Oleh. Zaenal Abidin Syamsudin, Lc
Mereka adalah firqah yang
mengingkari ilmu Allah terhadap perbuatan hamba-Nya sebelum terjadi dan
mereka berkeyakinan bahwa Allah belum membuat ketentuan apapun pada
makhluk-Nya. Mereka menyatakan bahwa tidak ada taqdir, semua perkara
adalah Unuf [1].
Dan sebelum perkara terjadi Allah tidak menetukan dan tidak
mengetahuinya, bahkan Allah baru mengetahuinya setelah terjadi. Dan
mereka menyatakan bahwa Allah bukan pencipta perbuatan hamba dan tidak
membuat ketentuan dan ketentuan takdir apa pun.[2]
Mereka sangat mirip dengan
kaum Majusi yang meyakini dua tuhan, tuhan cahaya dan tuhan kegelapan
sehingga Rasulullah menegaskan bahwa Qadariyah adalah Majusi umat ini,
berdasarkan hadits dari Abdullah bin Umar , beliau bersabda : “Qadariyah
adalah Majusinya umat ini, jika mereka sakit janganlah kalian
menjenguknya dan jika mereka mati janganlah kalian menyaksikan
jenazahnya.”[3]
Imam Abu Tsaur ditanya
tentang Qadariyah, maka beliau menjawab : “Dia adalah orang yang
menyatakan bahwa Allah tidak menciptakan perbuatan hamba-Nya, tidak
menetukan dan tidak menciptakan perbuatan maksiat pada hamba.”[4]
Orang yang pertama kali
menggulirkan paham Qadariyah adalah Ma’bad al-Juhani pada akhir masa
generasi Shahabat, seperti yang dituturkan Imam Muslim dari Yahya bin
Ya’mur, menerut satu riwayat, Ma;bad mengambil faham Q adariyah dari
seorang laki-laki Nashrani bernama Susan kemudian pemikiran dan
pemahaman itu disebabkan oleh Ghailan ad-Dimasqi, seperti yang
dituturkan oleh al-Auza’i.[5]
Kesesatan Qadariyah menimbulkan dua kebi’ahan dalam agama yang sangat besar :
Pertama : Pengingkaran
mereka terhadap ilmu Allah yang telah mendahului setiap kejadian,
padahal tidak ada suatu kejadian apapun di alam semesta kecuali pasti
diketahui Allah.
Kedua : Keyakinan mereka bahwa hamba sendiri yang mempunyai kuasa penuh untuk mewujudkan perbuatan.[6]
…
Bersambung….
Dipublikasikan oleh : ibnuramadan.wordpress.com
[1] Lihat
Shahih Muslim kitab al-Iman bab Bayaan al-Iman ((93) 1/109), dan
Jami’ul Ulum wal Hikam (1/103) karya Ibnu Rajab, dan yang dimaksud
dengan unuf adalah baru berarti perbuatan manusia baru diketahui Allah
setelah terjadi.
[2] Syarh Shahih Muslim vol.1, hal. 156 karya Imam an-Nawawi.
[3] Shahih
: Dikeluarkan oleh Imam Abu Dawud dalam Sunannya (4691), Imam Ahmad
dalam Musnadnya ((5584 2/86), Imam al-Baihaqi dalam as-Sunnan al-Kubra
[4] Syarh Ushul I’tiqad Ahli Sunnah vol.4 hal.720.
[5] Asy-Syarii’ah
((426 dan 452) 6/ 851 dan 872) oleh al-Ajarri, Syarh Ushul I’tiqad Ahli
Sunnah, ((1322), 4/787) oleh al-Lalika’i dan Ibnu Baththah dalam
al-Ibanad al-Kubraa ((1954) 2/81)
[6] Jaami’ al-Ulum wal Hikam (1/103) karya Ibnu Rajab.
Disalin dari Buku Ensiklopedi Penghujatan Terhadap Sunnah, Cetakan Pertama, Pustaka Imam Abu Hanifah-Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar