Oleh. Ustadz Zaenal Abidin Syamsudin, Lc
Dia
merupakan seorang penulis yang masyur, da’i kondang dan orator ulung,
namun sangat disayangkan coretan penanya banayk mengajak kepada ajaran
Tasaawuf, fanatik madzhab, dan mebatasi ilmu fikih pada madzab empat
saja sehingga beliau melazimkan setiap muslim dalam beragama agar
menganut madzab tertentu dengan prinsip taklid buda. Akan tetapi sangat
ironis banyak orang yang tidak mengenali syubhat-syubhatnya dan buta
terhadap kesesatannya serta sebagian besar pemuda Islam tertipu dengan
kepakarannya, akhirnya mereka tercemar dengan pemikirannya tanpa sadar
apalagi buku-bukunya banyak beredar di tengah umat.
Pokok-pokok Pemikirannya
a. Mewajibkan beragama dengan dasar taklid
Beliau
sangat menganjurkan taklid kepada madzab tertentu seraya berkata: “Umat
Islam tidak perlu belajar tentang fikih kecuali cukup kepada salah
seorang Imam mujtahid dan berfatwa dalam berbagai macam kasus dan
permasalahan agama dengan madzhab tersebut, dengan cara demikian seorang
Muslim tidak mudah tergelincir dalam beragama dan cenderung pemahaman
fikihnya lebih mapan dan stabil”. [1]
b Syubhat Seputar Sunnah
Dalam
kitab “Jundullah Tsaqafatan wa Akhlaqan”, beliau berusaha menolak
Sunnah secara halus dan mengajak fanatis madzhab seraya berkata:
“Terdapat beberapa hadits yang dianggap lemah karena kitab-kitab yang
sampai kepada kita memuat sanad-sanad yang lemah, tetapi seandainya
sampai kepada kita kitab yang berbeda mungkin saja hasilnya juga
berbeda. Contohnya, terdapat beberapa hadits yang dinyatakan sanadnya
dhaif oleh al-Hakim dan semisalnya ternyata baru terkuak bahwa
hadits-hadits tersebut shahih setelah kita mendapatkan sanad-sanadnya
dari Shahih Ibnu Khuzaimah dengan jalur yang akurat, maka kita tidak
boleh tergesa-gesa menolak pendapat salah seorang imam mujtahid karena
dianggap pendapatnya bertentangan dengan nash-nash yang shahih, apakah
mungkin seorang ulama panutan menentang kebenaran sementara hidupnya
lebih banyak dengan Rasulullah dan Shahabat, dan generasi yang paling
mengerti tentang ajaran Salafush Shalih.” [2]
Bukankah
sikap taklid akan menimbulkan fanatik madzhab dan kejumudan beragama
serta menumbuhkan berbagai macam penyimpangan aqidah dan kebid’ahan
dalam beragama sehingga semua ulama membencinya, karena sikap taklid
bukan jalan menuju pintu gerbang ilmu seperti yang ditegaskan Imam
al-Qurthubi: “Taklid bukan ilmu untuk menuju ilmu dan bukan sarana untuk
meraih ilmu baik ilmu usul maupun ilmu furu’ maka demikian itu
merupakan pendapat jumhur ulama, berbeda dengan pandangan orang-orang
bodoh dari kalangan Hasyawiyah dan Tsa’labiyah yang menganggap bahwa
taklid sebuah jalan dan sarana untuk mengenali kebenaran dan demikian
itu berhukum wajib sementara berfikir dan membahas berhukum haram”. [3]
c. Syubhat seputar aqidah
Dalam
kitab “Tarbiyatuna ar-Ruhiyah”, beliau menganggap khurafat kaum sufi
sebagai karamah dan membela secara membabi buta seraya berkata:
“Pengingkaran karamah kaum sufi merupakan tindakan yang kurang ilmiyah
dan penolakan terhadap suatu realita yang tidak pada tempatnya, terutama
pengingkaran Karamah yang muncul pada anggota tharigah Rifa’iyah yang
banyak timbul kejadian ajaib diantaranya; badan mereka tidak mempan
dibakar dan tidak mempan dibacok pedang atau tusukan besi, dan
kabarnyakan sepeti ini telah berkembang luas dimasyarakat, maka
kebanyakan orang yang awalnya mengingkarinya tapi setelah melihat
langsung akhirnya membenarkan keajaiban tersebut. Suatu ketika ada
seoarang Nashrani bercerita kepadaku yang sebelumnya ada prang lain juga
bercerita kepadaku bahwa ia menyaksikan salah seorang anggota tharikat
Rafa’iyah ditusuk dengan pisau besar dari arah pungung hingga tembus ke
dada kemudian pisau besar itu dicabut tidak meninggalkan bekas luka
sedikitpun, sehingga keajaiban yang terjadi pada anggota Thatiqah
Rafi’iyah hingga sekarang merupakan karunia (karamah) dari Allah pada
generasi ini”. [4]
Bagaimana
mingkin karamah dikaruniakan kepada pelaku bid’ah dan kesesatan,
sementara Allah dan Rasul-Nya sangat membenci segala perbuatan bid’ah
bahkan demikian itu merupakan kesyirikan dan khurafat yang menjadi
faktor utama kemunduran dan kehinaan umat sehingga mereka banyak
terjerumus dalam kesyirikan dan kebid’ahan, sebagaimana yang telah
ditegaskan Ibnu Qayyim : “Siapa yang merenungkan kondisi alam raya de
ngan baik pasti akan mendapatkan kesimpulan bahwa kebaikan yang terjadi
di mika bimi ini akibat bertauhid dan beribadah kepada Allah serta
mentaati Rasul-Nya, sementara segala keburukan yang terjadi baik berupa
fitnah, bencana, kekeringan dan penjajahan musuh akibat penentangan
kepada perintah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengajak kepada selain Allah dan Rasul-Nya”. [5]
Dipublikasikan oleh : ibnuramadan.wordpress.com
[4]
Dinukil dari kitab at-Tauhid fi Masiril Amal Islami bainal Waqi’ wal
Ma’mul, hal. 47 karya Abdul Aziz bin Abdullah al-Husaini yang menukil
dari kitab Tarbiyatuna ar-Rahiyah, hal. 217-218 karya Sa’id Hawa
Disalin dari Buku Ensiklopedi Penghujatan Terhadap Sunnah, hal 268-271, Cetakan Pertama, Pustaka Imam Abu Hanifah-Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar