-->

08 September 2012

Koreksi DR. Ibrahim ar-Ruhaili terhadap buku Laa Tahzan


≈ BERSEDIHLAH ≈

Koreksi DR. Ibrahim ar-Ruhaili terhadap buku Laa Tahzan dan
pengarangnya serta pemikiran da’i kondang Salman Al-Audah dan Safar Hawali

Buku Laa Tahzaan (Jangan Bersedih/Don’t Be Sad) yang ditulis oleh DR. Aidh al-Qorni mungkin sudah tidak asing lagi bagi sebagian kaum muslimin.

Buku ini katanya mendapatkan label “Best Seller”, namun hal ini tidaklah menunjukkan akan kebaikan dan kebenaran buku ini termasuk pengarangnya.

Sebetulnya telah beberapa kali kami sampaikan tentang penyimpanganpenyimpangan Salman al-‘Audah, Safar Hawali dan Aidh al-Qorni ini, tapi masih saja ada para pemujanya yang mendustakannya dengan dalih dan alasan yang lebih lemah daripada sarang laba-laba. Semisal ucapan mereka :

tunjukkan kepada kami kesalahan.penyimpangan yang terdapat pada buku La Tahzan! Dan masih banyak lagi alasan-alasan lainnya. Oleh karenanya pada edisi ini kami mengangkat sebuah rubrik yang mudah-mudahan bisa menerangi hati para pengagum dan fans Aidh al-Qorni, jika memang masih ada cahaya di hatinya.

Rubrik “Bersedihlah” ini diambil dari soal jawab dengan Prof. DR. Ibrahim bin ‘Amir ar-Ruhaili, dosen faklutas Usuhuluddin, Universitas Islam Madinah, KSA, pada saat Dauroh Syar’iyyah VI di Kebun Teh Agro-Wisata, Lawang, Malang, yang diselenggarakan oleh Ma’had Ali Al-Irsyad As-Salafi Surabaya.

Soal Jawab ini ditranskrip oleh al-Akh ‘Abdul Muhsin dan diterjemahkan oleh al-Ustadz Imam Wahyudi, Lc.(Red.)

Pertanyaan : Kami mendengar bahwa para ulama salafiyyin
memperingatkan dengan keras dari pemikiran-pemikiran Dr. Salman al-Audah, Dr. Safar al-Hawali, Dr. 'Aidh al-Qorni, serta yang semisal dengan mereka. Apakah sebenarnya kesalahan-kesalahan mereka, terlebih yang namanya disebutkan paling akhir (Aidh al-Qorni), karena buku-bukunya yang sudah diterjemahkan tersebar luas di negeri kami ; seperti buku "Laa Tahzan" (jangan bersedih).

Jawab : Orang-orang yang telah disebutkan tadi memiliki berbagai
penyimpangan dalam banyak bidang, kita tidak mengatakan bahwa mereka tidak memiliki kebenaran sama sekali. Beberapa waktu yang lalu, kaset-kaset mereka yang berisi penjelasan atas beberapa buku banyak diminati masyarakat, akan tetapi perkataan mereka banyak menyelisihi manhaj salaf.

Diantaranya adalah sikap mereka terhadap pemerintah, yaitu : plin plan, terkadang menyebarkan dan membicarakan aib pemerintah, dan pada lain waktu bersikap loyal dengan pemerintah.

Banyak sekali perkataan di dalam buku-buku mereka bersumber dari
perkataan selain Ahlus sunnah, memberikan dalil atas pendapat mereka dengan perkataan orang-orang yang menyelisihi Ahlus sunnah, bahkan terkadang mereka mengambil perkataan para orentalis, seperti buku yang ditanyakan diatas. Bagaimana mungkin seorang yang dikatakan berilmu agama dan menisbatkan dirinya kepada sunnah, mengarang sebuah buku yang penuh dengan nukilan dari kaum orientalis?!

Kemudian judulnya "Laa Tahzan" (jangan bersedih), maksudnya bersedih atas apa ? apakah maksudnya bahwa manusia tidak boleh bersedih atas sesuatupun? Padahal kesedihan itu sendiri, terkadang memiliki alasan-alasan yang dibenarkan oleh syari'at, sehingga yang bersedih perlu bersabar dan mengharapkan pahala atas kesabarannya tersebut.

Cara berdialog dengan manusia seperti ini, "Laa Tahzan" (jangan
bersedih), kemudian obatnya adalah perkataan kaum orientalis?! ini adalah bukti kedangkalan pemahamannya, seakan-akan al-Qur'an tidak cukup bagi kita dan di dalamnya ada hal yang menjadikan kita bersedih, sehingga kita perlu lari dari al-Qur'an dan as-Sunnah dan berpaling kepada perkataan kaum orientalis!! Ini sangat berbahaya.

Oknum-oknum di atas memiliki banyak kesalahan, meskipun
kesalahan mereka berbeda-beda. 'Aidh al-Qorni adalah seorang sasterawan, terkadang berbicara sesuai dengan aqidah Ahlus sunnah, dan pada kali yang lain melontarkan pendapat yang amat berbahaya, bahkan sampai kepada derajat kesyirikan serta beberapa istilah aneh. Saya pernah mendengar baitbait syairnya, isinya dekat dengan pemikiran penganut wihdatul wujud (manunggaling kawulo gusti), sebagian baitnya mendiskreditkan para
sahabat dan seterusnya dan masih banyak lagi keanehan-keanehannya1.

Orang ini tidak bisa menjaga lisan dan perkataannya, dan dari dulu terkenal sebagai seorang yang mudah sekali marah.

Oleh karena itu, kita tidak boleh terpengaruh dengan orang-orang
seperti ini. Jika seseorang telah memahami ilmu agama dan metode para ulama, maka dia akan mengetahui bahwa orang-orang ini bukan berada diatas jalannya para ulama. Kita juga tidak terus menerus menuduh niatniatan manusia, akan tetapi inilah barang dagangan yang mereka tawarkan kepada manusia. Hendaklah kita berhati-hati terhadap perkataan mereka, dan kita kembali kepada perkataan para ulama yang mulia.

Perkataan Ahlus sunnah, itulah yang bermanfaat bagi manusia. Allah
telah mencukupkan kita dengan al-Qur'an dan as-Sunnah dari perkataan makhluk, akan tetapi perkataan para ulama yang mendekatkan pemahaman kita terhadap ilmu syari'at, baik berupa uraian maupun penjelasan panjang lebar, serta pembahasan berbagai permasalahan, inilah yang lebih bermanfaat bagi manusia.

Adapun yang orang-orang yang buku-bukunya berdasarkan perkataan selain Ahlus sunnah, bahkan dari penentang sunnah yaitu kalangan ahlul bid’ah, (maka wajib dijauhi –pent). Sungguh perkataan mereka banyak bersumber dari perkataan Ahlul Bid’ah, semisal Sayyid Quthub dan Muhamad Quthub 2 . Mereka itu (Salman cs.) secara terang-terangan menyatakan bahwa keduanya adalah ulama mereka, sebagian lagi menyatakan bahwa buku si Anu adalah buku yang paling baik, sebagian lagi menyatakan bahwa buku si Fulan adalah buku yang paling baik, sebagian lagi menyatakan dengan terang-terangan, bahwa ketika mereka berada di penjara, mereka banyak membaca serta menekuni buku-buku Sayyid Quthub.

Inilah barang dagangan mereka, pemahaman mereka bukan hasil dari pendidikan di atas manhaj yang benar, bahkan terpengaruh dengan sebagian ahlil bid’ah, sehingga menghasilkan penyimpangan manhaj.

Maka wajib bagi para penuntut ilmu untuk menjauhi buku-buku tersebut, dan juga tidak boleh membantu menyebarkanya, karena di dalamnya penuh dengan kesesatan dan penyimpangan, walau mungkin saja didalamnya ada kebenaran. Akan tetapi yang dimaksud, bukanlah adanya kebenaran dalam sebagian buku
akan tetapi yang dimaksud adalah, hendaklah buku tersebut bebas dari kesalahan-kesalahn yang fatal.

Sungguh saya mengatakan bahwa tiada seorangpun yang hatinya
disinari oleh Allah dengan Sunnah, ketika membaca perkataan mereka, mendengarkan kaset-kaset mereka, serta banyak bersentuhan dengan bukubuku mereka, pasti akan muncul dalam dirinya penolakan atas perkataan mereka, yaitu orang yang hatinya disinari oleh Allah dengan ilmu agama dan sunnah.

Ketika anda mendengarkan perkataan-perkataan Ibnu Baaz, Ibnu
Utsaimin, al-Albani, al-Fauzan dan Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad, mereka adalah para ulama, niscaya anda akan mendapatkan ketenangan dari perkataan para ulama tersebut, yang didukung oleh dalil-dalil, dalam bentuk penjelasan, uraian, dan menentukan pendapat yang lebih kuat. Beda dengan mereka, yang banyak perkataannya tidak berdasarkan dan tidak merujuk kepada dalil-dalil.

Saya teringat, suatu kali dalam salah satu koran, Salman menetapkan
dasar-dasar dan metode berdakwah, diantaranya dia menyebutkan point, “Apakah jalur-jalur yang berdampingan itu?”

Salman mengatakan :

“Sesungguhnya dakwahku dan dakwahmu tidak bertentangan, hakikatnya hanyalah dua jalur dalam satu jalan”, kemudian dia mengatakan : “Bukanlah menjadi syarat dakwahku, agar selaras dengan pikiran anda.”

(Komentar Syaikh Ibrahim) : Dia membekali manusia dengan ungkapan-ungkapan yang membius. Makna perkataannya : Dakwahku yang saya terapkan sekarang ini, kenapa anda menginginkannya selaras dengan pikiran anda, sehingga bisa sukses. Biarkanlah dakwah tersebut berjalan di satu jalur dan anda di jalur yang lain.

Ini adalah perkataan yang keliru, kami tidak mengatakan agar dakwah Salman selaras dengan pikiran kita, akan tetapi hendaklah selaras dengan al-Qur’an dan as-Sunnah. Kita bukan sedang membicarakan pikiran kita, sampai-sampai anda (Salman) mengatakan istilah jalur-jalur yang selaras, karena dalam dakwah hanya ada satu jalan.

“Dan bahwa (yang kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), Karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalannya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” (QS. Al-An’am : 153).

Dakwah kami sekarang ini bukanlah bersumber dari pikiranku. Ketika saya menyampaikannya, saya hanya menyebutkan dalil-dalil dari al-Qur’an dan as-Sunnah.

Inilah barang dagangan mereka. Dia (Salman) menyangka bahwa setiap da’i punya pikiran, anda punya pikiran, saya punya pikiran dan setiap manusia punya pikiran dalam dakwahnya. Inilah yang dia istilahkan dengan jalur-jalur yang selaras, maksudnya : tidak saling bertentangan, semua akan bermuara pada satu jalan. Ini suatu kesalahan.

Kemudian dia menyebutkan beberapa aturan, diantaranya dia menyatakan :

“Kita tidak patut sibuk dengan kaum muslimin, sehingga menyebabkan kita lalai dari Yahudi dan Nasrani, musuh kita yang hakiki.”3

(Komentar Syaikh) : Aturan ini memiliki konsekwensi, yaitu agar kita tidak membantah kelompok Jahmiyah, Mu’tazilah dan Asy’ariyah, demikian juga kita tidak boleh menyebutkan perbedaan-perbedaan yang terjadi dalam tubuh kaum muslmin, sampai tuntasnya urusan kita dengan Yahudi dan Nasrani.

Padahal, Yahudi dan Nasrani ada sejak zaman Nabi Muhammad sampai zaman kita, bahkan buku-buku ulama salaf yang dikarang untuk membantah ahlil bid’ah, justru ketika Yahudi dan Nasrani masih eksis. Para ulama yang mengarang bantahan terhadap Jahmiyah, Mu’tazilah, Asy’ariyah dan ahlil bid’ah, mereka semua mengetahui (akan bahayanya) Yahudi dan Nasrani.
Kemudian tiba-tiba mereka (Salman cs.) mengatakan : Kami tidak akan membicarakan para penentang sampai urusan kita Yahudi dan Nasrani tuntas.

Inti konsekwensi perkataan ini adalah, kita harus menghentikan dakwah sampai bumi bersih dari Yahudi dan Nasrani. Padahal, kenyataan dalil-dalil yang ada menunjukkan bahwa kaum Yahudi dan Nasrani tetap ada sampai akhir zaman, bahkan jumlah mereka banyak.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam memberitakan, bahwa kalian akan
memerangi Yahudi, sampai-sampai batu dan pohon mengatakan :

“Wahai muslim, dibelakangku ada seorang Yahudi, bunuhlah dia.” Dan kita juga tidak mengetahui kapan datangnya masa itu, sehingga kita harus menghentikan dakwah kita sekarang ini, kita tidak berbicara masalah aqidah, tidak membantah orang-orang yang meniadakan nama dan sifat-sifat Allah, menyerupakan Allah dengan makhluk, mengingkari takdir Allah, berpemikiran Murji’ah, mudah mengkafirkan kaum muslimin. Kita tidak boleh berbicara
sampai Yahudi dan Nasrani sirna?! siapa yang mengatakan ini?! termasuk ulamakah?!

Kemudian Salman mengatakan : “Siapa yang bisa memberikan satu bukti kepada saya, bahwa dia menguasai setiap permasalahan. “ Lihatlah ungkapan yang dia pilih! “menguasai setiap permasalahan”. Yang dimaksud oleh Salman adalah : Dakwah kita sekarang ini, kenapa setiap permasalahan yang dia bicarakan, kalian (Salafiyun) ikut mengomentarinya?! Dan seandainya sekarang dia mendengar perkataan ini, (niscaya kita gunakan juga senjatanya, pent.) kenapa anda mengomentari perkataanku?! Tinggalkan perkataanku!

Perkataan Salman ini bertentangan dengan al-Qur’an dan as-
Sunnah, dia mengatakan : “Siapa yang bisa memberikan satu bukti kepada saya, bahwa dia menguasai setiap permasalahan. “?

Dalilnya sangat jelas, sabda Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam :
من رأى منكم منكرا فليغيره بيده , فإن لم یستطع فبلسنه وإن لم یستطع فبقلبه

“Siapa saja diantara kalian yang melihat kemungkaran, maka hendaklah dia merubahnya dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisan. Jika tidak mampu, maka dengan hatinya “. (HR Muslim)

Perkataan yang disebarkan di koran ini, apakah suatu kesesatan atau
kebenaran? ini adalah suatu kesesatan, tidak boleh seseorang yang memiliki ilmu agama lalu mendengar perkataan ini kemudian diam. Inilah dalil tentang wajibnya seorang muslim untuk berbicara, ketika mengetahui suatu kebatilan, serta memperingatkan manusia agar menjauhi ketika mengetahui suatu kebatilan.

Saya teringat diantara perkataannya, dia mengatakan : “Kita memiliki potensi yang amat banyak, buktinya : ada seorang mengatakan suatu ide kemudian ia mengarang sebuah buku, dicetak 3000 atau 6000 exemplar, kemudian ada orang lain membantahnya sebanyak 6000 exemplar, kemudian apa hasilnya?
Hasilnya adalah nol!! menyia-nyiakan harta kaum muslimin!!!”

Apa makna perkataanya? Maknanya adalah, buku-buku bantahan itu adalah kerugian. Orang yang lalai ini (Salman) tidak sadar, bahwa ketika seorang menyebarkan diantara manusia 6000, 50.000 atau bahkan berjuta-juta exemplar kebatilan, kemudian ada seorang yang membantahnya, ini hasilnya bukan nol. Mereka tidak mengetahui, bahwa bantahan itu akan memusnahkan bid’ah dan kesesatan yang tersebar ditengah-tengah masyarakat. Mereka berbicara dengan suatu perkataan, yang jika salah seorang awam dari kaum muslimin, yang memiliki fithroh yang sehat, pasti
dia mengetahui bahwa perkataan seperti ini adalah suatu kebatilan.

Sebenarnya, saya tidak banyak menyibukkan diri untuk mengamati
perkataan-perkataan mereka, saya tidak banyak mendengar kaset-kaset mereka, tidak banyak membaca buku-buku mereka dan tidak pernah secara khusus memperhatikan perkataan orang ini (Salman). Adapun jika saya benar-benar meneliti perkataan mereka di dalam buku-buku mereka, niscaya akan saya dapati hal-hal yang sangat berbahaya.

Maka dari itu, saya nasehatkan kepada para penuntut ilmu, hendaklah ketika mengkritik mereka, haruslah dengan dasar ilmu. Sebagaimana problematika sebagian salafiyin yang tergesa-gesa mengomentari, mencela dan memaki, dengan tanpa bukti. Manusia tidak akan menerima kritikan anda.4

Jelaskan kepada manusia, saya sekarang ini mengkritik Salman dari
pembicaraannya yang saya miliki sekarang ini, point-point yang kita sebutkan ada di dalamnya, kemudian kami biarkan nash-nash al-Qur’an dan as-Sunnah menghukuminya. Semua manusia akan menerima kritikan anda.

Beda halnya apabila kita mengkritik tanpa bukti, pasti manusia tidak akan mau menerima komentar anda.

Orang-orang tersebut memiliki pendapat-pendapat (yang batil), maka berhatihatilah dari buku yang berjudul “Laa Tahzan” (jangan bersedih), bacalah dulu, kemudian perhatikan isinya. Kalangan penuntut ilmu agama yang paling awampun, ketika membaca buku ini, pasti mengetahui kesesatan yang ada didalamnya. Kami katakan dengan sebenarnya, bahwa mereka ini, sama saja, baik dia menginginkan kebaikan atau tidak menginginkannya, perkara itu
urusan Allah ‘Azza wa Jalla.

Akan tetapi di dalam buku-buku dan kaset-kaset mereka ada muatan penyimpangan aqidah dan manhaj Ahlusunnah yang amat besar. Maka dari itu, kita harus berhati-hati dari buku-buku dan kasetkaset yang telah merusak sejumlah besar para pemuda. Mereka ini mudah sekali berubah pendirian, setiap hari memakai metode yang baru.

Sampai-sampai, diantara perkataan Salman yang paling akhir saya dengar di radio Saudi Arabia, ketika ditanya tentang hukum perayaan maulid Nabi, dia menjawab : di dalam perayaan Maulid Nabi banyak kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik dan kurang menjaga kebersihan. Maka penyiar radio –yang tidak menekuni ilmu agama- berkata : Bukankah perayaan maulid itu tidak dikenal pada zaman salaf ? Salman menjawab : iya, iya pendapat ini benar.5

Apakah orang seperti ini, yang sekarang dielu-elukan oleh banyak pemuda untuk menduduki kedudukan Imam Ahlus Sunnah?! padahal dia tidak mengetahui hukum perayaan maulid?! ini sangat merepotkan, kita tidak mengetahui apa yang diinginkan oleh orang-orang ini?! Apakah mereka ingin berbasa-basi dengan ahlul bid’ah, yaitu dalam metode mereka yang terbaru, setelah sebelumnya mereka bersikap sangat keras, bahkan mengeluarkan
vonis bid’ah, kufur, kemudian sekarang mereka tinggalkan semua itu?!

Sebelumnya, mereka pernah menyatakan bahwa pemerintah Arab Saudi telah kafir, karena membolehkan tabarruj dan memberikan kebebasan kepada kaum wanita, sekarang mereka memperbolehkan wanita menyetir mobil dan membuka hijab (cadar). Mereka menyatakan bahwa hukum wanita menyetir mobil tidak ada dalam surat ini dan itu, sebagian mereka menyatakan, diantaranya ‘Aidh al-Qorni : hukum hijab sekarang ini telah jelas, bahwa wanita yang membuka wajahnya (tidak memakai cadar) hukumnya tidak mengapa.

Ini terlepas dari perbedaan pendapat para ulama dalam masalah ini.6 Akan tetapi yang menjadi titik permasalahan adalah ketidakmenentuaan pendirian mereka. Kemarin bersikap keras, sekarang menggampang-gampangkan.

Kemarin mengkafirkan Rofidhoh, 7 menyatakan bahwa pemerintah (Arab Saudi) berbasa-basi dengan Rofidhoh, sekarang berbalik menuntut pemerintah untuk membuka sekolah-sekolah Rofidhoh serta duduk berdampingan bersama mereka.

Saya mendengar komentar Salman yang terakhir, kira-kira seminggu yang lalu ketika ia ditanya tentang Iraq. Ia mengatakan : “tidak sepatutnya kita memecah belah kaum muslimin di sana, karena kaum muslimin senantiasa hidup berdampingan antara ahlus sunnah dan syia’h8 dalam kurun waktu yang begitu lama.”

(Komentar Syaikh Ibrahim) Apa makna ‘hidup berdampingan’? dan siapakah dari kalangan awam sekarang ini yang memahami (rahasia) perkataan ini?!

Kenapa dia menipu kaum muslimin dan menipu ahlus sunnah?! Komentar yang aneh ini sekarang benar-benar ada.

Saya secara pribadi, sebagaimana yang telah saya sampaikan, tidaklah menyibukkan diri untuk mengamati perkataan-perkataan mereka, atau mendengarkan kaset-kaset mereka, dan tidak juga membaca buku-buku mereka. Akan tetapi yang saya komentari ini, hanyalah sesuatu yang kadangkadang saya dengar dari radio. Seandainya ada orang yang secara khusus mengamati perkataan mereka, kemudian mengkritik dan mengeluarkan darinya point-point yang menyelisihi aqidah ahlus sunnah, maka pasti dia akan banyak mendapatkannya.

Maka dari itu, saya peringatkan dengan keras para penuntut ilmu yang memahami sunnah, yang diberi anugerah hidayah oleh Alloh, serta yang mengetahui aqidah ahlus sunnah agar mereka berhati-hati dari tipu daya orang-orang seperti mereka ini. Dan kami juga tidak menuntut kepada para penuntut ilmu tersebut untuk bersikap keras secara berlebihan, dengan menuduh mereka sebagai orang-orang zindiq (munafik kelas kakap).

Demi Alloh kami tidak mengatakan dan berkomentar demikian, akan tetapi yang kami katakan adalah, bahwa ada kebodohan di dalam diri mereka, atau di dalam diri mereka terdapat bid’ah-bid’ah dan penyimpanganpenyimpangan.

Adapun perkara mereka tahu atau tidak tahu, itu kembali kepada Alloh. Demikian juga perkara mereka memiliki niatan yang jelek, itu
juga kembali kepada Alloh. Adapun berdasarkan perkataan mereka yang sudah tersebar, maka di dalamnya mengandung bid’ah-bid’ah, kesesatan dan penyimpangan dari aqidah ahlus sunnah. Bahkan wajib bagi penuntut ilmu agar berhati-hati terhadap mereka.

Metode yang ditempuh oleh para ulama sudah sangat dikenal, demikian pula keselamatan manhaj mereka dari penyimpangan. Seorang yang masih hidup di kalangan para ulama tidak memiliki sikap yang berbeda-beda (dalam satu permasalahan yang sama), yakni sering berubah-ubah, seperti yang mereka istilahkan “berubah sesuai dengan zaman dan keadaan.” Perubahan sikap
para ulama, hanyalah pada masalah-masalah yang mungkin fatwa bisa disesuaikan menurut kejadian-kejadian kontemporer, bukan dalam bentuk “kemarin bersikap keras dalam satu permasalahan, dan sekarang berubah menjadi sikap lembek dalam perkara yang sama.”

Sebelumnya mereka (Salman cs.) mencela habis-habisan siapa saja yang berinteraksi dengan orang-orang yang menyimpang, bahkan sampai-sampai mereka bersikap begitu keras atas dasar apa yang mereka istilahkan “diam atas Rofidhoh”, padahal umat ini tidak tinggal diam untuk menghadapi Rofidhoh. Negara ini beserta para ulamanya senantiasa berupaya untuk membantah Rofidhoh, akan tetapi dengan ilmu dan hikmah. Dan sekarang ini, mereka beralih menuntut dibukanya sekolah-sekolah Rofidhoh, dan memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertindak bebas di dalam
sekolah-sekolah mereka. Jadi, sangat bertolak belakang dengan sikap
pertama mereka yang begitu ekstrem.

Ada sebuah fitnah yang saya dengar dari sebuah kaset orang-orang ini, saya tidak tahu, yang berbicara itu Salman atau yang lainnya. Dia mengatakan kepada sebagian pengikutnya dalam bentuk provokasi dengan mengisyaratkan kebengisan tentara seraya mengatakan :

“Saya tidak takut terhadap bala tentara, saya juga tidak takut bahaya atas kalian yang timbul dari bala tentara, akan tetapi saya khawatir bala tentara dari kalian.”

Sekarang dia menyerukan toleransi, mengajak agar semua fihak yang saling berselisih untuk saling memaklumi. Kemudian dia mengeluarkan sebuah kaset, “kaifa nakhtalifu” (bagaimana kita berselisih?). Dikatakan di dalamnya :

“Seyogyanya kita berlapang dada di dalam menghadapi perbedaan,
hendaknya kita juga mau mendengarkan semua pendapat, serta janganlah kita bersikap keras terhadap orang-orang yang menyelisihi kita.” Kemudian dia menukilkan perkataan para ulama salaf tentang bagaimana menyikapi perbedaan pendapat yang terjadi diantara para ulama dan imam yang empat.

Setelah itu dia membawa perkataan-perkataan tersebut dan dipakai untuk menentukan sikap terhadap perselisihan yang terjadi antara ahlus sunnah dengan ahlil bid’ah.

Ini adalah perkataan yang sangat berbahaya yang terkandung di dalam buku “kaifa Nakhtalif”. Dan ini dibagi-bagikan dalam bentuk kaset dan buku dengan cetakan yang paling lux. Inilah upaya membangun pondasi pikiran-pikiran ini, yaitu pondasi untuk membangun bid’ah-bid’ah dan kesesatan. Fenomena ini
amat jelas ketika seorang pemula dari penuntut ilmu membaca buku tersebut, pasti bisa mengetahui kesesatan yang terkandung di dalamnya.

Saya merasa heran, bagaimana perkara seperti ini bisa tidak tampak bagi para senior penuntut ilmu dan orang-orang yang menisbatkan dirinya kepada ahlus sunnah?!! Bagaimana kebenaran seperti ini bisa tersembunyi di hadapan mereka?!

Maka dari itu, kami tekankan terus menerus bahwa ketika kita berbicara dan mengajak bicara ahlus sunnah, kita menggunakan cara berkomunikasi tersendiri. Kami katakan kepada mereka :

“bersatulah kalian di atas kebenaran dan tinggalkanlah perselisihan yang memecah belah kalian, karena kalian semua adalah ahlus sunnah.” Akan tetapi apabila kita menghadapi perselisihan antara ahlus sunnah dengan ahlul bid’ah, maka perselisihan seperti ini bentuknya berbeda. Sehingga terus menerus kita tekankan, bahwa dalam kita berbicara dan menerapkan berbagai hukum dalam permasalahan, haruslah jelas dan sesuai dengan ketetapan nash-nash.

Kita tidak mungkin membawa perkataan para ulama salaf tentang cinta kasih diantara mereka :

“Kita berselisih dan berbeda pendapat, akan tetapi perbedaan kita ini tidak boleh menggambarkan perpecahan diantara kita.”

Kemudian kita aplikasikan perkataan para ulama salaf ini di dalam
perselisihan antara ahlus sunnah dengan Rofidhoh.

Bukti yang terpenting adalah, bahwa di dalam banyak perkataan mereka yang amat menyimpang, meskipun dengan adil kita katakan, bahwa derajat penyimpangan individu-individu ini tidak dalam satu tingkatan. Akan tetapi yang terpenting adalah, kita waspada terhadap manhaj dan metode mereka, serta menjauhi syubhta-syubhat kemudian kembali kepada perkataan para
ulama yang kita kenal keselamatan aqidah dan manhajnya dari
penyimpangan. Inilah prinsip dasar menurut ahlus sunnah.

Catatan Kaki:

1 Bukti-buktinya telah dibahas panjang lebar di Majalah adz-Dzakhiirah edisi 12 tahun II 1425
dengan tema “Menyingkap Hakekat dan Jati Diri Da’i-Da’i Kondang”, demikian pula di Majalah Al-Furqon (Ma’had Al-Furqon Gresik), edisi 1 tahun V, Sya’ban 1426 H. Dengan tema “Penyimpangan Aidh al-Qorni”, silakan membuktikannya.

2 Tentang kedua orang ini, sialkan membaca kembali majalah adz-Dzakhiirah edisi 24 pada tema “Khowarij Kontemporer” dan “Hakekat Yang Tersembunyi.” Artikel ini dapat dibaca di
www.almanhaj.or.id.

3 Maka tidaklah mengherankan apabila ada kisah yang menyebutkan bahwa DR. Safar Hawali lulusan fakultas aqidah, pernah menulis bantahan kepada Asy’ariyah. Tetapi
sekarang ia tidak mau bukunya itu dicetak kembali, bahkan ia terjerumus dalam ilmu nujum, sebagaimana penjelasan Syaikh ‘Abdul Malik dalam bukunya “Khurofat Haroki”. Pent.

4 Dengan segudang bukti saja, para pengagumnya banyak yang tidak bisa menerima, apalagi tanpa bukti!

5 Sekarang ini banyak sekali dai’dai yang terkadang mengaku salafi jika merasa butuh, dan di lain waktu mengingkari penisbatan kepada salaf jika bertentangan dengan manhaj haroki mereka. Ketika ditanya tentang hukum suatu amalan, harokah atau pergerakan yang jelas jelas bid’ah, mereka menjawab dengan jawaban yang samar dan berputar-putar. Maka inilah salah satu indikasi dai-dai yang terpengaruh dengan pemikiran Salmad, Aidah al-Qorni, dkk.

6 Karena pendapat yang mereka lontarkan seperti ini, lebih dekat kepada hanya sekedar sensasi dan berani tampil beda, serta berseberangan dengan penguasa muslim, bukan karena dalil seperti yang dilakukan oleh para ulama.

7 Rofidhoh adalah salah satu kelompok Syiah ekstrim yang menolak kekhilafahan Abu Bakar dan ‘Umar beserta mayoritas sahabat Nabi. Bahkan tokoh mereka di abad ini, yaitu Khomeini, memiliki doa kejelekan yang khusus untuk dua berhala Quraiys, (dan yang ia maksudkan adalah), Abu Bakar dan ‘Umar yang isinya penuh dengan celaan dan laknat. Lihat Firoq al-Mu’ashiroh jilid 1.

8 Padahal menurut informasi yang kami terima, bahwa syi’ahnya Iraq lebih ekstrem, ganas dan kejam apabila dibandingkan dengan syiahnya Iran.

[Berlanjut dengan sesi tanya jawab. Silakan baca transkrip terjemah sesi tanya jawab ini secara panjang lebar membicarakan hal yang sama di dalam Majalah adz-Dzakhiirah, vol.5, No. 2, edisi 27, tahun 1428H

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.