Oleh : Muhammad Ashim Musthofa
PENDAHULUAN
Qur’aniyun bentuknya bermacam-macam. Di Indonesia ada yang secara tegas
memakai sebutan Ingkarus Sunnah untuk menyatakan bahwa pegangan
satu-satunya adalah al-Qur’an. Sebenarnya gerakan ingkarus Sunnah sudah
lama muncul ke permukaan, sejalan dengan munculnya firqah-firqah umat
Islam. Dalam sejarah, firqah yang dari segi waktu disebutkan oleh Ulama
sebagai yang muncul pertama kali di tengah umat Islam adalah Khawarij,
di susul kemudian dengan kemunculan Syi’ah. Keduanya muncul pada zaman
kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Hanya saja, Syi’ah waktu itu masih
sangat terselubung. (Lihat Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah XIII/32,33 dan
49). Khawarij sejak pertama kemunculannya merupakan sekelompok orang
yang terkesan sangar, pemberani dan tanpa basa basi. Sedangkan Syi’ah
adalah sekelompok orang yang terkenal sangat licik, salah satu aqidahnya
adalah menipu. Aqidah “menipu” ini mereka istilahkan dengan taqiyah.
Namun baik khawarij maupun syi’ah, sama sama jahat, kejam dan bengis
terhadap lawan-lawannya, khususnya terhadap Ahlu Sunnah dan
tokoh-tokohnya. Bahkan syi’ah lebih jahat lagi. (Lihat Majmu’ Fatawa
Ibnu Taimiyah XXVIII/478,479,480 dst).
Sejalan dengan kemunculan firqah-firqah itulah, penolakan terhadap
sunnah berhembus kencang. Bahkan penolakan terhadap sunnah itulah yang
menjadi pemicu lahirnya firqah-firqah. Baik penolakan secara total,
maupun penolakan secara sepenggal-sepenggal, dalam arti; yang sesuai
dengan hawa nafsu diterima, sedangkan yang tidak cocok dengan hawa nafsu
ditolak.
Khawarij menolak berpegang kepada Sunnah jika menurut mereka tidak
sesuai dengan zhahirnya nash al-Qur’an. (Majmu’ Fatawa XIII/48-49).
Sedangkan Syi’ah menolak banyak Sunnah yang shahih hanya karena
mengikuti kaidah hawa nafsu mereka. Mereka adalah makhluk terjahat di
muka bumi. Mereka tidak saja menolak Sunnah, bahkan juga al-Qur’an.
[Majmu’ Fatawa XXVIII/480,481,482]
Begitu pulalah seterusnya, mu’tazilah serta firqah-firqah lain,
adalah kelompok-kelompok yang tidak menerima Sunnah sepenuhnya. Bahkan
kemudian ada kelompok yang menolak Sunnah secara total.
SEJARAH INGKARUS SUNNAH
Sebenarnya bisa difahami bahwa benih-benih ingkarus Sunah sudah muncul
bersamaan dengan lahirnya firqah-firqah di atas. Hanya saja saat itu
mereka tidak dikenal sebagai gerakan ingkarus Sunnah, sebab memang bukan
itulah spesifikasi kesesatannya. Tetapi firqah-firqah itulah sejatinya
yang memelopori lahirnya gerakan spesifik ingkarus Sunnah, bahkan
gerakan-gerakan menyimpang lain yang memiliki unsur pengingkaran
terhadap Sunnah, meskipun tidak secara total, tetapi hanya secara
parsial.
Khadim Husain Ilahi Najasy, seorang dosen pada fakultas Tarbiyah,
Univ. Ummul Qura di Thaif, dalam bukunya menyebutkan bahwa pada akhir
abad kedua Hijriyah, telah lahir gerakan yang menyerukan dihilangkannya
Sunnah secara total dan bahwa Sunnah tidak boleh dijadikan sandaran
dalam pensyari’atan hukum-hukum Islam. Ini katanya, akibat pengaruh
syubhat yang diwariskan oleh syi’ah, khawarij dan mu’tazilah. Ia
membuktikannya dengan peristiwa dialog yang terjadi antara Imam Syafi’i
rahimahullah melawan salah seorang pendukung gerakan itu. Kisah itu ia
nukil dari Kitab Jama’ al-Ilmi yang diterbitkan bersama Kitab al-Umm
karya Imam Syafi’i. Namun menurut kesimpulannya, kemungkinan terkuat
orang yang mendebat Imam Syafi’i tersebut berasal dari kelompok khawarij
ekstrimis, bukan dari kelompok mu’tazilah seperti yang disimpulkan
oleh Musthafa as-Siba’i dalam as-Sunnah wa Makanatuha dan Khudhari Bik
dalam Tarikh at-Tasyri’ al-Islami. [Lihat al-Qur’aniyun wa Syubuhatuhum
haula as-Sunnah, karya Khadim Husain Ilahi Najasy, dibawah sub judul :
Mauqif al-Qur’aniyin as-Sabiqin min as-Sunnah].
Khawarij memang cenderung mengembalikan segala perkara kepada
al-Qur’an saja, bahkan menuntut agar orang mengikuti al-Qur’an, tetapi
mereka keluar dari Sunnah dan jama’ah (maksudnya, pemahamannya tidak
mengikuti jama’ah kaum Muslimin yang ditokohi para sahabat g ). (Lihat
Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah XIII/208). Berbeda dengan mu’tazilah yang
tidak menolak Sunnah secara total. Golongan yang terakhir ini,
kesukaannya mengotak-atik nash-nash al-Qur’an maupun Sunnah supaya
selaras dengan akal pikiran mereka yang dangkal.
PERKEMBANGAN INGKARUS SUNNAH
Menurut Khadim Husain Ilahi Najasy dalam bukunya “al-Qur’aniyun”
(terbitan Maktabah ash-Shiddiq, cet. I Th. 1409 H/1989 M) hal. 99, bahwa
semenjak peristiwa dialog Imam Syafi’i dengan salah seorang anggauta
kelompok yang menuntut disingkirkannya Sunnah sebagai sumber hukum,
sampai kurang lebih sebelas abad kemudian, tidak terdengar dalam catatan
sejarah adanya orang atau kelompok yang menyerukan agar Sunnah
disingkirkan dari kedudukannya sebagai sumber hukum. Baru pada abad ke
tiga belas Hijriyah mulai terdengar kembali adanya bencana pengingkaran
terhadap Sunnah.
Disebutkan, kemunculannya diawali diwilayah yang penduduknya
berbicara bahasa Arab, ada yang mengatakan di Irak, ada pula yang
mengatakan di Mesir. Namun menurut Khadim Husain Ilahi Najasy, Mesir
lebih mendekati kebenaran. Kemudian berkembang dan subur di India.
(Lihat al-Qur’aniyun hal. 99 dan seterusnya). Pertumbuhan ingkarus
Sunnah di Mesir sendiri berawal dari pengaruh-pengaruh gerakan
westernisasi, disusul kemudian dengan kemunculan Jamaludin al-Afghani.
Ia membikin wadah diskusi yang di dalamnya berkumpul tokoh-tokoh
pergerakan seperti Muhammad Abduh, Abdul Karim Salman, Sa’ad Zaghlul
dan lain-lain. Jamaludin al-Afghani adalah orang pertama yang
mencetuskan gagasan nasionalisme Mesir hingga kuatnya ikatan kebangsaan
dapat menggantikan ikatan agama. Akhirnya Mesir bukan merupakan negara
agama, tetapi menjadi negara bangsa Mesir yang komposisinya terdiri
dari kaum Muslimin, Yahudi dan Kristen. Jamaludin percaya dengan
persatuan antar tiga agama. Kondisi parah ini diperparah dengan
perkembangan politik di Mesir dan penjajahan Inggris. Begitulah secara
ringkas, sehingga akhirnya muncul gerakan ingkarus Sunnah, baik ingkar
secara total, maupun ingkar terhadap sebagian Sunnah. Namun Ingkarus
Sunnah di negeri yang berbahasa Arab ini tidak bersifat jama’ah, tetapi
lebih bersifat individual.
Beberapa tokoh individu yang memelopori ingkarus Sunnah murni (total)
ialah : dr. Muhammad Taufiq Shidqi (Th. 1298 – 1338 H/sekitar Th.
1880-1920 M), Mahmud Abu Rayyah, dr. Abu Syadi Ahmad Zaki (1892-1955 M),
Dr. Isma’il Adham (1911-1940 M) dll.
Sementara orang-orang yang menolak sebagian Sunnah, tokoh-tokohnya
antara lain : Ahmad Amin, Ahmad Fauzi, Muhammad Bakhit dan lain-lain.
(Lihat al-Qur’aniyun hal. 112-203) Wallahu a’lam.
Tentu Madrasah Ishlahiyah, sebagai wadah gerakan Aqlaniyah
(pengagungan terhadap akal) moderen di Mesir, merupakan gerakan yang
turut serta meramaikan berkembangnya penolakan terhadap hadits Ahad.
Madrasah ini didirikan pada suatu masa di tengah kolonialisme Inggris
terhadap Mesir. Ajaran-ajarannya mulai menonjol di tangan Jamaludin
al-Irani (yang kemudian menjadi terkenal dengan sebutan Jamaludin
al-Afghani). Kemudian ajaran-ajaran Madrasah tersebut semakin populer
dan mengakar pada masa kepemimpinan Muhammad Abduh. Begitulah
seterusnya. Tokoh-tokoh gerakan Madrasah Islahiyah (Aqlaniyah) moderen
ini antara lain; Sa’ad Zaghlul, Muhammad Farid Wajdi, Qasim Amin, Ali
Abdur Raziq, Luthfi Sayyid, Mahmud Syaltut, Musthafa al-Maraghi
(penyusun Tafsir al-Maraghi-pen), dan belakangan Hasan at-Turabi,
Muhammad al-Ghazali, Yusuf al-Qardhawi, Fahmi Huwaidi serta Muhammad
Imarah. (Lihat Maa ana ‘alaihi wa Ashabi karya Ahmad Salam, cet. I th.
1415H/1995 M, terbitan Daar Ibni Hazm hal. 33-34).
Sebenarnya akibat akhir dari perjalanan kaum Aqlaniyun (para
pengagung akal) ini adalah pengingkaran terhadap wahyu dan penolakan
terhadap agama, suka ataupun tidak. (Al-Aqlaniyun Afraakh al-Mu’tazilah
al-Ashriyun, karya Syeikh Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid
al-Atsari, cet. I th. 1413 H/1993 M, Maktabah al-Ghuraba’ al-Atsariyah,
Madinah, KSA hal. 74).
PERKEMBANGAN INGKARUS SUNNAH DI INDIA
Ternyata gerakan ingkarus Sunnahpun sampai ke India. Ada faktor-faktor
yang menyebabkan lahirnya gerakan ini, yang terpenting (menurut Khadim
Husain dalam al-Qur’aniyun hal. 19,20, 21, 22 dst.) di antaranya adalah :
1. Sebagai akibat logis dari benih-benih gerakan yang ditebarkan oleh
anggauta kelompok Sayyid Ahmad Khan, anak seorang tokoh Muslim
terkemuka India, namun sepeninggal ayahnya ia berkembang mengikuti
kekagumannya pada Inggris dan akhirnya melahirkan berbagai pemikiran
aneh.
2. Akibat pengaruh kolonialisme Barat.
Maka mulai tahun 1902 muncullah seorang pendiri gerakan Qur’aniyun
bernama Ghulam Nabi yang dikenal dengan nama Abdullah Jakralawi. Ia
memulai kegiatan-kegiatan rusaknya dengan mengingkari seluruh Sunnah
Nabi n . Pusat kegiatannya di sebuah Masjid di Lahore (sekarang masuk
wilayah Pakistan) bernama Masjid Jiniyan Wali.
Sebenarnya, gerakan Qur’aniyun di India mula-mula dipelopori oleh dua
orang yang memiliki satu sumber perguruan, dalam waktu bersamaan ;
pertama, Muhibbul Haq Azhim Abadi di daerah Bahar, India bagian timur.
Kedua Abdullah Jakralawi di Lahore. Hanya saja, secara lahir orang yang
pertama tidak menyelisihi kebiasaan umumnya kaum Muslimin. Ia tetap
melakukan kegiatan-kegiatan Islam seperti orang Islam umumnya, namun
dengan mengambil istinbath hukum hanya berdasarkan al-Qur’an tanpa
merujuk kepada hadits. Hal ini menyebabkan kegiatan serta gagasannya
tidak terlalu menyentakkan perhatian kaum Muslimin.
Sementara orang kedua (yaitu Abdullah Jakralawi), sejak kemunculan
pertamanya sudah menyelisihi umumnya kaum Muslimin. Hal pertama yang
sangat mencolok adalah perbedaan dalam masalah shalat, hingga akhirnya
membentuk sebuah firqah baru dengan nama Ahli dzikir wal Qur’an.
Demikianlah seterusnya, semakin lama terjadi perbedaan yang semakin
lebar antara pengikut Qur’aniyun (ingkarus Sunnah) dengan kaum Muslimin.
Dan gerakan ingkarus Sunnah murni di India, yang dipelopori oleh
Abdullah Jakralawi bukan saja dianut sebagai faham individual, tetapi
merupakan faham suatu jama’ah. Jama’ah sesat dan kufur.
Di sana masih banyak tokoh ingkarus Sunnah lainnya di India, namun
cukuplah apa yang disebutkan di sini sebagai contoh gambaran
perkembangan Ingkarus sunnah.
INGKARUS SUNNAH DI INDONESIA
Tidak banyak yang bisa disampaikan tentang ingkarus Sunnah di Indonesia,
namun pada tahun delapan puluhan dan sebelumnya pernah meledak
kepermukaan sebuah gerakan ingkarus Sunnah dengan tokohnya antara lain
Nazwar Syamsu. Mereka mempunyai tata cara shalat sendiri. Shalat menurut
mereka sama dengan dzikir. Dengan demikian jika sekelompok orang duduk
dalam majelis ilmu, sudah mereka anggap melaksanakan shalat karena
majelis ilmu merupakan majelis dzikir. Ini tentu akibat pengingkaran
mereka terhadap Sunnah atau akibat hawa nafsu dan kejahilan mereka.
Sebab di dalam al-Qur’an, menurut mereka tidak terdapat tata cara shalat
secara khusus.
Mengingkari Sunnah secara demikian berarti telah mengingkari wahyu
Allah dan itu adalah kufur. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman :
فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Alquran) dan Rasul (sunnahnya). [An-Nisa’
: 59].
وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَى إِنْ هُوَ إِلاَّ وَحْيٌ يُوحَي
Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya.
Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).
[An-Najm : 3-4].
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
أَلاَ إِنِّي أُوْتِيْتُ الْقُرْآنَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ
Ketahuilah, bahwa aku telah diberi wahyu al-Qur’an dan yang semisal
al-Qur’an (yakni Sunnah) datang bersamanya. [HR. Abu Dawud, Tirmidzi,
Hakim dan Ahmad dengan sanad yang shahih. Lihat al-Hadits Hujjatun
binafsihi fi al-‘Aqaid wal Ahkam, Syeikh al-Albani, yang di bukukan oleh
Muhammad Id al-Abbasi, ad-Daar as-Salafiyah, cet. I 1406 H/1986 M.
hal. 32-33, juga pada muqadimah hal. 25].
Jadi mereka adalah golongan orang yang sebenarnya menentang al-Qur’an
al-Karim. Gerakan ini hingga kini masih ada, hanya suaranya tak begitu
bergema. La haula wala Quwwata illa Billah. Semoga kita dilindungi
dari kejahatan-kejahatan gerakan semacam ini.
BENTUK-BENTUK INGKARUS SUNNAH
Inggkarus Sunnah seperti telah diisyaratkan di atas, ada yang berbentuk
total, yaitu menolak Sunnah secara keseluruhan. Dan ada yang berbentuk
parsial, yaitu hanya menolak sebagian Sunnah, di antaranya
hadits-hadits Ahad yang berkaitan dengan masalah aqidah atau
hadits-hadits yang menurut tolok ukur logika mereka tidak masuk akal.
Kelompok penolak sebagian Sunnah ini tidak menamakan diri sebagai kaum
ingkar Sunnah, bahkan menolak sebutan demikian.
Bentuk Ingkarus Sunnah secara total sudah dapat terbaca gerakannya
semenjak zaman Imam Syafi’i rahmahullah (seperti telah dipaparkan serba
sedikit di atas) hingga zaman sekarang. Beberapa tokohnyapun sudah
dipaparkan. Jika di Mesir lebih banyak bersifat individual, maka di
India dan Indonesia lebih merupakan gerakan jama’ah yang terorganisir.
Tetapi masing-masing memiliki daya sesatnya sendiri-sendiri.
Karena itu, dibawah ini hanya akan dipaparkan beberapa bentuk gerakan
secara garis besar yang sebenarnya merupakan bagian dari ingkarus
Sunnah, namun yang tentu menolak jika disebut ingkarus Sunnah. Sebab
mereka beranggapan bahwa mereka tidak menolak Sunnah. Hanya karena
mereka bersandar pada logika, maka mereka menolak banyak Sunnah dengan
anggapan bahwa Sunnah tersebut mustahil berasal dari Nabi n .
Jika diperhatikan, penolakan terhadap Sunnah jenis ini, ada yang berbentuk individual dan ada pula yang berbentuk jama’ah.
Secara individual, gerakan ini dipelopori antara lain oleh
tokoh-tokoh pergerakan seperti yang telah dikemukakan di atas. Meskipun
sebenarnya tokoh-tokoh tersebut juga mewakili suatu jama’ah dan pada
kenyatannya jama’ah yang dipimpinnyapun menggunakan pola-pola
tokoh-tokohnya ketika berbicara tentang Islam dan perjuangan.
Misalnya adalah Muhammad al-Ghazali, seorang tokoh pergerakan
kontemporer yang dilihat sepintas sepertinya ingin mengikatkan diri pada
cara-cara Salaf. Namun setelah diperhatikan ternyata berlawanan dengan
cara-cara salaf, bahkan manhajnya terlihat sangat bebas dan
menghilangkan batas-batas pemisah antara haq dan bathil. Di satu sisi
sepertinya ingin mengembalikan pada manhaj al-Qur’an, tetapi di sisi
lain ternyata menghantam Sunnah dan Ahlu Sunnah.
Syaikh Ahmad Salam dalam karyanya “Maa ana ‘Alaihi wa Ashabi” (Daar
Ibnu Hazm cet. I, hal. 194 dst) menukil beberapa pernyataan Muhammad
al-Ghazali dari beberapa tulisannya antara lain :
“Mengaitkan diri dengan Salaf merupakan tujuan para pelaku perbaikan
pada zaman kita sekarang…Tetapi apa yang kini disebut Salafiyah serta
apa yang ditawarkannya sebagai jalan kembali, sungguh merupakan sesuatu
yang mengherankan, sebab penawaran itu memuat sejumlah besar persoalan
yang bersifat kekanak-kanakan yang semestinya harus mati, dan generasi
umat sekarang tidak perlu dibebani untuk mempelajarinya” [dinukil oleh
Syaikh Ahmad Salam dari buku karya Muhammad al-Ghazali: Dustur
al-Wihdah ats-Tsaqafiyah hal. 130]
Pada buku lain Muhammad al-Ghazali mengatakan : “Para da’i umat
Islam, baik salaf maupun khalaf seharusnya berpegang pada metodologi
al-Qur’an dalam memaparkan persoalan-persoalan aqidah. Mereka hendaknya
menyibukkan diri dengan mengemukakan upaya-upaya solusi Islami bagi
problem-problem masa kini serta krisis-krisis moril dan materiil yang
muncul. Sebab itulah sesungguhnya yang telah dikerjakan oleh generasi
Salaf yang pertama, sehingga hal itu sangat membantu bagi
penaklukan-penaklukan negeri-negeri Timur dan Barat. Adapun orang-orang
yang kini menyibukkan diri dengan mengumandangkan perang melawan
Jahmiyah, Mu’tazilah dan Asy’ariyah, maka bisa jadi mereka hanya
memelihara kemenangan di medan yang tidak ada musuhnya, kemenangan dalam
khayalan belaka dan tidak akan memperoleh apa-apa kecuali bayangan
saja…” [dinukil dari buku Muhammad al-Ghazali “Humum ad-Da’iyah” hal.
136].
Seterusnya dalam buku Ma’allah hal. 347-348 (sesuai dengan penukilan
Syaikh Ahmad Salam), Muhammad al-Ghazali mengatakan : “Merupakan
keharusan bagi seorang peneliti (Muslim) manapun untuk senang melakukan
ijtihad, selama ijtihadnya dipagari dengan ikatan-ikatan kokoh yang
bersumber dari pendapat yang mantap dan dari luasnya pemahaman.
Seseorang di antara kita ketika bersendirian saja memasuki lautan atsar
yang luas, akan mendapatkan dirinya terpaksa bersandar kepada nash dan
berupaya melakukan ta’wil lain atau akan mengabaikan sanadnya.
Sementara sebagian orang yang lain melakukan cara sebaliknya.
Menurut saya : Sesungguhnya hal pertama yang terbaik adalah
mempelajari nash-nash semuanya, kemudian mempelajari semua pendapat
fikih yang diwariskan dari empat imam madzhab yang masyhur serta dari
ahli-ahli fikih kontemporer lainnya, juga dari Khawarij, Zaidiyah,
(Syi’ah) Imamiyah, Zhahiriyah dan seterusnya. Dengan catatan bahwa
studi perbandingan ini harus bebas mutlak dan sesudahnya harus
diperbolehkan bagi seorang Muslim manapun untuk memilih apa yang
disukainya dari pendapat-pendapat fikih di atas, atau kalau tidak,
memegangi sikap taklid kepada seorang mujtahid tertentu”.
Dari pemaparan di atas, dapat terlihat betapa kasar Muhammad
al-Ghazali menyerang Ahlul Haq yang menyatakan perang terhadap
ahli-ahli bid’ah seperti Jahmiyah, Mu’tazilah dan Asy’ariyah.
Menurutnya, itu hanyalah medan perang khayalan belaka. Tetapi pada saat
yang sama mengajak membuka pintu lebar-lebar untuk menampung masukan
dari pendapat-pendapat Khawarij, Rafidhah (syi’ah), Zhahiriyah dan Imam
madzhab yang empat, untuk kemudian bebas memilih atau taklid.
Kesimpulan dari apa yang dikatakan oleh Muhammad al-Ghazali ialah :
1. Bahwa mengikuti jejak Salaf hanyalah dalam masalah takut kepada
Allah, ikhlas, mementingkan akhirat serta dalam prinsip-prinsip keadilan
dan prinsip-prinsip musyawarah serta prinsip-prinsip lainnya.
2. Bahwa Salaf tidak mengurusi masalah fiqih furu’. Memang demikianlah yang dikatakan oleh al-Ghazali. Dan ini salah besar.
3. Bahwa Salafiyah yang ada sekarang ini, tidak lain hanyalah persoalan-persoalan kekanak-kanakan, mestinya tidak perlu ada.
4. Para da’i hendaknya berpegang dengan metodologi al-Qur’an dalam maalah aqidah.
5. Adalah mungkin untuk memilih pendapat Khawarij, Syi’ah atau Zaidiyah,
atau madzhab-madzhab lain, memalui studi banding yang bebas mutlak
terhadap nash-nash yang ada.
6. Bahkan sangat mungkin untuk bertaklid kepada firqah-firqah serta madzhab-madzhab di atas.
7. Bahwa membongkar penyimpangan Jahmiyah, Asy’ariyah dan Mu’tazilah
merupakan perang yang bersifat khayalan. Hanya akan menghasilkan
bayangan-bayangan kosong. (Syeikh Ahmad Salam dalam “Maa ana ‘alaihi wa
Ashabi” dengan disadur secara bebas, hal. 194-196).
Demikianlah Muhammad al-Ghazali. Dan dari kesimpulan poin no. 4,
terutama jika dihubungkan dengan pernyataan-pernyataannya yang lain,
terlihat bahwa ia menolak hadits sebagai sumber aqidah (khususnya hadits
Ahad atau yang menurutnya bertentangan dengan logikanya).
Tokoh lain selain Muhammad al-Ghazali, misalnya adalah Yusuf
al-Qardhawi. Ia hampir sama dengan Muhammad al-Ghazali dalam banyak hal,
begitu pula dalam penolakan terhadap hadits-hadits yang dirasa
bertentangan dengan logikanya. Ini disebabkan oleh manhaj yang ditempuh
keduanya sama. Hanya saja Yusuf al-Qardhawi lebih pandai dan halus
caranya daripada Muhammad al-Ghazali. [Lihat al-Aqlaniyun Afrakh
al-Mu’tazilah al-Ashriyun, karya Syeikh Ali bin Hasan al-Atsari, cet. I
Maktabah al-Ghuraba’ al-Atsariyah, Madinah, KSA. Hal. 71, 72, 73].
Masih banyak tokoh-tokoh lain yang senada.
Sementara contoh-contoh para penolak sebagian Sunnah yang berbentuk
jama’ah, bisa disebutkan di sini secara garis besar, di ataranya :
Hizbut Tahrir (HT) yang didirikan oleh Taqiyuddin an-Nabhani. Mereka
secara tegas menolak hadits Ahad sebagai pedoman dalam beraqidah.
Kelompok Isa Bugis, juga banyak menolak hadits-hadits yang bertentangan dengan logika jahil mereka.
Majelis Tafsir al-Quran pun tidak mendasarkan pemahaman aqidahnya
melalui nash-nash hadits, sehingga banyak persoalan aqidah yang diyakini
secara keliru. Manhajnya dalam memahami Islam tidak sejalan dengan
manhaj Salaf. Misalnya, keyakinan bahwa orang yang masuk neraka tidak
akan masuk sorga. Mudah-mudahan pemahaman ini hanya karena ketidak
mengertian, sehingga bila sudah mengerti akan berubah pemahamannya
menjadi benar.
Dan di sana masih banyak kelompok pergerakan, baik atas nama individu
maupun atas nama kelompok yang sadar atau tidak sadar, telah menolak
hadits-hadits Nabi n hanya karena logika mereka yang dangkal tidak bisa
menerimanya, padahal hadits-hadits itu telah diterima secara penuh oleh
kaum Muslimin.
Sebagai gambaran bahwa pengaruh ingkarus Sunnah sudah merambah
berbagai lapisan umat Islam, tampaknya contoh-contoh di atas sudah
mencukupi. Wallahu a’lam.
PENUTUP
Demikianlah perjalanan sejarah ingkarus Sunnah secara ringkas hingga
kini. Terlepas apakah gerakan ingkarus Sunnah di Indonesia ada atau
tidak hubungannya secara struktural atau secara organisatoris dengan
ingkarus Sunnah di manca negara, namun kesemuanya berpangkal dari hawa
nafsu, syubhat dan kedangkalan pemahaman tentang ajaran Islam.
Disadari atau tidak, ketika seorang individu tertentu atau suatu
kelompok tertentu membantah Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
secara serampangan, niscaya akan terjebak pada pengingkaran terhadap
Sunnah.
Suka atau tidak suka, orang-orang yang demikian memiliki titik
kesamaan (meskipun tidak total) dengan firqah-firqah kaum Muslimin yang
sesat seperti Khawarij, Mu’tazilah, Syi’ah dll. Bahkan mungkin menjadi
penyambung lidah atau menjadi kelompok golongan-golongan sesat
tersebut.
Karenanya, semestinya orang berhati-hati dan bertakwa kepada Allah
agar dirinya selamat dari ancaman siksa Allah di akhirat. Kaum Muslimin
harus meluangkan waktunya untuk mempelajari ajaran Islam yang benar
agar akhirnya bisa kembali kejalan yang benar. Ini bukan kegiatan yang
bersifat kekanak-kanakan seperti yang dituduhkan oleh Muhammad
al-Ghazali. Kaum Msulimin harus menghormati Nabi Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa sallam secara benar dan harus menjunjung tinggi Sunnah-nya.
Sedangkan Sunnah para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salalm juga
merupakan Sunnah beliau yang harus dihormati.
Ayat berikut ini cukup sebagai bukti kongkrit dan qath’i agar umat mentaati Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءامَنُوا أَطِيعُوا اللهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ
وَأُوْلِى اْلأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَىْءٍ فَرُدُّوهُ
إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ
اْلأَخِرِ
Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah
Rasul(-Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Alquran)
dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian. [An-Nisa’ : 59].
Mentaati Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salalm berarti mengikuti sunnahnya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ ، عَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذ
Wajib bagi kalian berpegang kepada Sunnahku dan Sunnah para
Khulafa’ur Rasyidun, orang-orang yang mendapat petunjuk. Gigit
(pegang)lah Sunnah itu dengan gigi geraham kalian. [Hadits Shahih
Riwayat Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah dll. Lihat Shahih at-Tirmidzi
karya Syeikh al-Albani II/341-342].
Jadi, tidak ada lagi dibalik kebenaran kecuali kesesatan. Wallahu Waliyyu at-Taufiq.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun V/1422H/2001M
Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi
Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]
03 September 2012
BENTUK-BENTUK INGKARUS SUNNAH
Diberdayakan oleh Blogger.
0 komentar:
Posting Komentar