Para pembaca yang di muliakan oleh Allah ta’ala, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
telah meninggalkan kita di atas tuntunan yang jelas, tuntunan yang
terang berderang, di atas petunjuk yang sempurna. Hal ini telah di
tegaskan oleh Allah ta’ala dalam firman-Nya:
اَلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Kusempurnakan
untuk kamu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah
Aku ridai Islam itu Jadi agama bagimu.” (QS. al-Maidah: 3)
Ayat yang mulia ini menunjukkan
kesempurnaan syariat dan bahwasanya syariat ini telah mencukupi segala
keperluan yang dibutuhkan oleh makhluk.
Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata dalam
tafsirnya, “Ayat ini menunjukkan nikmat Allah yang paling besar, yaitu
ketika Allah menyempurnakan agama bagi manusia sehingga mereka tidak
lagi membutuhkan agama selain islam, tidak membutuhkan seorang nabi pun
selain nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena itulah Allah ta’ala mengutus beliau sebagai nabi penutup para nabi dan mengutus beliau kepada manusia dan jin. Tidak
ada sesuatu yang halal melainkan yang Allah halalkan, tidak ada sesuatu
yang haram melainkan yang Allah haramkan dan tidak ada agama kecuali
perkara yang di syariatkan-Nya.” (Tafsir Ibnu Katsir, dinukil dari ‘Ilmu Usul Bida’, Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi, 17)
Begitu pula Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
تَرَكْتُكُمْ عَلَى الْبَيْضَاءِ لَيْلُهَا كَنَهَارِهَا لَا يَزِيغُ عَنْهَا بَعْدِي إِلَّا هَالِكٌ
“Aku tinggalkan kalian dalam suatu
keadaan terang-benderang, siangnya seperti malamnya. Tidak ada yang
berpaling dari keadaan tersebut kecuali ia pasti celaka.” (HR. Ahmad)
Juga sabdanya,
مَا بَقِيَ شَيْءٌ يُقّرِبُ مِنَ الْجَنَّةِ وَيُتَاعِدُ عَنِ النَّارِ إِلاَّ قَدْ بُيِّنَ لَكُمْ
“Tidaklah ada sesuatu yang mendekatkan diri kepada surga dan menjauhkan dari neraka melainkan telah dijelaskan kepada kalian.” (HR. Thabrani)
Sahabat Abu Dzar al-Ghifari berkata:
تَرَكَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَمَا طَائِرٌ يُقَلِّبُ جَنَاحَيْهِ فِي الْهَوَاءِ إِلاَّ
وَهُوَ يَذْكُرُ لَنَا عِلْمًا
“Rasulullah wafat meninggalkan kami dalam
keadaan tidak ada seekor burung pun yang terbang di udara melainkan
beliau telah mengajarkan ilmunya kepada kami.” (HR. Thabrani)
Bahkan hal ini juga dipersaksikan oleh musuh-musuh islam yakni akan kebenaran dan kesempurnaan agama islam
ini. Seorang yahudi berkata kepada Salman Al Farisi (dengan nada
mengejek): “Nabi kalian mengajarkan kepada kalian segala sesuatu hingga
cara buang hajat!”. Salman menjawab (dengan penuh bangga): “Benar,
beliau telah melarang kami untuk menghadap kiblat ketika buang air besar
atau buang air kecil, dan beliau melarang kami untuk istinja’ dengan
menggunakan tangan kanan dan istinja’ dengan kurang dari tiga batu atau
istinja’ dengan kotoran atau tulang.” (HR. Muslim)
Begitu pula yang menjadi akidah para
ulama ahlussunnah, Imam Malik berkata, “Barangsiapa mengadakan sesuatu
yang baru (bid’ah) di dalam agama ini sedangkan ia menganggap baik
perbuatan tersebut maka sungguh ia telah menuduh Nabi Muhammad telah
berbuat khianat, karena Allah ta’ala telah berfirman, “Pada
hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Aku cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridai Islam itu Jadi agama bagimu.” (QS. al-Maidah: 3). Maka perkara yang pada hari ayat ini diturunkan bukan agama maka sekarang juga bukan merupakan agama.” (Al-I’tishom, 1/49, dinukil dari ‘Ilmu Usul Bida’, 20)
Maka berdasarkan keterangan di atas, bisa
kita ambil kesimpulan betapa sempurnanya syariat islam, sehingga
penambahan atau pengurangan atas syariat islam tanpa dalil dari
al-Qur’an atau as-Sunnah
menunjukkan pelecehan terhadap syariat, tindakan kriminal agama dari
pelakunya yang secara tidak langsung pelakunya menganggap bahwa syariat
islam ini belum sempurna, waliya’udzu billah.
Perbuatan yang tidak ada tuntunannya dalam syariat islam dikenal dengan nama bid’ah.Makna Bid’ah
Secara bahasa, bid’ah berarti segala
sesuatu yang terjadi atau dilakukan tanpa ada contoh sebelumnya, hal ini
sebagaimana Firman Allah ta’ala:
مَا كُنتُ بِدْعًا مِّنَ الرُّسُلِ
“Katakanlah: Aku bukanlah rasul yang pertama di antara rasul-rasul.” (QS. Al Ahqaf: 9)Yakni, tidaklah aku adalah orang yang pertama kali diutus, namun sebelumku telah di utus beberapa rasul.
Adapun definisi bid’ah secara istilah
syar’i adalah sebagaimana di jelaskan oleh Imam Asy-Syatibi, “Bid’ah
adalah suatu metode di dalam beragama yang di ada-adakan menyerupai
syariat, dengan maksud untuk mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala sedangkan tidak ada padanya dalil syar’i yang shahih dalam asal atau tata cara pelaksanaannya.” (Al I’tisham: 1/37, dinukil dari ‘ilmu Usul Bida’, 24)
Hukum Bid’ah
Setiap bid’ah adalah kesesatan, setiap
bid’ah membawa pelakunya kepada perbuatan dosa, perbuatan kesesatan dan
menodai syariat islam yang mulia dan sempurna ini. Bukankah sesuatu yang
sempurna jika ditambah atau dikurangi akan merusak kesempurnaannya?
Bukankah sebuah bola yang sudah bulat sempurna jika kita tambahi atau
kurangi malah akan merusak keindahannya??
Perbuatan bid’ah adalah kesesatan
walaupun orang-orang menganggap perbuatan tersebut adalah kebaikan,
sebagaimana perkataan sahabat Abdullah Ibnu Umar,
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَإِنْ رَآهَا النَّاسُ حَسَنَةً
“Setiap bid’ah adalah kesesatan meskipun manusia menganggap perbuatan tersebut adalah kebaikan.”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang mengada-adakan suatu perkara dalam agama ini tanpa ada tuntunannya maka amalannya tersebut tertolak.” (HR. Bukhari Muslim)
Juga dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Setiap bid’ah adalah kesesatn.” (HR. Tirmidzi)Faedah
Bid’ah yang tercela dalam islam adalah
perbuatan bid’ah dalam syariat islam, yaitu melakukan atau meninggalkan
suatu perbuatan dengan alasan ibadah padahal tidak ada dalil atas hal
tersebut atau dalil yang menjadi sandarannya adalah hadits
yang lemah, tidak bisa dijadikan sebagai sandaran hukum. Sehingga
apabila ada seseorang melakukan suatu perbuatan yang baru akan tetapi
tidak dalam rangka beribadah kepada Allah ta’ala maka perbuatan
tersebut bukanlah disebut sebagai bid’ah yang tercela akan tetapi
disebut bid’ah secara bahasa, dan perbuatan tersebut boleh.
Misalnya seseorang ingin melaksanakan
puasa khusus pada hari selasa saja tanpa hari lainnya, sedangkan puasa
adalah ibadah, ia melaksanakan puasa tersebut tanpa ada contohnya dari
Rasulullah dan para sahabatnya, maka puasa yang ia lakukan adalah bid’ah
yang diharamkan oleh islam. Adapun jika seseorang melakukan perbuatan
yang berkaitan dengan dunia seperti membuat kendaraan tipe baru yang
belum ada contoh sebelumnya, atau membuat kebiasaan baru, maraton setiap
hari Rabu pagi dan seterusnya maka tidak diragukan lagi bahwa
perbuatan-perbuatan tersebut adalah boleh.
Semoga bermanfaat…
***Penulis: Abu Sa’id Satria Buana
Muroja’ah: Ustadz Aris Munandar
Artikel www.muslim.or.id
0 komentar:
Posting Komentar