عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
قَالَ: «مَنِ اغْتَسَلَ؟ ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ، فَصَلَّى مَا قُدِّرَ
لَهُ، ثُمَّ أَنْصَتَ حَتَّى يَفْرُغَ مِنْ خُطْبَتِهِ، ثُمَّ يُصَلِّي
مَعَهُ، غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ الْأُخْرَى،
وَفَضْلُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Barangsiapa yang mandi kemudian mendatangi sholat Jum’at lalu dia mengerjakan sholat sebanyak yang bisa dilakukannya kemudian dia diam -mendengarkan khutbah- sampai khotib menyelesaikan khutbahnya lalu dia menjalankan sholat bersamanya niscaya akan diampuni dosanya antara Jum’at itu dengan Jum’at yang lain ditambah tiga hari.”’ (HR. Muslim, lihat Syarh Muslim [4: 169])
KEUTAMAAN HARI JUM'AT
1. Abu Hurairah radhiallahu 'anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
خَيْرُ يَوْمٍ طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ يَوْمُ الْجُمُعَةِ فِيهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيهِ أُدْخِلَ الْجَنَّةَ وَفِيهِ أُخْرِجَ مِنْهَا
“Sebaik-baik hari adalah hari Jum’at, karena pada hari itulah Adam diciptakan, pada hari itu pula dia dimasukkan ke dalam surga, dan pada hari itu pula dia dikeluarkan darinya.” (HR. Muslim no. 854)
2. Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ وَزِيَادَةُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ وَمَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَا
“Barangsiapa yang berwudhu lalu dia menyempurnakan wudhunya, kemudian dia mendatangi shalat jumat, lalu dia mendengarkan (khutbah) dan tidak berbicara, maka akan diampuni (dosa-dosa yang dilakukannya) antara hari itu sampai hari jumat depannya, ditambah tiga hari. Dan barangsiapa yang memegang-megang batu kerikil, maka dia telah berbuat kesia-siaan.” (HR. Muslim no. 857)
3. Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ
“Antara shalat lima waktu, antara shalat jumat satu ke shalat jumat berikutnya, dan antara puasa ramadhan ke puasa ramadhan berikutnya adalah penghapus untuk dosa di antara keduanya, apabila dia menjauhi dosa-dosa besar.” (HR. Muslim no. 857)
4. Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membicarakan perihal hari jumat. Beliau bersabda:
فِيهِ سَاعَةٌ لَا يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي يَسْأَلُ اللَّهَ تَعَالَى شَيْئًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ وَأَشَارَ بِيَدِهِ يُقَلِّلُهَا
“Di dalamnya ada satu waktu dimana tidaklah seorang hamba muslim mengerjakan shalat lalu dia berdoa tepat pada saat tersebut, melainkan Allah akan mengabulkan doanya tersebut.” Kemudian beliau memberi isyarat dengan tangannya yang menunjukkan sedikitnya saat tersebut.” (HR. Al-Bukhari no. 1415 dan Muslim no. 852)
Penjelasan ringkas :
Hari jumat merupakan hari agung yang Allah mengistimewakan umat Islam dibandingkan semua umat sebelumnya dengan menganugerahkan kepada mereka hari ini. Hari jumat ini merupakan hari terciptanya manusia pertama, hari dia dimasukkan ke dalam surga, hari dia dikeluarkan darinya, dan tidak akan tegak hari kiamat kecuali pada hari jumat. Dia merupakan hari raya pekanan kaum muslimin, shalat berjamaah pada hari tersebut (shalat jumat) -ditambah syarat lainnya- merupakan penghapus dosa selama sepekan ke depan bahkan Allah menambahkan padanya 3 hari sebagai rahmat dan keutamaan-Nya kepada para hamba. Di akhir hari tersebut ada waktu mustajabah dimana Allah menjamin akan mengabulkan doa orang yang berdoa saat itu. Dan para ulama menyatakan bahwa waktu tersebut adalah antara shalat ashar dan maghrib di akhir hari jumat.
Sebagai tambahan, penghapusan dosa yang tersebut dalam hadits Abu Hurairah yang kedua dan yang ketiga, dipersyaratkan: Dia harus berwudhu dengan wudhu yang sempurna, mendengarkan khutbah dengan seksama dengan tidak berbicara apapun ketika imam berkhutbah, tidak mengerjakan satupun amalan sia-sia seperti mempermainkan kerikil dan semacamnya, lalu ikut mengerjakan shalat jumat. Wallahu a’lam
Sumber : http://al-atsariyyah.com/keutamaan-hari-jumat.html
ADAB-ADAB PADA HARI JUM'AT
Hari Jumat adalah hari yang mulia, dan kaum muslimin di seluruh penjuru dunia memuliakannya. Keutamaan yang besar tersebut menuntut umat Islam untuk mempelajari petunjuk Rasulullah dan sahabatnya, bagaimana seharusnya msenyambut hari tersebut agar amal kita tidak sia-sia dan mendapatkan pahala dari Allah ta’ala. Berikut ini beberapa adab yang harus diperhatikan bagi setiap muslim yang ingin menghidupkan syariat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari Jumat.
1. Memperbanyak Sholawat Nabi
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya :
“Sesungguhnya hari yang paling utama bagi kalian adalah hari Jumat, maka perbanyaklah sholawat kepadaku di dalamnya, karena sholawat kalian akan ditunjukkan kepadaku, para sahabat berkata: ‘Bagaimana ditunjukkan kepadamu sedangkan engkau telah menjadi tanah?’ Nabi bersabda: ‘Sesungguhnya Allah mengharamkan bumi untuk memakan jasad para Nabi.” (Shohih. HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, An-Nasa’i)
2. Mandi Jumat
Mandi pada hari Jumat wajib hukumnya bagi setiap muslim yang balig berdasarkan hadits Abu Sa’id Al Khudri, di mana Rasulullah bersabda yang artinya :
“Mandi pada hari Jumat adalah wajib bagi setiap orang yang baligh.” (HR. Bukhori dan Muslim).
Mandi Jumat ini diwajibkan bagi setiap muslim pria yang telah baligh, tetapi tidak wajib bagi anak-anak, wanita, orang sakit dan musafir. Sedangkan waktunya adalah sebelum berangkat sholat Jumat. Adapun tata cara mandi Jumat ini seperti halnya mandi janabah biasa. Rasulullah bersabda yang artinya :
“Barang siapa mandi Jumat seperti mandi janabah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
3. Menggunakan Minyak Wangi
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya :
“Barang siapa mandi pada hari Jumat dan bersuci semampunya, lalu memakai minyak rambut atau minyak wangi kemudian berangkat ke masjid dan tidak memisahkan antara dua orang, lalu sholat sesuai yang ditentukan baginya dan ketika imam memulai khotbah, ia diam dan mendengarkannya maka akan diampuni dosanya mulai Jumat ini sampai Jumat berikutnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
4. Bersegera Untuk Berangkat ke Masjid
Anas bin Malik berkata :
“Kami berpagi-pagi menuju sholat Jumat dan tidur siang setelah sholat Jumat.” (HR. Bukhari).
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata :
“Makna hadits ini yaitu para sahabat memulai sholat Jumat pada awal waktu sebelum mereka tidur siang, berbeda dengan kebiasaan mereka pada sholat zuhur ketika panas, sesungguhnya para sahabat tidur terlebih dahulu, kemudian sholat ketika matahari telah rendah panasnya.” (Lihat Fathul Bari II/388)
5. Sholat Sunnah Ketika Menunggu Imam atau Khatib
Abu Huroiroh radhiallahu ‘anhu menuturkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Barang siapa mandi kemudian datang untuk sholat Jumat, lalu ia sholat semampunya dan dia diam mendengarkan khotbah hingga selesai, kemudian sholat bersama imam maka akan diampuni dosanya mulai jum’at ini sampai jum’at berikutnya ditambah tiga hari.” (HR. Muslim)
6. Tidak Duduk dengan Memeluk Lutut Ketika Khatib Berkhotbah
“Sahl bin Mu’ad bin Anas mengatakan bahwa Rasulullah melarang Al-Habwah (duduk sambil memegang lutut) pada saat sholat Jumat ketika imam sedang berkhotbah.” (Hasan. HR. Abu Dawud, Tirmidzi)
7. Sholat Sunnah Setelah Sholat Jumat
Rasulullah bersabda yang artinya :
“Apabila kalian telah selesai mengerjakan sholat Jumat, maka sholatlah empat rakaat.” Amr menambahkan dalam riwayatnya dari jalan Ibnu Idris, bahwa Suhail berkata, “Apabila engkau tergesa-gesa karena sesuatu, maka sholatlah dua rakaat di masjid dan dua rakaat apabila engkau pulang.” (HR. Muslim, Tirmidzi)
8. Membaca Surat Al-Kahfi
Nabi bersabda yang artinya :
“Barang siapa yang membaca surat Al Kahfi pada hari Jumat maka Allah akan meneranginya di antara dua Jumat.” (HR. Imam Hakim dalam Mustadrok, dan beliau menshahihkannya)
Demikianlah sekelumit etika yang seharusnya diperhatikan bagi setiap muslim yang hendak menghidupkan ajaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika di hari Jumat. Semoga kita menjadi hamba-Nya yang senantiasa di atas sunnah Nabi-Nya dan selalu istiqomah di atas jalan-Nya.
Sumber : Disarikan dari Majalah AL-FURQON edisi 8 tahun II, ditulis oleh Ust. Abu Abdirrohman Bambang Wahono
DIANTARA KESALAHAN-KESALAHAN KETIKA SHOLAT JUM'AT
1. Mengulur-ulur Waktu Datang ke Masjid, Sehingga Khotib Telah Naik Mimbar
Di antara kaum muslimin ada yang berlambat-lambat ketika mendatangi shalat Jum’at sehingga khatib naik mimbar. Padahal dengan demikian itu mereka telah kehilangan banyak kebaikan serta pahala yang melimpah.
Di dalam ash-Shahiihain (Shahiih al-Bukhari dan Shahiih Muslim) disebutkan, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda :
“Barangsiapa mandi pada hari Jum’at seperti mandi junub kemudian dia berangkat ke masjid, maka seakan-akan dia berkurban dengan unta. Barangsiapa berangkat pada waktu kedua, maka seakan-akan dia berkurban dengan sapi. Barangsiapa berangkat pada waktu ketiga, maka seakan-akan dia berkurban dengan kambing yang bertanduk. Barangsiapa berangkat pada waktu keempat, maka seakan-akan dia berkurban dengan ayam. Dan barangsiapa berangkat pada waktu kelima, maka seakan-akan dia berkurban dengan telur. Jika imam (khatib) telah datang, maka Malaikat akan hadir untuk mendengarkan Khutbah”. [HR. Bukhari no. 881 dan Muslim no. 850].
Maksudnya, para Malaikat itu menutup lembaran catatan pahala bagi mereka yang terlambat sehingga tidak mendapatkan pahala yang lebih bagi orang-orang yang masuk masjid (di saat khatib sudah naik mimbar). Pengertian tersebut diperkuat oleh hadits berikut ini:
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan dinilai hasan oleh Syaikh al-Albani. Dari Abu Ghalib, dari Abu Umamah, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Pada hari Jum’at para Malaikat duduk di pintu-pintu masjid yang bersama mereka lembaran-lembaran catatan. Mereka mencatat orang-orang (yang datang untuk shalat), di mana jika imam (khatib) telah datang menuju ke mimbar, maka lembaran-lembaran catatan itu akan ditutup.”
Lalu kutanyakan, “Hai Abu Umamah, kalau begitu bukankah orang yang datang setelah naiknya khatib ke mimbar berarti tidak ada Jum’at baginya?” Dia menjawab, “Benar, tetapi bukan bagi orang yang telah dicatat di dalam lembaran-lembaran catatan.” [HR. Ahmad no. 21765 dan selainnya, dinilai hasan oleh al-Albani di dalam kitab Shahiih at-Targhiib no. 710].
2. Tidak Mau Menempati Shoff (barisan) Awal Meski Datang Lebih Awal & Shoff Depannya Masih Kosong
Diantara jama’ah ada yang datang ke masjid lebih awal dan mendapati barisan pertama masih kosong, tetapi dia malah memilih untuk menempati barisan kedua atau ketiga agar bisa bersandar ke tiang misalnya, atau memilih barisan belakang sehingga dia bisa bersandar ke dinding misalnya. Semuanya itu bertentangan dengan perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk segera menduduki barisan pertama yang didapatinya selama dia bisa sampai ke tempat tersebut, karena agungnya pahala yang ada padanya serta banyaknya keutamaan yang terkandung padanya. Dan seandainya dia tidak bisa sampai ke tempat itu kecuali dengan cara undian, maka hendaklah dia melakukan hal tersebut sehingga dia tidak kehilangan pahala yang melimpah itu.
Telah diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Seandainya orang-orang itu mengetahui apa yang terdapat pada seruan adzan dan shaff pertama kemudian mereka tidak mendapatkan jalan, kecuali harus melakukan undian, niscaya mereka akan melakukannya.” [HR. Bukhari no. 721 dan Muslim no. 437]
"Seandainya kalian atau mereka mengetahui apa yang terdapat di shaff terdepan, niscaya akan dilakukan undian.” [HR. Muslim no. 439].
3. Melangkahi Pundak-pundak Para Jama'ah yang Datang Lebih Awal. Serta Memisahkan Dua Orang yang Sedang Duduk Berdampingan Saat Sholat Jum'at
Diantara kaum muslimin ada yang datang terlambat ke masjid, sehingga dia menyela jama’ah yang datang lebih awal dan duduk dengan melangkahi pundak mereka sehingga dia sampai ke barisan pertama. Dan ini jelas salah. Mestinya dia harus menempati tempat yang terakhir kali ia dapatkan.
Telah diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani, dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya ada seseorang masuk masjid pada hari Jum’at sedang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tengah menyampaikan khotbah, lalu dia melangkahi orang-orang, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Duduklah, karena sesungguhnya engkau telah mengganggu (orang-orang) dan datang terlambat.” [HR. Ibnu Majah no. 1115 dan dinilai shahih oleh Syaikh al-Albani di dalam kitab Shahiih Ibni Majah].
Kemudian orang yang memisahkan di antara dua orang ini, yakni dengan melangkahi keduanya atau duduk di antara keduanya benar-benar telah kehilangan pahala yang besar, yaitu yang disebutkan di dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari, dari Salman al-Farisi Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidaklah seseorang mandi pada hari Jum’at dan bersuci semampunya, memakai minyak rambut atau memakai minyak wangi rumahnya kemudian keluar lalu dia tidak memisahkan antara dua orang dan kemudian mengerjakan shalat sunnah dan selanjutnya dia diam (tidak berbicara) jika khatib berkhutbah, melainkan akan diberikan ampunan kepadanya (atas kesalahan yang terjadi) antara Jum’atnya itu dengan Jum’at yang berikutnya”. [HR. Bukhari no. 883, 910]
4. Masuk ke Masjid Mendapati Mu'adzin Sedang Adzan, Orang Tersebut Menunggu Adzan Dengan Berdiri, setelah Adzan Selesai Baru Kemudian Sholat Tahiyyatul Masjid
Sebagian orang jika memasuki masjid sedang khathib sudah berada di atas mimbar dan muadzin masih mengumandangkan adzan maka dia akan tetap berdiri sambil menunggu adzan selesai. Dan ketika muadzin selesai mengumandangkan adzan dan khatib menyampaikan khutbah, baru dia mulai mengerjakan shalat Tahiyyatul Masjid. Ini merupakan tindakan yang salah. Mendengar adzan adalah sunnah, sementara mendengar khutbah adalah wajib, sehingga yang wajib harus diutamakan. Oleh karena itu, tidak diperbolehkan mengabaikan yang wajib untuk menunaikan yang sunnah. Dengan demikian, yang benar adalah memulai shalat Tahiyyatul Masjid langsung ketika sampai di masjid meskipun muadzin tengah mengumandangkan adzan agar dia bisa mendengar khutbah secara lengkap.
5. Berbicara Saat Khothib Sedang Berkhothbah, Meskipun Berbicara "Sssttt... diam" (Mengingatkan Orang Lain yang Bicara)
Diantara jama’ah ada juga yang berbincang dengan orang secara perlahan di sekitarnya saat khutbah tengah berlangsung. Dan ini jelas salah, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan untuk diam guna mendengarkan khutbah Jum’ah dengan seksama.
Di dalam kitab ash-Shahiihain telah disebutkan dari Abu Hurairah, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Jika engkau mengatakan kepada temanmu, ‘Diam,’ pada hari Jum’at dan imam sedang berkhutbah, berarti engkau telah berbuat sia-sia.” [HR. Bukhari no. 934 dan Muslim no. 851].
6. Tidur Saat Khotib Berkhothbah Jum'at
Sebagian orang tertidur sementara khatib sudah berada di atas mimbar. Dan ini jelas salah dan dia harus dibangunkan untuk mendengarkan nasihat. Ibnu Sirin mengatakan :
“Mereka memakruhkan tidur ketika khatib khutbah. Dan mereka berkata tegas mengenai hal tersebut.” [Tafsiir al-Qurthubi XVIII/117 dan al-Qaulul Mubiin no. 346]
Dan disunnahkan bagi orang yang dihinggapi rasa kantuk untuk pindah dari tempatnya ke tempat lain di masjid. Mengenai hal tersebut telah diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ibnu Hibban dengan sanad shahih dari ‘Abdullah bin ‘Umar, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Jika salah seorang di antara kalian mengantuk di tempat duduknya pada hari Jum’at, maka hendaklah dia pindah (bergeser) dari tempat itu ke tempat lainnya.” [HR. Ahmad II/135, Abu Dawud no. 119, at-Tirmidzi no. 526, Ibnu Hibban no. 2792].
7. Duduk Tidak Menghadap Khotib & Duduk Bersandar ke Dinding/Tiang Masjid
Ada sebagian orang yang dalam mendengarkan khutbah Jum’at lebih senang bersandar ke dinding atau tiang dan tidak menghadap ke arah khatib, bahkan mereka membelakanginya. Dan ini jelas bertentangan dengan petunjuk para Sahabat Nabi di dalam khutbah Jum’at dan juga bertolak belakang dengan etika mendengar khutbah.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullahu mengatakan :
“Jika berkhutbah Jum’at, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri, sementara Sahabat-Sahabat beliau menghadapkan wajah mereka ke arah beliau.” [Dalam Kitab Zaadul Ma’aad I/430]
Dari Muthi’ al-Ghazal dari ayahnya dari kakeknya, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam jika sudah menaiki mimbar, maka kami pun menghadapkan wajah kami ke arah beliau.” [Hasan bisyawaahidi (dengan beberapa penguatnya): Diriwayat-kan oleh al-Bukhari dalam kitab at-Taariikh al-Kabiir IV/II/ 47. Dinilai hasan oleh al-Albani dengan beberapa syahidnya dalam kitabnya, Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah no. 2080]
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Jika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam sudah berdiri tegak di atas mimbar, maka kami langsung menghadapkan wajah kami ke arah beliau.” [Hasan. Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi no. 509 dan dinilai shahih oleh al-Albani di dalam kitab Shahiih at-Tirmidzi]
8. Bermain-main Sesuatu yang Tidak Bermanfaat (Semisal: Bermain Pasir, Sajadah, Tasbih, Jari, Kunci, dll)
Sebagian orang ada yang melakukan hal yang sia-sia baik dengan kunci-kunci atau biji tasbih yang ada di tangannya saat mendengar khutbah Jum’at. Ini jelas bertentangan dengan ketenangan dan perhatian terhadap peringatan dan nasihat yang disampaikan kepadanya.
Bahkan hal tersebut masuk ke dalam kelengahan yang dilarang untuk dilakukan. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Muslim di dalam kitab Shahiihnya dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Barangsiapa yang memegang batu kerikil berarti dia telah berbuat sia-sia.” [HR. Muslim no. 857. Dan lihat kitab as-Subhah, Taariikhuhaa wa Hukmuhaa, Dr. Bakr bin ‘Abdillah Abu Zaid hafizhahullah. (Telah kami terbitkan dengan judul: Adakah Biji Tasbih pada Zaman Rasulullah j -pent.)].
Dan terkadang ada juga salah seorang dari mereka yang mengeluarkan kayu siwak dan bersiwak saat khutbah tengah berlangsung. Ini juga termasuk dalam kategori lengah (berbuat sia-sia).
9. Tidak Memisahkan Anatara Sholat Jum'at dan Sholat Sunnahnya (sholat sunnah setelah sholat jum'at) Dengan Pindah Tempat atau Pembicaraan
Di antara kaum muslimin ada yang mengerjakan shalat Jum’at, kemudian berdiri dan langsung mengerjakan shalat sunnah Ba’diyah. Dan ini jelas salah.
Yang benar adalah pindah ke tempat lain untuk kemudian mengerjakan shalat sunnah atau minimal berbicara meski hanya dengan sedikit dzikir atau tasbih atau yang semisalnya untuk menyempurnakan pemisahan antara shalat Jum’at dengan shalat sunnahnya.
Yang menjadi dalil bagi hal tersebut adalah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab Shahiihnya dari ‘Umar bin ‘Atha’ bin Abil Khuwar:
“Bahwa Nafi’ bin Jubair pernah mengutusnya menemui as-Saib, anak dari saudara perempuan Namr untuk menanyakan kepadanya tentang sesuatu yang dilihatnya dari Mu’awiyah dalam shalat, maka dia menjawab, ‘Ya, aku pernah mengerjakan shalat Jum’at bersamanya di dalam maqshurah (Maqshurah adalah sebuah ruangan yang dibangun di dalam masjid). Setelah imam mengucapkan salam, aku langsung berdiri di tempatku semula untuk kemudian mengerjakan shalat, sehingga ketika dia masuk, dia mengutus seseorang kepadaku seraya berkata, ‘Janganlah engkau mengulangi perbuatan itu lagi. Jika engkau telah mengerjakan shalat Jum’at, maka janganlah engkau menyambungnya dengan suatu shalat sehingga engkau berbicara atau keluar (dari tempatmu), karena sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan hal tersebut kepada kita, yaitu tidak menyambung shalat sehingga kita berbicara atau keluar.’” [HR. Muslim no. 883 dan Abu Dawud no. 1129].
10. Langsung Duduk & Tidak Sholat Tahiyyatul Masjid Saat Mendapati Khotib Sudah Berkhothbah
Diantara kaum muslimin ada yang selalu me-ngerjakan shalat Tahiyyatul Masjid, karena dia mengetahui bahwa shalat tersebut adalah sunnah muakadah (yang ditekankan).
Yang demikian itu didasarkan pada sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Jika salah seorang di antara kalian masuk masjid, maka janganlah duduk sehingga mengerjakan shalat dua rakaat.” [HR. Bukhari no. 1167 dan Muslim no. 714].
Selengkapnya dapat dibaca di : http://artikelassunnah.blogspot.com/2012/03/kesalahan-kesalahan-dalam-shalat-jumat.html
11. Khotib Memanjangkan Khothbah & Memendekkan/Mempercepat Sholat Jum'at
Sebagian khatib ada yang memanjangkan khutbahnya sampai terasa membosankan sehingga bagian terakhir lupa pada bagian awalnya. Dan dengan demikian, akhirnya dia memendekkan shalat. Padahal jika melakukan sebaliknya, maka hal itu telah sesuai dengan Sunnah Nabi.
“Dari Washil bin Hayyan, dia berkata, Abu Wa’il berkata, ‘Ammar pernah memberi khutbah kepada kami dengan singkat dan padat isinya. Dan ketika turun, kami katakan kepadanya, ‘Wahai Abu Yaqzhan, sesungguhnya engkau telah menyampaikan dan menyingkat khutbah, kalau saja engkau memanjangkannya.’” Maka dia menjawab, sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Sesungguhnya panjangnya shalat seseorang dan pendek khutbahnya menjadi ciri pemahaman yang baik dalam agama. Oleh karena itu, perpanjanglah shalat dan perpendeklah khutbah, dan sesungguhnya di antara bagian dari penjelasan itu mengandung daya tarik.” [HR. Muslim no. 869]
‘Ammar bin Yasir pernah memberi khutbah kepada kami, lalu dia menyampaikannya secara singkat, maka ada seseorang dari kaum Quraisy yang berkata kepadanya, “Sesungguhnya engkau telah menyampaikan ungkapan yang singkat lagi padat, kalau saja engkau memanjangkannya". Lalu dia berkata, “Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang kami untuk memanjangkan khutbah.” [HR. Ahmad no. 18410]
An-Nawawi rahimahullahu mengatakan, “Yang dimaksud dengan hadits di atas adalah bahwa shalat yang lebih dipanjangkan daripada khutbah, bukan panjang yang dapat menyusahkan para makmum.” [Syarh Muslim Kitab al-Jumu’ah, bab Takhfiifish Shalaah wal Khutbah]
Sumber : http://almanhaj.or.id/content/2195/slash/0
12. Khotib Mengangkat Kedua Telapak Tangan Saat Berdo'a di Mimbar Jum'at. Makmum juga Mengangkat Kedua Telapak Tangan Saat Khotib Berdoa & Mengucapkan "aamiin.." Dengan Keras
Berdoa sambil mengangkat tangan merupakan sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Akan tetapi, diriwayatkan bahwa khatib apabila berdoa di mimbar hendaklah menggunakan jari telunjuknya dan bukannya mengangkat tangan. Malah salah seorang sahabat ('Umranaarah ibn Ru'aibah) telah mengutuk seorang khatib (Bishr ibn Marwan) yang berdo'a sambil mengangkat tangan dengan berkata:
قَبَّحَ اللَّهُ هَاتَيْنِ الْيَدَيْنِ لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا يَزِيدُ عَلَى أَنْ يَقُولَ بِيَدِهِ هَكَذَا وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ الْمُسَبِّحَةِ
"Semooga Allah memburukkan kedua-dua tangannya. Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melainkan tidak lebih dari ini dengan tangannya: dan di mengisyaratkan jari telunjuknya" (HR. Muslim, no. 874 dan Abu Daud, no. 1104)
Berkata Imam al-Nawawi rahimahullah didalam mensyarah hadith ini:
"Ini menunjukkan adalah sunnah tidak mengangkat tangan ketika khutbah. Ini pandangan Malik dan sahabatnya dan lain-lain. Didalam kitab Tuhfat al-Ahwadhi menyebut bahawa hadith ini menunjukkan bahawa makruh mengangkat tangan, dan begitulah kepada jemaah yang berimamkan dia".
Berkata Syiekh Abdul Aziz bin Baaz rahimahullah:
"Mengangkat tangan tidak disyara'kan semasa khutbah Jumaat atau khutbah 'Ied, sama saja Imam atau makmum jema'ah tersebut. Malah apa yang disuruh adalah mendengar khutbah dengan baik dan mengatakan 'aamiin' semasa Imam berdo'a, tanpa meninggikan suara (cukup untuk diri sendiri mendengar 'aamiin')." (Majmu' Fataawa wa Maqaalaat Mutanawwi'ah Li Samaahah al-Syeikh Ibn Baaz, 12/339)
Kesimpulannya pandangan yang benar adalah, seseorang itu dibolehkan mengaminkan do'a tanpa meninggikan suara,cukup untuk didengarkan oleh diri sendiri, dan tidak mengangkat kedua-dua tangan.
Baca selengkapnya masalah mengangkat tangan saat berdo'a di : http://almanhaj.or.id/content/93/slash/0
===================iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii=========================
ARTIKEL TERKAIT
1. "Kesalahan-Kesalahan Pada Hari Jum’at"
klik di : http://al-atsariyyah.com/kesalahan-kesalahan-pada-hari-jumat.html
2. "Mengangkat Tangan Saat Do’a Khutbah Jum’at"
klik di : http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/mengangkat-tangan-saat-do’a-khutbah-jum’at.html
3. "Hukum Makmum Berbicara Ketika Khotib Berkhutbah Jum’at"
klik di : http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/hukum-berbicara-ketika-khutbah-jum’at.html
http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/diamlah-ketika-khutbah-jumat.html
4. "Bentuk Mimbar Sholat Jum'at yang Sesui Tuntunan Nabi"
klik di : http://www.salafy.or.id/2005/10/16/koreksi-sholat-kita-bentuk-mimbar-yang-sunnah/
5. "Tuntunan Seputar Mandi Jum’at"
klik di : http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/seputar-mandi-jumat.html
6. "Jumlah Minimal Orang Dalam Menegakkan Shalat Jum'at, dan Kapan Dianggap Mendapatkan Shalat Jum'at"
klik di : http://almanhaj.or.id/content/2617/slash/0
7. "Tata Cara Khutbah Jum’at Sesuai Sunnah"
klik di : http://ustadzmuslim.com/tata-cara-khutbah-jumat/
8. "Adzan Sholat Jum'at Satu Kali atau Dua kali..???"
klik di : http://maramissetiawan.wordpress.com/2010/04/02/adzan-jumat-dua-kali/
9. "Meraih Ampunan di Hari Jum’at"
klik di : http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/seputar-mandi-jumat.html
10. "Apabila Hari Raya Bertepatan dengan Hari Jum’at"
klik di : http://al-atsariyyah.com/1358.html
11. "Sunnah Memotong Kuku & Kumis di Hari Jum'at"
klik di : http://kaahil.wordpress.com/2011/01/12/hukum-mengguntingmemotong-kuku-di-hari-jumat-apakah-bekas-potongan-kuku-itu-dibuang-begitu-saja-atau-dipendamdikubur/
12. "Hukum Tidur Waktu Khotbah Jum'at"
klik di : http://salafusholih.blogspot.com/2012/01/hukum-tidur-waktu-khutbah-jumat.html
13. "Angkat Telapak Tangan Saat Berdo'a Ketika Sholat Jum'at & 'Ied"
klik di : http://ustadzaris.com/kapan-angkat-tangan-dalam-doa-bidah
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Barangsiapa yang mandi kemudian mendatangi sholat Jum’at lalu dia mengerjakan sholat sebanyak yang bisa dilakukannya kemudian dia diam -mendengarkan khutbah- sampai khotib menyelesaikan khutbahnya lalu dia menjalankan sholat bersamanya niscaya akan diampuni dosanya antara Jum’at itu dengan Jum’at yang lain ditambah tiga hari.”’ (HR. Muslim, lihat Syarh Muslim [4: 169])
KEUTAMAAN HARI JUM'AT
1. Abu Hurairah radhiallahu 'anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
خَيْرُ يَوْمٍ طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ يَوْمُ الْجُمُعَةِ فِيهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيهِ أُدْخِلَ الْجَنَّةَ وَفِيهِ أُخْرِجَ مِنْهَا
“Sebaik-baik hari adalah hari Jum’at, karena pada hari itulah Adam diciptakan, pada hari itu pula dia dimasukkan ke dalam surga, dan pada hari itu pula dia dikeluarkan darinya.” (HR. Muslim no. 854)
2. Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ وَزِيَادَةُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ وَمَنْ مَسَّ الْحَصَى فَقَدْ لَغَا
“Barangsiapa yang berwudhu lalu dia menyempurnakan wudhunya, kemudian dia mendatangi shalat jumat, lalu dia mendengarkan (khutbah) dan tidak berbicara, maka akan diampuni (dosa-dosa yang dilakukannya) antara hari itu sampai hari jumat depannya, ditambah tiga hari. Dan barangsiapa yang memegang-megang batu kerikil, maka dia telah berbuat kesia-siaan.” (HR. Muslim no. 857)
3. Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ
“Antara shalat lima waktu, antara shalat jumat satu ke shalat jumat berikutnya, dan antara puasa ramadhan ke puasa ramadhan berikutnya adalah penghapus untuk dosa di antara keduanya, apabila dia menjauhi dosa-dosa besar.” (HR. Muslim no. 857)
4. Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membicarakan perihal hari jumat. Beliau bersabda:
فِيهِ سَاعَةٌ لَا يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي يَسْأَلُ اللَّهَ تَعَالَى شَيْئًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ وَأَشَارَ بِيَدِهِ يُقَلِّلُهَا
“Di dalamnya ada satu waktu dimana tidaklah seorang hamba muslim mengerjakan shalat lalu dia berdoa tepat pada saat tersebut, melainkan Allah akan mengabulkan doanya tersebut.” Kemudian beliau memberi isyarat dengan tangannya yang menunjukkan sedikitnya saat tersebut.” (HR. Al-Bukhari no. 1415 dan Muslim no. 852)
Penjelasan ringkas :
Hari jumat merupakan hari agung yang Allah mengistimewakan umat Islam dibandingkan semua umat sebelumnya dengan menganugerahkan kepada mereka hari ini. Hari jumat ini merupakan hari terciptanya manusia pertama, hari dia dimasukkan ke dalam surga, hari dia dikeluarkan darinya, dan tidak akan tegak hari kiamat kecuali pada hari jumat. Dia merupakan hari raya pekanan kaum muslimin, shalat berjamaah pada hari tersebut (shalat jumat) -ditambah syarat lainnya- merupakan penghapus dosa selama sepekan ke depan bahkan Allah menambahkan padanya 3 hari sebagai rahmat dan keutamaan-Nya kepada para hamba. Di akhir hari tersebut ada waktu mustajabah dimana Allah menjamin akan mengabulkan doa orang yang berdoa saat itu. Dan para ulama menyatakan bahwa waktu tersebut adalah antara shalat ashar dan maghrib di akhir hari jumat.
Sebagai tambahan, penghapusan dosa yang tersebut dalam hadits Abu Hurairah yang kedua dan yang ketiga, dipersyaratkan: Dia harus berwudhu dengan wudhu yang sempurna, mendengarkan khutbah dengan seksama dengan tidak berbicara apapun ketika imam berkhutbah, tidak mengerjakan satupun amalan sia-sia seperti mempermainkan kerikil dan semacamnya, lalu ikut mengerjakan shalat jumat. Wallahu a’lam
Sumber : http://al-atsariyyah.com/keutamaan-hari-jumat.html
ADAB-ADAB PADA HARI JUM'AT
Hari Jumat adalah hari yang mulia, dan kaum muslimin di seluruh penjuru dunia memuliakannya. Keutamaan yang besar tersebut menuntut umat Islam untuk mempelajari petunjuk Rasulullah dan sahabatnya, bagaimana seharusnya msenyambut hari tersebut agar amal kita tidak sia-sia dan mendapatkan pahala dari Allah ta’ala. Berikut ini beberapa adab yang harus diperhatikan bagi setiap muslim yang ingin menghidupkan syariat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari Jumat.
1. Memperbanyak Sholawat Nabi
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya :
“Sesungguhnya hari yang paling utama bagi kalian adalah hari Jumat, maka perbanyaklah sholawat kepadaku di dalamnya, karena sholawat kalian akan ditunjukkan kepadaku, para sahabat berkata: ‘Bagaimana ditunjukkan kepadamu sedangkan engkau telah menjadi tanah?’ Nabi bersabda: ‘Sesungguhnya Allah mengharamkan bumi untuk memakan jasad para Nabi.” (Shohih. HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, An-Nasa’i)
2. Mandi Jumat
Mandi pada hari Jumat wajib hukumnya bagi setiap muslim yang balig berdasarkan hadits Abu Sa’id Al Khudri, di mana Rasulullah bersabda yang artinya :
“Mandi pada hari Jumat adalah wajib bagi setiap orang yang baligh.” (HR. Bukhori dan Muslim).
Mandi Jumat ini diwajibkan bagi setiap muslim pria yang telah baligh, tetapi tidak wajib bagi anak-anak, wanita, orang sakit dan musafir. Sedangkan waktunya adalah sebelum berangkat sholat Jumat. Adapun tata cara mandi Jumat ini seperti halnya mandi janabah biasa. Rasulullah bersabda yang artinya :
“Barang siapa mandi Jumat seperti mandi janabah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
3. Menggunakan Minyak Wangi
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya :
“Barang siapa mandi pada hari Jumat dan bersuci semampunya, lalu memakai minyak rambut atau minyak wangi kemudian berangkat ke masjid dan tidak memisahkan antara dua orang, lalu sholat sesuai yang ditentukan baginya dan ketika imam memulai khotbah, ia diam dan mendengarkannya maka akan diampuni dosanya mulai Jumat ini sampai Jumat berikutnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
4. Bersegera Untuk Berangkat ke Masjid
Anas bin Malik berkata :
“Kami berpagi-pagi menuju sholat Jumat dan tidur siang setelah sholat Jumat.” (HR. Bukhari).
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata :
“Makna hadits ini yaitu para sahabat memulai sholat Jumat pada awal waktu sebelum mereka tidur siang, berbeda dengan kebiasaan mereka pada sholat zuhur ketika panas, sesungguhnya para sahabat tidur terlebih dahulu, kemudian sholat ketika matahari telah rendah panasnya.” (Lihat Fathul Bari II/388)
5. Sholat Sunnah Ketika Menunggu Imam atau Khatib
Abu Huroiroh radhiallahu ‘anhu menuturkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Barang siapa mandi kemudian datang untuk sholat Jumat, lalu ia sholat semampunya dan dia diam mendengarkan khotbah hingga selesai, kemudian sholat bersama imam maka akan diampuni dosanya mulai jum’at ini sampai jum’at berikutnya ditambah tiga hari.” (HR. Muslim)
6. Tidak Duduk dengan Memeluk Lutut Ketika Khatib Berkhotbah
“Sahl bin Mu’ad bin Anas mengatakan bahwa Rasulullah melarang Al-Habwah (duduk sambil memegang lutut) pada saat sholat Jumat ketika imam sedang berkhotbah.” (Hasan. HR. Abu Dawud, Tirmidzi)
7. Sholat Sunnah Setelah Sholat Jumat
Rasulullah bersabda yang artinya :
“Apabila kalian telah selesai mengerjakan sholat Jumat, maka sholatlah empat rakaat.” Amr menambahkan dalam riwayatnya dari jalan Ibnu Idris, bahwa Suhail berkata, “Apabila engkau tergesa-gesa karena sesuatu, maka sholatlah dua rakaat di masjid dan dua rakaat apabila engkau pulang.” (HR. Muslim, Tirmidzi)
8. Membaca Surat Al-Kahfi
Nabi bersabda yang artinya :
“Barang siapa yang membaca surat Al Kahfi pada hari Jumat maka Allah akan meneranginya di antara dua Jumat.” (HR. Imam Hakim dalam Mustadrok, dan beliau menshahihkannya)
Demikianlah sekelumit etika yang seharusnya diperhatikan bagi setiap muslim yang hendak menghidupkan ajaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika di hari Jumat. Semoga kita menjadi hamba-Nya yang senantiasa di atas sunnah Nabi-Nya dan selalu istiqomah di atas jalan-Nya.
Sumber : Disarikan dari Majalah AL-FURQON edisi 8 tahun II, ditulis oleh Ust. Abu Abdirrohman Bambang Wahono
DIANTARA KESALAHAN-KESALAHAN KETIKA SHOLAT JUM'AT
1. Mengulur-ulur Waktu Datang ke Masjid, Sehingga Khotib Telah Naik Mimbar
Di antara kaum muslimin ada yang berlambat-lambat ketika mendatangi shalat Jum’at sehingga khatib naik mimbar. Padahal dengan demikian itu mereka telah kehilangan banyak kebaikan serta pahala yang melimpah.
Di dalam ash-Shahiihain (Shahiih al-Bukhari dan Shahiih Muslim) disebutkan, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda :
“Barangsiapa mandi pada hari Jum’at seperti mandi junub kemudian dia berangkat ke masjid, maka seakan-akan dia berkurban dengan unta. Barangsiapa berangkat pada waktu kedua, maka seakan-akan dia berkurban dengan sapi. Barangsiapa berangkat pada waktu ketiga, maka seakan-akan dia berkurban dengan kambing yang bertanduk. Barangsiapa berangkat pada waktu keempat, maka seakan-akan dia berkurban dengan ayam. Dan barangsiapa berangkat pada waktu kelima, maka seakan-akan dia berkurban dengan telur. Jika imam (khatib) telah datang, maka Malaikat akan hadir untuk mendengarkan Khutbah”. [HR. Bukhari no. 881 dan Muslim no. 850].
Maksudnya, para Malaikat itu menutup lembaran catatan pahala bagi mereka yang terlambat sehingga tidak mendapatkan pahala yang lebih bagi orang-orang yang masuk masjid (di saat khatib sudah naik mimbar). Pengertian tersebut diperkuat oleh hadits berikut ini:
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan dinilai hasan oleh Syaikh al-Albani. Dari Abu Ghalib, dari Abu Umamah, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Pada hari Jum’at para Malaikat duduk di pintu-pintu masjid yang bersama mereka lembaran-lembaran catatan. Mereka mencatat orang-orang (yang datang untuk shalat), di mana jika imam (khatib) telah datang menuju ke mimbar, maka lembaran-lembaran catatan itu akan ditutup.”
Lalu kutanyakan, “Hai Abu Umamah, kalau begitu bukankah orang yang datang setelah naiknya khatib ke mimbar berarti tidak ada Jum’at baginya?” Dia menjawab, “Benar, tetapi bukan bagi orang yang telah dicatat di dalam lembaran-lembaran catatan.” [HR. Ahmad no. 21765 dan selainnya, dinilai hasan oleh al-Albani di dalam kitab Shahiih at-Targhiib no. 710].
2. Tidak Mau Menempati Shoff (barisan) Awal Meski Datang Lebih Awal & Shoff Depannya Masih Kosong
Diantara jama’ah ada yang datang ke masjid lebih awal dan mendapati barisan pertama masih kosong, tetapi dia malah memilih untuk menempati barisan kedua atau ketiga agar bisa bersandar ke tiang misalnya, atau memilih barisan belakang sehingga dia bisa bersandar ke dinding misalnya. Semuanya itu bertentangan dengan perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk segera menduduki barisan pertama yang didapatinya selama dia bisa sampai ke tempat tersebut, karena agungnya pahala yang ada padanya serta banyaknya keutamaan yang terkandung padanya. Dan seandainya dia tidak bisa sampai ke tempat itu kecuali dengan cara undian, maka hendaklah dia melakukan hal tersebut sehingga dia tidak kehilangan pahala yang melimpah itu.
Telah diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Seandainya orang-orang itu mengetahui apa yang terdapat pada seruan adzan dan shaff pertama kemudian mereka tidak mendapatkan jalan, kecuali harus melakukan undian, niscaya mereka akan melakukannya.” [HR. Bukhari no. 721 dan Muslim no. 437]
"Seandainya kalian atau mereka mengetahui apa yang terdapat di shaff terdepan, niscaya akan dilakukan undian.” [HR. Muslim no. 439].
3. Melangkahi Pundak-pundak Para Jama'ah yang Datang Lebih Awal. Serta Memisahkan Dua Orang yang Sedang Duduk Berdampingan Saat Sholat Jum'at
Diantara kaum muslimin ada yang datang terlambat ke masjid, sehingga dia menyela jama’ah yang datang lebih awal dan duduk dengan melangkahi pundak mereka sehingga dia sampai ke barisan pertama. Dan ini jelas salah. Mestinya dia harus menempati tempat yang terakhir kali ia dapatkan.
Telah diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani, dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya ada seseorang masuk masjid pada hari Jum’at sedang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tengah menyampaikan khotbah, lalu dia melangkahi orang-orang, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Duduklah, karena sesungguhnya engkau telah mengganggu (orang-orang) dan datang terlambat.” [HR. Ibnu Majah no. 1115 dan dinilai shahih oleh Syaikh al-Albani di dalam kitab Shahiih Ibni Majah].
Kemudian orang yang memisahkan di antara dua orang ini, yakni dengan melangkahi keduanya atau duduk di antara keduanya benar-benar telah kehilangan pahala yang besar, yaitu yang disebutkan di dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari, dari Salman al-Farisi Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidaklah seseorang mandi pada hari Jum’at dan bersuci semampunya, memakai minyak rambut atau memakai minyak wangi rumahnya kemudian keluar lalu dia tidak memisahkan antara dua orang dan kemudian mengerjakan shalat sunnah dan selanjutnya dia diam (tidak berbicara) jika khatib berkhutbah, melainkan akan diberikan ampunan kepadanya (atas kesalahan yang terjadi) antara Jum’atnya itu dengan Jum’at yang berikutnya”. [HR. Bukhari no. 883, 910]
4. Masuk ke Masjid Mendapati Mu'adzin Sedang Adzan, Orang Tersebut Menunggu Adzan Dengan Berdiri, setelah Adzan Selesai Baru Kemudian Sholat Tahiyyatul Masjid
Sebagian orang jika memasuki masjid sedang khathib sudah berada di atas mimbar dan muadzin masih mengumandangkan adzan maka dia akan tetap berdiri sambil menunggu adzan selesai. Dan ketika muadzin selesai mengumandangkan adzan dan khatib menyampaikan khutbah, baru dia mulai mengerjakan shalat Tahiyyatul Masjid. Ini merupakan tindakan yang salah. Mendengar adzan adalah sunnah, sementara mendengar khutbah adalah wajib, sehingga yang wajib harus diutamakan. Oleh karena itu, tidak diperbolehkan mengabaikan yang wajib untuk menunaikan yang sunnah. Dengan demikian, yang benar adalah memulai shalat Tahiyyatul Masjid langsung ketika sampai di masjid meskipun muadzin tengah mengumandangkan adzan agar dia bisa mendengar khutbah secara lengkap.
5. Berbicara Saat Khothib Sedang Berkhothbah, Meskipun Berbicara "Sssttt... diam" (Mengingatkan Orang Lain yang Bicara)
Diantara jama’ah ada juga yang berbincang dengan orang secara perlahan di sekitarnya saat khutbah tengah berlangsung. Dan ini jelas salah, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan untuk diam guna mendengarkan khutbah Jum’ah dengan seksama.
Di dalam kitab ash-Shahiihain telah disebutkan dari Abu Hurairah, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Jika engkau mengatakan kepada temanmu, ‘Diam,’ pada hari Jum’at dan imam sedang berkhutbah, berarti engkau telah berbuat sia-sia.” [HR. Bukhari no. 934 dan Muslim no. 851].
6. Tidur Saat Khotib Berkhothbah Jum'at
Sebagian orang tertidur sementara khatib sudah berada di atas mimbar. Dan ini jelas salah dan dia harus dibangunkan untuk mendengarkan nasihat. Ibnu Sirin mengatakan :
“Mereka memakruhkan tidur ketika khatib khutbah. Dan mereka berkata tegas mengenai hal tersebut.” [Tafsiir al-Qurthubi XVIII/117 dan al-Qaulul Mubiin no. 346]
Dan disunnahkan bagi orang yang dihinggapi rasa kantuk untuk pindah dari tempatnya ke tempat lain di masjid. Mengenai hal tersebut telah diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ibnu Hibban dengan sanad shahih dari ‘Abdullah bin ‘Umar, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Jika salah seorang di antara kalian mengantuk di tempat duduknya pada hari Jum’at, maka hendaklah dia pindah (bergeser) dari tempat itu ke tempat lainnya.” [HR. Ahmad II/135, Abu Dawud no. 119, at-Tirmidzi no. 526, Ibnu Hibban no. 2792].
7. Duduk Tidak Menghadap Khotib & Duduk Bersandar ke Dinding/Tiang Masjid
Ada sebagian orang yang dalam mendengarkan khutbah Jum’at lebih senang bersandar ke dinding atau tiang dan tidak menghadap ke arah khatib, bahkan mereka membelakanginya. Dan ini jelas bertentangan dengan petunjuk para Sahabat Nabi di dalam khutbah Jum’at dan juga bertolak belakang dengan etika mendengar khutbah.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullahu mengatakan :
“Jika berkhutbah Jum’at, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri, sementara Sahabat-Sahabat beliau menghadapkan wajah mereka ke arah beliau.” [Dalam Kitab Zaadul Ma’aad I/430]
Dari Muthi’ al-Ghazal dari ayahnya dari kakeknya, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam jika sudah menaiki mimbar, maka kami pun menghadapkan wajah kami ke arah beliau.” [Hasan bisyawaahidi (dengan beberapa penguatnya): Diriwayat-kan oleh al-Bukhari dalam kitab at-Taariikh al-Kabiir IV/II/ 47. Dinilai hasan oleh al-Albani dengan beberapa syahidnya dalam kitabnya, Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah no. 2080]
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Jika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam sudah berdiri tegak di atas mimbar, maka kami langsung menghadapkan wajah kami ke arah beliau.” [Hasan. Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi no. 509 dan dinilai shahih oleh al-Albani di dalam kitab Shahiih at-Tirmidzi]
8. Bermain-main Sesuatu yang Tidak Bermanfaat (Semisal: Bermain Pasir, Sajadah, Tasbih, Jari, Kunci, dll)
Sebagian orang ada yang melakukan hal yang sia-sia baik dengan kunci-kunci atau biji tasbih yang ada di tangannya saat mendengar khutbah Jum’at. Ini jelas bertentangan dengan ketenangan dan perhatian terhadap peringatan dan nasihat yang disampaikan kepadanya.
Bahkan hal tersebut masuk ke dalam kelengahan yang dilarang untuk dilakukan. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Muslim di dalam kitab Shahiihnya dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Barangsiapa yang memegang batu kerikil berarti dia telah berbuat sia-sia.” [HR. Muslim no. 857. Dan lihat kitab as-Subhah, Taariikhuhaa wa Hukmuhaa, Dr. Bakr bin ‘Abdillah Abu Zaid hafizhahullah. (Telah kami terbitkan dengan judul: Adakah Biji Tasbih pada Zaman Rasulullah j -pent.)].
Dan terkadang ada juga salah seorang dari mereka yang mengeluarkan kayu siwak dan bersiwak saat khutbah tengah berlangsung. Ini juga termasuk dalam kategori lengah (berbuat sia-sia).
9. Tidak Memisahkan Anatara Sholat Jum'at dan Sholat Sunnahnya (sholat sunnah setelah sholat jum'at) Dengan Pindah Tempat atau Pembicaraan
Di antara kaum muslimin ada yang mengerjakan shalat Jum’at, kemudian berdiri dan langsung mengerjakan shalat sunnah Ba’diyah. Dan ini jelas salah.
Yang benar adalah pindah ke tempat lain untuk kemudian mengerjakan shalat sunnah atau minimal berbicara meski hanya dengan sedikit dzikir atau tasbih atau yang semisalnya untuk menyempurnakan pemisahan antara shalat Jum’at dengan shalat sunnahnya.
Yang menjadi dalil bagi hal tersebut adalah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab Shahiihnya dari ‘Umar bin ‘Atha’ bin Abil Khuwar:
“Bahwa Nafi’ bin Jubair pernah mengutusnya menemui as-Saib, anak dari saudara perempuan Namr untuk menanyakan kepadanya tentang sesuatu yang dilihatnya dari Mu’awiyah dalam shalat, maka dia menjawab, ‘Ya, aku pernah mengerjakan shalat Jum’at bersamanya di dalam maqshurah (Maqshurah adalah sebuah ruangan yang dibangun di dalam masjid). Setelah imam mengucapkan salam, aku langsung berdiri di tempatku semula untuk kemudian mengerjakan shalat, sehingga ketika dia masuk, dia mengutus seseorang kepadaku seraya berkata, ‘Janganlah engkau mengulangi perbuatan itu lagi. Jika engkau telah mengerjakan shalat Jum’at, maka janganlah engkau menyambungnya dengan suatu shalat sehingga engkau berbicara atau keluar (dari tempatmu), karena sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan hal tersebut kepada kita, yaitu tidak menyambung shalat sehingga kita berbicara atau keluar.’” [HR. Muslim no. 883 dan Abu Dawud no. 1129].
10. Langsung Duduk & Tidak Sholat Tahiyyatul Masjid Saat Mendapati Khotib Sudah Berkhothbah
Diantara kaum muslimin ada yang selalu me-ngerjakan shalat Tahiyyatul Masjid, karena dia mengetahui bahwa shalat tersebut adalah sunnah muakadah (yang ditekankan).
Yang demikian itu didasarkan pada sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Jika salah seorang di antara kalian masuk masjid, maka janganlah duduk sehingga mengerjakan shalat dua rakaat.” [HR. Bukhari no. 1167 dan Muslim no. 714].
Selengkapnya dapat dibaca di : http://artikelassunnah.blogspot.com/2012/03/kesalahan-kesalahan-dalam-shalat-jumat.html
11. Khotib Memanjangkan Khothbah & Memendekkan/Mempercepat Sholat Jum'at
Sebagian khatib ada yang memanjangkan khutbahnya sampai terasa membosankan sehingga bagian terakhir lupa pada bagian awalnya. Dan dengan demikian, akhirnya dia memendekkan shalat. Padahal jika melakukan sebaliknya, maka hal itu telah sesuai dengan Sunnah Nabi.
“Dari Washil bin Hayyan, dia berkata, Abu Wa’il berkata, ‘Ammar pernah memberi khutbah kepada kami dengan singkat dan padat isinya. Dan ketika turun, kami katakan kepadanya, ‘Wahai Abu Yaqzhan, sesungguhnya engkau telah menyampaikan dan menyingkat khutbah, kalau saja engkau memanjangkannya.’” Maka dia menjawab, sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Sesungguhnya panjangnya shalat seseorang dan pendek khutbahnya menjadi ciri pemahaman yang baik dalam agama. Oleh karena itu, perpanjanglah shalat dan perpendeklah khutbah, dan sesungguhnya di antara bagian dari penjelasan itu mengandung daya tarik.” [HR. Muslim no. 869]
‘Ammar bin Yasir pernah memberi khutbah kepada kami, lalu dia menyampaikannya secara singkat, maka ada seseorang dari kaum Quraisy yang berkata kepadanya, “Sesungguhnya engkau telah menyampaikan ungkapan yang singkat lagi padat, kalau saja engkau memanjangkannya". Lalu dia berkata, “Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang kami untuk memanjangkan khutbah.” [HR. Ahmad no. 18410]
An-Nawawi rahimahullahu mengatakan, “Yang dimaksud dengan hadits di atas adalah bahwa shalat yang lebih dipanjangkan daripada khutbah, bukan panjang yang dapat menyusahkan para makmum.” [Syarh Muslim Kitab al-Jumu’ah, bab Takhfiifish Shalaah wal Khutbah]
Sumber : http://almanhaj.or.id/content/2195/slash/0
12. Khotib Mengangkat Kedua Telapak Tangan Saat Berdo'a di Mimbar Jum'at. Makmum juga Mengangkat Kedua Telapak Tangan Saat Khotib Berdoa & Mengucapkan "aamiin.." Dengan Keras
Berdoa sambil mengangkat tangan merupakan sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Akan tetapi, diriwayatkan bahwa khatib apabila berdoa di mimbar hendaklah menggunakan jari telunjuknya dan bukannya mengangkat tangan. Malah salah seorang sahabat ('Umranaarah ibn Ru'aibah) telah mengutuk seorang khatib (Bishr ibn Marwan) yang berdo'a sambil mengangkat tangan dengan berkata:
قَبَّحَ اللَّهُ هَاتَيْنِ الْيَدَيْنِ لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا يَزِيدُ عَلَى أَنْ يَقُولَ بِيَدِهِ هَكَذَا وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ الْمُسَبِّحَةِ
"Semooga Allah memburukkan kedua-dua tangannya. Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melainkan tidak lebih dari ini dengan tangannya: dan di mengisyaratkan jari telunjuknya" (HR. Muslim, no. 874 dan Abu Daud, no. 1104)
Berkata Imam al-Nawawi rahimahullah didalam mensyarah hadith ini:
"Ini menunjukkan adalah sunnah tidak mengangkat tangan ketika khutbah. Ini pandangan Malik dan sahabatnya dan lain-lain. Didalam kitab Tuhfat al-Ahwadhi menyebut bahawa hadith ini menunjukkan bahawa makruh mengangkat tangan, dan begitulah kepada jemaah yang berimamkan dia".
Berkata Syiekh Abdul Aziz bin Baaz rahimahullah:
"Mengangkat tangan tidak disyara'kan semasa khutbah Jumaat atau khutbah 'Ied, sama saja Imam atau makmum jema'ah tersebut. Malah apa yang disuruh adalah mendengar khutbah dengan baik dan mengatakan 'aamiin' semasa Imam berdo'a, tanpa meninggikan suara (cukup untuk diri sendiri mendengar 'aamiin')." (Majmu' Fataawa wa Maqaalaat Mutanawwi'ah Li Samaahah al-Syeikh Ibn Baaz, 12/339)
Kesimpulannya pandangan yang benar adalah, seseorang itu dibolehkan mengaminkan do'a tanpa meninggikan suara,cukup untuk didengarkan oleh diri sendiri, dan tidak mengangkat kedua-dua tangan.
Baca selengkapnya masalah mengangkat tangan saat berdo'a di : http://almanhaj.or.id/content/93/slash/0
===================iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii=========================
ARTIKEL TERKAIT
1. "Kesalahan-Kesalahan Pada Hari Jum’at"
klik di : http://al-atsariyyah.com/kesalahan-kesalahan-pada-hari-jumat.html
2. "Mengangkat Tangan Saat Do’a Khutbah Jum’at"
klik di : http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/mengangkat-tangan-saat-do’a-khutbah-jum’at.html
3. "Hukum Makmum Berbicara Ketika Khotib Berkhutbah Jum’at"
klik di : http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/hukum-berbicara-ketika-khutbah-jum’at.html
http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/diamlah-ketika-khutbah-jumat.html
4. "Bentuk Mimbar Sholat Jum'at yang Sesui Tuntunan Nabi"
klik di : http://www.salafy.or.id/2005/10/16/koreksi-sholat-kita-bentuk-mimbar-yang-sunnah/
5. "Tuntunan Seputar Mandi Jum’at"
klik di : http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/seputar-mandi-jumat.html
6. "Jumlah Minimal Orang Dalam Menegakkan Shalat Jum'at, dan Kapan Dianggap Mendapatkan Shalat Jum'at"
klik di : http://almanhaj.or.id/content/2617/slash/0
7. "Tata Cara Khutbah Jum’at Sesuai Sunnah"
klik di : http://ustadzmuslim.com/tata-cara-khutbah-jumat/
8. "Adzan Sholat Jum'at Satu Kali atau Dua kali..???"
klik di : http://maramissetiawan.wordpress.com/2010/04/02/adzan-jumat-dua-kali/
9. "Meraih Ampunan di Hari Jum’at"
klik di : http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/seputar-mandi-jumat.html
10. "Apabila Hari Raya Bertepatan dengan Hari Jum’at"
klik di : http://al-atsariyyah.com/1358.html
11. "Sunnah Memotong Kuku & Kumis di Hari Jum'at"
klik di : http://kaahil.wordpress.com/2011/01/12/hukum-mengguntingmemotong-kuku-di-hari-jumat-apakah-bekas-potongan-kuku-itu-dibuang-begitu-saja-atau-dipendamdikubur/
12. "Hukum Tidur Waktu Khotbah Jum'at"
klik di : http://salafusholih.blogspot.com/2012/01/hukum-tidur-waktu-khutbah-jumat.html
13. "Angkat Telapak Tangan Saat Berdo'a Ketika Sholat Jum'at & 'Ied"
klik di : http://ustadzaris.com/kapan-angkat-tangan-dalam-doa-bidah
0 komentar:
Posting Komentar