Selalu ada pergelutan antara al haq dengan al bathil. Dan Allah telah
mengirimkan sekelompok orang yang mempergunakan waktunya guna melindungi
dan membela Dien ini (yaitu Al Qur’an dan As Sunnah). Di lain pihak,
ada orang-orang yang mengaku dan merasa bahwa mereka adalah orang-orang
yang mengadakan perbaikan. Padahal Allah subhanahu wata'ala telah
berfirman
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لاَ تُفْسِدُواْ فِي الأَرْضِ قَالُواْ إِنَّمَا
نَحْنُ مُصْلِحُونَ . أَلا إِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُونَ وَلَـكِن لاَّ
يَشْعُرُونَ
“Dan ketika dikatakan pada mereka supaya jangan berbuat
kerusakan di muka bumi ini dengan perbuatannya, mereka berkata ‘tapi
kami adalah orang-orang yang mengadakan perbaikan’. Tapi sesungguhnya
mereka adalah pembuat kerusakan namun mereka tidak menyadarinya” (Al
Baqarah 11-12)
Mereka adalah orang-orang yang berbahaya, karena
mereka menganggap diri mereka sebagai orang-orang yang melakukan
perbaikan padahal kenyataannya mereka adalah perusak agama.
Pada abad ke 20, yang merupakan akhir dari kerajaan ‘Ustmani, banyak
bermunculan kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi yang
mengatasnamakan Islam, yang menyatakan bahwa masuk ke dalam dunia
politik atau mengambil cara-cara politik adalah merupakan jalan atau
cara terbaik guna menjaga martabat Islam dan umat Islam. Namun mereka
tidak menganggap bahwa problem utama dari turunnya martabat Islam adalah
kelemahan umat Islam. Kelompok-kelompok ini mendasari
pemikiran-pemikirannya dengan berdasarkan pada tekanan-tekanan dan
emosional, bukan dengan ilmu (agama), dan mereka tidak berusaha untuk
mencari ilmu itu. Tingkah laku mereka semrawut, sehingga dengannya
tercipta kekacauan.
Usaha dakwah kepada Tauhid, dakwah kepada
Al Qur’an dan As Sunnah tidaklah diambil dalam manhaj mereka, kecuali
bila situasi politik memperbaiki keadaan umat. Mereka berkata;
“simpanlah dulu usaha-usaha dakwah semacam itu di rak-rak kalian sampai situasi politik kita memperbaikinya”.
Padahal berjuta-juta orang menunggu pada dakwah al haq ini. Tapi mereka
hanyalah memprioritaskan dakwah mereka untuk kembali pada khilafah.
Sampai-sampai mereka menggantungkan semua hal dan tidak ada yang bisa
dilakukan sampai khilafah kembali. Sehingga ketika mereka menyikapi
orang-orang kuffar, mereka berkata “biarkan mereka masuk neraka”, kenapa
mereka berkata demikian? “Karena orang-orang kuffar itu telah merebut
tanah-tanah kaum muslimin”, menurut mereka. Padahal dakwahnya Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah demikian. Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam memprioritaskan dakwah kepada tauhid kepada umat
manusia, walaupun nantinya hanya satu orang yang mengikuti beliau.
Sebenarnya banyak dari musuh-musuh Islam yang menjadi pemimpin-pemimpin
kaum Muslimin (dikarenakan lemahnya pemahaman umat Islam akan dakwah al
haq) , ini seharusnya tidak boleh dilupakan oleh kita. Dan orang-orang
kuffar menyadari hal ini, sehingga mereka mendukung
misionaris-misionaris agama mereka yang membuka jalan atau kesempatan
untuk masuk ke dalam komunitas muslimin. Dan seharusnya kitalah, Umat
Islam, yang melakukan hal tersebut, yaitu mendakwahi orang-orang kuffar
itu sehingga mereka masuk Islam, yang dengan masuknya ke dalam Islam ini
dapat memasukkan dia ke dalam surga dan menyelamatlannya dari neraka.
Tapi para “politisi” kita, seperti Hizbut Tahrir dan yang lainnya,
tidaklah menganggap hal ini sebagai sesuatu yang harus dipertimbangkan.
Orang-orang (kelompok-kelompok) itu hanyalah berbicara tentang
konspirasi-konspirasi yang dilakukan barat, invasi kebudayaan, bagaimana
umat Islam diserang oleh kaum kuffar lewat buku-buku, sekolah-sekolah
dan lain-lain. Padahal sebenarnya sudah ada jenis invasi lain yang
mengambil tempat di tengah-tengah muslimin, yang sudah terjadi mulai
berabad-abad yang lampau sampai sekarang, yaitu Sufisme dan Ilmul Kalam.
Jenis invasi ini membajak agama yang didalamnya terdapat
kesesatan-kesesatan. Malah sekarang orang-orang mengajarkan
kesesatan-kesesatan ini di sekolah-sekolah Islam, bahkan ada yang
menjadi sarjana di bidang ini dan lain-lain. Maka invasi itu tidak hanya
invasi kebudayaan dari barat saja, tapi kita pun harus mengetahui jenis
invasi ini.
Hal lain yang harus kita perhatikan adalah mencari
sebab-sebab keruntuhan umat. Karena keruntuhan umat itu tidaklah
terjadi kecuali disebabkan oleh hal-hal tertentu yang menjadikan kenapa
hal ini terjadi. Tapi orang-orang ini berkata “Tidak ada yang salah
padamu, ini semua adalah tanggung jawab orang-orang kuffar sehingga
semua ini terjadi, karena mereka menolak hukum Allah”. Padahal jika
kita, umat Islam, pun tidak mematuhi hukum Allah, maka Allah pun
mempunyai hukum untuk menghukum kita.
Diantara
kelompok-kelompok yang memakai cara-cara politik itu adalah Hizbut
Tahrir. Mereka, orang-orang Hizbut Tahrir, ini mempunyai ciri-ciri yang
khas dalam setiap pembicaraannya, diantaranya yaitu selalu
mendengung-dengungkan masalah khilafah, Adzab Kubur dan Hadits Ahad
(maksudnya adalah mereka menolak adanya adzab kubur dan hadits ahad).
Itulah ciri-ciri khas dari Hizbut Tahrir. Mereka mengajarkan bahwa hal
tersebut adalah merupakan sesuatu yang harus prioritaskan. Mereka
berkata “jika kamu tidak berusaha untuk menegakkan khilafah, maka kamu
musyrik”, apakah mereka berkata demikian? Ya, karena kamu tidak berusaha
untuk menegakkan khilafah!!!. Lalu apakah kaum muslimin pada masa
kehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di Makkah dan
belum hijrah ke Madinah, mereka itu musyrik?
Perlu diperhatikan
sebelum kita masuk ke dalam permasalahan yang akan kita bicarakan ini.
Hendaknya diingat bahwa hal yang kita lakukan ini adalah dalam rangka
perbaikan diri, terutama pada diri-diri kita sendiri. Sebab kita memang
membutuhkan koreksi. Oleh karena itu, hanyalah orang-orang yang
memerlukan pada perbaikan diri akan mendengarkan (membaca) penjelasan
ini, sedangkan orang-orang yang fanatik tidak akan mendengarkan dan
menghiraukannya.
Ketika orang-orang sibuk melakukan bantahan
terhadap syubhat-syubhat Hizbut Tahrir, ada satu hal yang sering luput
untuk diperhatikan dan tidak diketahui oleh mereka. Yaitu tentang aqidah
yang dianut pendiri Hizbut Tahrir ini. Pendiri kelompok ini adalah
seorang yang beraqidah asy’ariyah maturidiyah, dan dia menyatakan bahwa
orang-orang asy’ariyah maturidiyah sebagai Ahlut Tauhid wa Ahlus Sunnah
wal Jama’ah. Ini adalah salah satu yang harus kita bongkar terlebih
dahulu dari kelompok ini, bukan hanya membahas permasalahan-permasalahan
mereka dalam mengingkari hadits ahad dan adzab kubur atau dakwahnya
kepada penegakkan khilafah saja. Mereka mempunyai hal yang lebih sesat
dari itu semua, seperti pemakaian ilmul kalam dalam membahas setiap
permasalahan agama. Padahal A’imah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, seperti
Imam Asy Syafi’i dan Imam Abu Hanifah telah membantah ilmul kalam itu.
Mereka mencap orang-orang yang mempelajari ilmul kalam itu sebagai
mubtadi’, yang harus dihukum cambuk dan dimasukkan ke penjara serta
ditahdzir.
Pendiri Hizbut Tahrir adalah Taqiyuddin An Nabhani.
Dia adalah merupakan salah satu cucu dari Yusuf bin Isma’il An Nabhani,
yang dia (Yusuf) ini adalah seorang yang sangat berlebihan pada Sufisme.
Yusuf Isma’il mempunyai (mengarang) banyak kitab, diantaranya adalah
Jami’ Karamatul Awliya’. Kitab ini didalamnya berisi banyak
cerita-cerita “yang lucu”, salah satunya adalah Ali Al Amali, jika kita
membacanya maka kita akan tertawa sekaligus menangis.
Mereka
(pengikut Hizbut Tahrir) menggelari Taqiyuddin sebagai mujtahid muthlaq,
Apakah kamu pernah mendengarnya? [ya]. Lalu apakah yang mereka katakan
tentang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam? Mereka katakan bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak seharusnya berijtihad.
Apakah kamu pernah mendengar hal ini? Bahwa beliau tidak seharusnya
berijtihad?.
Maka kita katakan pada mereka, siapa yang paling
sempurna satu sama lain yang berhak untuk melakukan ijtihad? Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam ataukah Taqiyuddin? Dia (Taqiyuddin)
adalah majhul atau tidak dikenal, dia bukanlah siapa-siapa. Lalu
bagaimana hal itu bisa dikatakan? Apakah kalian berpikir bahwa perbuatan
kalian ini tidak akan diketahui? Allah memelihara agama-Nya dan barang
siapa yang melakukan kedustaan dan kesesatan maka akan disingkapkan
kedustaan dan kesesatannya itu dan dia akan dihukum. Pencuri, bagaimana
mungkin seseorang menawarkan bid’ah kepada umat dan menyatakan bahwa
kebid’ahan itu adalah sunnah, apakah dia tidak sadar dan takut akan
dihukum? Allah lah yang akan menghukumnya.
Taqiyuddin lahir di
Ijzim, Palestina pada tahun 1909. Kemudian setelah dewasa, dia belajar
Universitas Al Azhar sampai lulus. Setelah dia lulus, dia pergi ke
Libanon dan Yordania, dan bekerja di universitas Islam sebagai tenaga
pengajar sampai akhirnya dia mendirikan Hizbut Tahrir. Dia wafat pada
tahun 1977. Dia memiliki (menulis) banyak kitab, seperti Risalatul Arab
yang didalamnya terdapat kecenderungan pada nasionalisme, menunjukkan
konsepnya tentang nasionalisme dan lain-lain. Walaupun dia menyatakan
menarik kembali konsepnya itu, namun yang nyata bagi kami, dia tidak
secara tegas menyatakan hal tersebut di kitab-kitabnya yang terakhir.
Karena kitab Risalatul Arab merupakan salah satu kitab pertama yang dia
tulis.
Aqidahnya, seperti yang telah disinggung sebelumnya,
adalah maturidiyah yang merupakan sebuah pemahaman sebuah firqah yang
dinisbahkan pada Abu Manshur Al Maturidi, yang memiliki kesesatan yang
lebih daripada Asy’ariyah. Dia menyebut a’imah dari firqah tersebut
sebagai “Ahlus Sunnah wal Jama’ah”.
Dalam salah satu
tulisannya, yang didalamnya terdapat pernyataan yang sebenarnya adalah
merupakan imitasi dari perkataannya Ar Razi (seorang tokoh dari ahlul
kalam). Dia berkata bahwa kita tidak bisa menerima Al Qur’an sampai
terpenuhinya 10 syarat, dan salah satu syaratnya itu adalah Al Qur’an
itu harus disesuaikan dengan ‘aql. Ini merupakan perkataannya Ar Razi.
Dia juga menulis dalam kitabnya Asy Syakhsiyyah Al Islamiyyah III/132,
yang tulisannya membuktikan akan ke-maturidiyah-annya dan
ke-asy’ariyah-annya. Dia men-ta’wilkan beberapa sifat Allah, seperti
tangan Allah yang dia artikan sebagai kekuatan atau kekuasaan. Padahal
kita temukan dalam kitab Syarhul Fiqhul Akbar Abu Hanifah halaman 33,
disitu dikatakan bahwa tidak boleh untuk men-ta’wilkan tangan Allah
sebagai kekuatan atau kekuasaan. Dan juga dalam kitab Tabyin Khadibul
Muftari halaman 150, disana terdapat perkataan dari Imam Asy’ari (Abul
Hasan Al Asy’ari) sendiri bahwa tidak boleh menyatakan atau
meng-qiyaskan tangan Allah itu sehingga artinya adalah kekuatan atau
kekuasaan. Sebab itu adalah perkataannya Mu’tazilah, salah satu firqah
yang paling sesat.
Jika kita membuka kitab Syarh Ushulul
Khomsah Al Mu’tazilah halaman 228, disana akan ditemukan perkataan salah
satu imam dari mu’tazilah yaitu Al Qadhi ‘Abdul Jabbar, yang berkata
bahwa manhaj “ahlus sunnah” adalah meyakini bahwa tangan Allah itu
maksudnya adalah kekuasaan atau kekuatan.
Maka permasalahan
inilah yang harus kita bahas terlebih dahulu, janganlah kita berbicara
tentang syubhat-syubhat mereka tentang khilafah, hadits ahad, atau
‘adzab kubur, tapi mari kita bahas tentang at ta’wil yang mereka
lakukan.
Imam Abu Ja’far Ath Thahawi (penulis kitab Aqidah
Thahawiyah) mengatakan bahwa ta’wil yang terbaik adalah meninggalkan
ta’wil dan hanya mencukupkan pada nash (Al Qur’an dan As Sunnah) dan apa
yang ada (disepakati) oleh Jama’atul Muslimin. Lalu, bagaimana bisa
mereka, tukang ta’wil, dikatakan sebagai Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
padahal ucapan mereka bertolak belakang dengan ucapan Imam Ath Thahawi.
Dan banyak lagi kesesatan lainnya.
Bersambung ke Membongkar Selubung Hizbut Tahrir (II)
http://
(Dikutip dari terjemahan Membongkar Selubung Hizbut Tahrir, tulisan Syaikh ‘Abdurrahman Ad Dimasyqiyyah. Url asli www.salafipublications.com Article #GRV0300)
http://www.salafy.or.id/
01 September 2012
Membongkar Kesesatan Hizbut Tahrir (I)
tentang mereka, abihumaid.wordpress.com/ 2008/06/09/ membongkar-kesesatan-hizbut -tahrir-i/ salafy.php?menu=detil&id_ar tikel=34
Diberdayakan oleh Blogger.
0 komentar:
Posting Komentar