-Atsari, cet. I th. 1413 H/1993 M, Maktabah al-Ghuraba’ al-Atsariyah, 
 Madinah, KSA hal. 74).
PERKEMBANGAN INGKARUS SUNNAH DI INDIA
Ternyata gerakan ingkarus Sunnahpun sampai ke India. Ada faktor-faktor  
yang menyebabkan lahirnya gerakan ini, yang terpenting (menurut Khadim  
Husain dalam al-Qur’aniyun hal. 19,20, 21, 22 dst.) di antaranya adalah :
1. Sebagai akibat logis dari benih-benih gerakan yang ditebarkan oleh
  anggauta kelompok Sayyid Ahmad Khan, anak seorang tokoh Muslim 
terkemuka  India, namun sepeninggal ayahnya ia berkembang mengikuti 
kekagumannya  pada Inggris dan akhirnya melahirkan berbagai pemikiran 
aneh.
2. Akibat pengaruh kolonialisme Barat.
Maka mulai tahun 1902 muncullah seorang pendiri gerakan Qur’aniyun  
bernama Ghulam Nabi yang dikenal dengan nama Abdullah Jakralawi. Ia  
memulai kegiatan-kegiatan rusaknya dengan mengingkari seluruh Sunnah  
Nabi n . Pusat kegiatannya di sebuah Masjid di Lahore (sekarang masuk  
wilayah Pakistan) bernama Masjid Jiniyan Wali.
Sebenarnya, gerakan Qur’aniyun di India mula-mula dipelopori oleh dua
  orang yang memiliki satu sumber perguruan, dalam waktu bersamaan ;   
pertama, Muhibbul Haq Azhim Abadi di daerah Bahar, India bagian timur.  
Kedua Abdullah Jakralawi di Lahore. Hanya saja, secara lahir orang yang 
 pertama tidak menyelisihi kebiasaan umumnya kaum Muslimin. Ia tetap  
melakukan kegiatan-kegiatan Islam seperti orang Islam umumnya, namun  
dengan mengambil istinbath hukum hanya berdasarkan al-Qur’an tanpa  
merujuk kepada hadits. Hal ini menyebabkan kegiatan serta gagasannya  
tidak terlalu menyentakkan perhatian kaum Muslimin.
Sementara orang kedua (yaitu Abdullah Jakralawi), sejak kemunculan  
pertamanya sudah menyelisihi umumnya kaum Muslimin. Hal pertama yang  
sangat mencolok adalah perbedaan dalam masalah shalat, hingga akhirnya  
membentuk sebuah firqah baru dengan nama Ahli dzikir wal Qur’an.
Demikianlah seterusnya, semakin lama terjadi perbedaan yang semakin  
lebar antara pengikut Qur’aniyun (ingkarus Sunnah) dengan kaum Muslimin.
Dan gerakan ingkarus Sunnah murni di India, yang dipelopori oleh  
Abdullah Jakralawi bukan saja dianut sebagai faham individual, tetapi  
merupakan faham suatu jama’ah. Jama’ah sesat dan kufur.
Di sana masih banyak tokoh ingkarus Sunnah lainnya di India, namun  
cukuplah apa yang disebutkan di sini sebagai contoh gambaran  
perkembangan Ingkarus sunnah.
INGKARUS SUNNAH DI INDONESIA
Tidak banyak yang bisa disampaikan tentang ingkarus Sunnah di Indonesia,
  namun pada tahun delapan puluhan dan sebelumnya pernah meledak  
kepermukaan sebuah gerakan ingkarus Sunnah dengan tokohnya antara lain  
Nazwar Syamsu. Mereka mempunyai tata cara shalat sendiri. Shalat menurut
  mereka sama dengan dzikir. Dengan demikian jika sekelompok orang duduk
  dalam majelis ilmu, sudah mereka anggap melaksanakan shalat karena  
majelis ilmu merupakan majelis dzikir. Ini tentu akibat pengingkaran  
mereka terhadap Sunnah atau akibat hawa nafsu dan kejahilan mereka.  
Sebab di dalam al-Qur’an, menurut mereka tidak terdapat tata cara shalat
  secara khusus.
Mengingkari Sunnah secara demikian berarti telah mengingkari wahyu 
Allah  dan itu adalah kufur. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman :
فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka  
kembalikanlah ia kepada Allah (Alquran) dan Rasul (sunnahnya). [An-Nisa’
  : 59].
وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَى إِنْ هُوَ إِلاَّ وَحْيٌ يُوحَي
Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya.  
Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).  
[An-Najm : 3-4].
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
أَلاَ إِنِّي أُوْتِيْتُ الْقُرْآنَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ
Ketahuilah, bahwa aku telah diberi wahyu al-Qur’an dan yang semisal  
al-Qur’an (yakni Sunnah) datang bersamanya. [HR. Abu Dawud, Tirmidzi,  
Hakim dan Ahmad dengan sanad yang shahih. Lihat  al-Hadits Hujjatun  
binafsihi fi al-‘Aqaid wal Ahkam, Syeikh al-Albani, yang di bukukan oleh
  Muhammad Id al-Abbasi, ad-Daar as-Salafiyah, cet. I  1406 H/1986 M.  
hal. 32-33, juga pada muqadimah hal. 25].
Jadi mereka adalah golongan orang yang sebenarnya menentang al-Qur’an
  al-Karim. Gerakan ini hingga kini masih ada, hanya suaranya tak begitu
  bergema. La haula wala Quwwata illa Billah. Semoga kita dilindungi 
dari  kejahatan-kejahatan gerakan semacam ini.
BENTUK-BENTUK INGKARUS SUNNAH
Inggkarus Sunnah seperti telah diisyaratkan di atas, ada yang berbentuk 
 total, yaitu menolak Sunnah secara keseluruhan. Dan ada yang berbentuk 
 parsial, yaitu hanya menolak sebagian Sunnah, di antaranya 
hadits-hadits  Ahad yang berkaitan dengan masalah aqidah atau 
hadits-hadits yang  menurut tolok ukur logika mereka tidak masuk akal. 
Kelompok penolak  sebagian Sunnah ini tidak menamakan diri sebagai kaum 
ingkar Sunnah,  bahkan menolak sebutan demikian.
Bentuk Ingkarus Sunnah secara total sudah dapat terbaca gerakannya  
semenjak zaman Imam Syafi’i rahmahullah (seperti telah dipaparkan serba 
 sedikit di atas) hingga zaman sekarang. Beberapa tokohnyapun sudah  
dipaparkan. Jika di Mesir lebih banyak bersifat individual, maka di  
India dan Indonesia lebih merupakan gerakan jama’ah yang terorganisir.  
Tetapi masing-masing memiliki daya sesatnya sendiri-sendiri.
Karena itu, dibawah ini hanya akan dipaparkan beberapa bentuk gerakan
  secara garis besar yang sebenarnya  merupakan bagian dari ingkarus  
Sunnah, namun yang tentu menolak jika disebut ingkarus Sunnah. Sebab  
mereka beranggapan bahwa mereka tidak menolak Sunnah. Hanya karena  
mereka bersandar pada logika, maka mereka menolak banyak Sunnah dengan  
anggapan bahwa Sunnah tersebut mustahil berasal dari Nabi n .
Jika diperhatikan, penolakan terhadap Sunnah jenis ini, ada yang berbentuk individual dan ada pula yang berbentuk jama’ah.
Secara individual, gerakan ini dipelopori antara lain oleh 
tokoh-tokoh  pergerakan seperti yang telah dikemukakan di atas. Meskipun
 sebenarnya  tokoh-tokoh tersebut juga mewakili suatu jama’ah dan pada 
kenyatannya  jama’ah yang dipimpinnyapun menggunakan pola-pola 
tokoh-tokohnya ketika  berbicara tentang Islam dan perjuangan.
Misalnya adalah Muhammad al-Ghazali, seorang tokoh pergerakan  
kontemporer yang dilihat sepintas sepertinya ingin mengikatkan diri pada
  cara-cara Salaf. Namun setelah diperhatikan ternyata berlawanan dengan
  cara-cara salaf, bahkan manhajnya terlihat sangat bebas dan  
menghilangkan batas-batas pemisah antara haq dan bathil. Di satu sisi  
sepertinya ingin mengembalikan pada manhaj al-Qur’an, tetapi di sisi  
lain ternyata menghantam Sunnah dan Ahlu Sunnah.
Syaikh Ahmad Salam dalam karyanya “Maa ana ‘Alaihi wa Ashabi” (Daar 
Ibnu  Hazm cet. I, hal. 194 dst) menukil beberapa pernyataan Muhammad  
al-Ghazali dari beberapa tulisannya antara lain :
“Mengaitkan diri dengan Salaf merupakan tujuan para pelaku perbaikan 
 pada zaman kita sekarang…Tetapi apa yang kini disebut Salafiyah serta  
apa yang ditawarkannya sebagai jalan kembali, sungguh merupakan sesuatu 
 yang mengherankan, sebab penawaran itu memuat sejumlah besar persoalan 
 yang bersifat kekanak-kanakan yang semestinya harus mati, dan generasi 
 umat sekarang tidak perlu dibebani untuk mempelajarinya” [dinukil oleh 
 Syaikh Ahmad Salam dari buku karya Muhammad al-Ghazali: Dustur 
al-Wihdah  ats-Tsaqafiyah hal. 130]
Pada buku lain Muhammad al-Ghazali mengatakan : “Para da’i umat 
Islam,  baik salaf maupun khalaf seharusnya berpegang pada metodologi 
al-Qur’an  dalam memaparkan persoalan-persoalan aqidah. Mereka hendaknya
  menyibukkan diri dengan mengemukakan upaya-upaya solusi Islami bagi  
problem-problem masa kini serta krisis-krisis moril dan materiil yang  
muncul. Sebab itulah sesungguhnya yang telah dikerjakan oleh generasi  
Salaf yang pertama, sehingga hal itu sangat membantu bagi  
penaklukan-penaklukan negeri-negeri Timur dan Barat. Adapun orang-orang 
 yang kini menyibukkan diri dengan mengumandangkan perang melawan  
Jahmiyah, Mu’tazilah dan Asy’ariyah, maka bisa jadi mereka hanya  
memelihara kemenangan di medan yang tidak ada musuhnya, kemenangan dalam
  khayalan belaka dan tidak akan memperoleh apa-apa kecuali bayangan  
saja…” [dinukil dari buku Muhammad al-Ghazali “Humum ad-Da’iyah” hal.  
136].
Seterusnya dalam buku Ma’allah hal. 347-348 (sesuai dengan penukilan 
 Syaikh Ahmad Salam), Muhammad al-Ghazali mengatakan : “Merupakan  
keharusan bagi seorang peneliti (Muslim) manapun untuk senang melakukan 
 ijtihad, selama ijtihadnya dipagari dengan ikatan-ikatan kokoh yang  
bersumber dari pendapat yang mantap dan dari luasnya pemahaman.  
Seseorang di antara kita ketika bersendirian saja memasuki lautan atsar 
 yang luas, akan mendapatkan dirinya terpaksa bersandar kepada nash dan 
 berupaya melakukan ta’wil lain atau akan mengabaikan sanadnya. 
Sementara  sebagian orang yang lain melakukan cara sebaliknya.
Menurut saya : Sesungguhnya hal pertama yang terbaik adalah 
mempelajari  nash-nash semuanya, kemudian mempelajari semua pendapat 
fikih yang  diwariskan dari empat imam madzhab yang masyhur serta dari 
ahli-ahli  fikih kontemporer lainnya, juga dari Khawarij, Zaidiyah, 
(Syi’ah)  Imamiyah, Zhahiriyah dan seterusnya. Dengan catatan bahwa 
studi  perbandingan ini harus bebas mutlak dan sesudahnya harus 
diperbolehkan  bagi seorang Muslim manapun untuk memilih apa yang 
disukainya dari  pendapat-pendapat fikih di atas, atau kalau tidak, 
memegangi sikap  taklid kepada seorang mujtahid tertentu”.
Dari pemaparan di atas, dapat terlihat betapa kasar Muhammad 
al-Ghazali  menyerang Ahlul Haq yang menyatakan perang terhadap 
ahli-ahli bid’ah  seperti Jahmiyah, Mu’tazilah dan Asy’ariyah. 
Menurutnya, itu hanyalah  medan perang khayalan belaka. Tetapi pada saat
 yang sama mengajak  membuka pintu lebar-lebar untuk menampung masukan 
dari pendapat-pendapat  Khawarij, Rafidhah (syi’ah), Zhahiriyah dan Imam
 madzhab yang empat,  untuk kemudian bebas memilih atau taklid.
Kesimpulan dari apa yang dikatakan oleh Muhammad al-Ghazali ialah :
1. Bahwa mengikuti jejak Salaf hanyalah dalam masalah takut kepada  
Allah, ikhlas, mementingkan akhirat serta dalam prinsip-prinsip keadilan
  dan prinsip-prinsip musyawarah serta prinsip-prinsip lainnya.
2. Bahwa Salaf tidak mengurusi masalah fiqih furu’. Memang demikianlah yang dikatakan oleh al-Ghazali. Dan ini salah besar.
3. Bahwa Salafiyah yang ada sekarang ini, tidak lain hanyalah persoalan-persoalan kekanak-kanakan, mestinya tidak perlu ada.
4. Para da’i hendaknya berpegang dengan metodologi al-Qur’an dalam maalah aqidah.
5. Adalah mungkin untuk memilih pendapat Khawarij, Syi’ah atau Zaidiyah,
  atau madzhab-madzhab lain, memalui studi banding yang bebas mutlak  
terhadap nash-nash yang ada.
6. Bahkan sangat mungkin untuk bertaklid kepada firqah-firqah serta madzhab-madzhab di atas.
7. Bahwa membongkar penyimpangan Jahmiyah, Asy’ariyah dan Mu’tazilah  
merupakan perang yang bersifat khayalan. Hanya akan menghasilkan  
bayangan-bayangan kosong. (Syeikh Ahmad Salam dalam “Maa ana ‘alaihi wa 
 Ashabi” dengan disadur secara bebas, hal. 194-196).
Demikianlah Muhammad al-Ghazali. Dan dari kesimpulan poin no. 4,  
terutama jika dihubungkan dengan pernyataan-pernyataannya yang lain,  
terlihat bahwa ia menolak hadits sebagai sumber aqidah (khususnya hadits
  Ahad atau yang menurutnya bertentangan dengan logikanya).
Tokoh lain selain Muhammad al-Ghazali, misalnya adalah Yusuf  
al-Qardhawi. Ia hampir sama dengan Muhammad al-Ghazali dalam banyak hal,
  begitu pula dalam penolakan terhadap hadits-hadits yang dirasa  
bertentangan dengan logikanya. Ini disebabkan oleh manhaj yang ditempuh 
 keduanya sama. Hanya saja Yusuf al-Qardhawi lebih pandai dan halus  
caranya daripada Muhammad al-Ghazali. [Lihat al-Aqlaniyun Afrakh  
al-Mu’tazilah al-Ashriyun, karya Syeikh Ali bin Hasan al-Atsari, cet. I 
 Maktabah al-Ghuraba’ al-Atsariyah, Madinah, KSA. Hal. 71, 72, 73]. 
Masih  banyak tokoh-tokoh lain yang senada.
Sementara contoh-contoh para penolak sebagian Sunnah yang berbentuk  
jama’ah, bisa disebutkan di sini secara garis besar, di ataranya :  
Hizbut Tahrir (HT) yang didirikan oleh Taqiyuddin an-Nabhani. Mereka  
secara tegas menolak hadits Ahad sebagai pedoman dalam beraqidah.
Kelompok Isa Bugis, juga banyak menolak hadits-hadits yang bertentangan dengan logika jahil mereka.
Majelis Tafsir al-Quran pun tidak mendasarkan pemahaman aqidahnya  
melalui nash-nash hadits, sehingga banyak persoalan aqidah yang diyakini
  secara keliru. Manhajnya dalam memahami Islam tidak sejalan dengan  
manhaj Salaf. Misalnya, keyakinan bahwa orang yang masuk neraka tidak  
akan masuk sorga. Mudah-mudahan pemahaman ini hanya karena ketidak  
mengertian, sehingga bila sudah mengerti akan berubah pemahamannya  
menjadi benar.
Dan di sana masih banyak kelompok pergerakan, baik atas nama individu
  maupun atas nama kelompok yang sadar atau tidak sadar, telah menolak  
hadits-hadits Nabi n hanya karena logika mereka yang dangkal tidak bisa 
 menerimanya, padahal hadits-hadits itu telah diterima secara penuh oleh
  kaum Muslimin.
Sebagai gambaran bahwa pengaruh ingkarus Sunnah sudah merambah 
berbagai  lapisan umat Islam, tampaknya contoh-contoh di atas sudah 
mencukupi.  Wallahu a’lam.
PENUTUP
Demikianlah perjalanan sejarah ingkarus Sunnah secara ringkas hingga  
kini. Terlepas apakah gerakan ingkarus Sunnah di Indonesia ada atau  
tidak hubungannya secara struktural atau secara organisatoris dengan  
ingkarus Sunnah di manca negara, namun kesemuanya berpangkal dari hawa  
nafsu, syubhat dan kedangkalan pemahaman tentang ajaran Islam.
Disadari atau tidak, ketika seorang individu tertentu atau suatu  
kelompok tertentu membantah Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam  
secara serampangan, niscaya akan terjebak pada pengingkaran terhadap  
Sunnah.
Suka atau tidak suka, orang-orang yang demikian memiliki titik 
kesamaan  (meskipun tidak total) dengan firqah-firqah kaum Muslimin yang
 sesat  seperti Khawarij, Mu’tazilah, Syi’ah dll. Bahkan mungkin menjadi
  penyambung lidah atau menjadi kelompok golongan-golongan sesat 
tersebut.
Karenanya, semestinya orang berhati-hati dan bertakwa kepada Allah 
agar  dirinya selamat dari ancaman siksa Allah di akhirat. Kaum Muslimin
 harus  meluangkan waktunya untuk mempelajari ajaran Islam yang benar 
agar  akhirnya bisa kembali kejalan yang benar. Ini bukan kegiatan yang 
 bersifat kekanak-kanakan seperti yang dituduhkan oleh Muhammad  
al-Ghazali. Kaum Msulimin harus menghormati Nabi Muhammad Shallallahu  
‘alaihi wa sallam secara benar dan harus menjunjung tinggi Sunnah-nya.  
Sedangkan Sunnah para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salalm juga  
merupakan Sunnah beliau yang harus dihormati.
Ayat berikut ini cukup sebagai bukti kongkrit dan qath’i agar umat mentaati Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءامَنُوا أَطِيعُوا اللهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ
  وَأُوْلِى اْلأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَىْءٍ فَرُدُّوهُ 
 إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ  
اْلأَخِرِ
Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah 
Rasul(-Nya),  dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan
 pendapat  tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Alquran)
 dan Rasul  (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan 
hari  kemudian. [An-Nisa’ : 59].
Mentaati Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salalm berarti mengikuti sunnahnya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ ، عَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذ
Wajib bagi kalian berpegang kepada Sunnahku dan Sunnah para 
Khulafa’ur  Rasyidun, orang-orang yang mendapat petunjuk. Gigit 
(pegang)lah Sunnah  itu dengan gigi geraham kalian. [Hadits Shahih 
Riwayat Tirmidzi, Abu  Dawud, Ibnu Majah dll. Lihat Shahih at-Tirmidzi 
karya Syeikh al-Albani  II/341-342].
Jadi, tidak ada lagi dibalik kebenaran kecuali kesesatan. Wallahu Waliyyu at-Taufiq.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun V/1422H/2001M 
Diterbitkan  Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi 
Km.8 Selokaton  Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]
03 September 2012
BENTUK-BENTUK INGKARUS SUNNAH
Diberdayakan oleh Blogger.







0 komentar:
Posting Komentar