-->

04 September 2012

SUTRAH MASBUQ



Assalamualaikum warahmatullah wabarakaatuh,,

Afwan ana ingin bertanya beberapa masalah seputar shalat dalam hal ini masalah seputar menjadi ma’mum masbuq karena hal tersebut masih mengganjal dihati, diantaranya :

1.Seorang yang masbuq bersutrah (menggunakan pembatas) pada orang didepanya (orang awam). Ketika ia berdiri dan pergi (padahal sedang dijadikan sutrah/pembatas) karena ketidaktahuannya, apakah kita harus maju kedepan sedangkan jarak dinding dihadapan ana agak jauh sekitar 6 langkah?apakah ia tetap saja berdiri shalat tanpa sutrah/pembatas? Bagaimana apabila ada orang yang lewat di depanya tapi jauh sehingga tangan kita tidak dapat mencegahnya lewat?

2.Apakah boleh menaruh bolpoin didepan kita sebagai sutrah apabila dinding (sutrah) didepan terlalu jauh (tidak cukup mendekat dengan 1 s.d 3 langkah) dan kebetulan bolpoin tersebut ada disaku jika disekitar kita (depan, kanan dan kiri) tidak ada sesuatu untuk dijadikan sutrah/pembatas.
Atas jawabannya saya ucapkan jazakumullahu khoiron katsiron.

Jawaban :
oleh : Al Ustadz Aunur Rafiq Ghufron

1.Sebelumnya perlu ditegaskan terlebih dahulu bahwa orang yang melakukan shalat hendaknya menghadap dan mendekat kepada sutrah (pembatas) serta mencegah orang yang lewat didepannya. Hal trsebut berdasarkan hadits:

Dari Abu Said Al-Khudori berkata : Rasullah bersabda: “Apabla salah seorang diantara kalian melakukan shalat maka hendaknya dia bersuroh dan mendekat darinya dan jangalah dia membiarkan seorangpun lewat didepannya,apabila orang yang lewat tersebut enggan maka perangilah karena dia adalah syetan.” (Hasuri.Riwayat Ibnu Abi Syaibah 1/279. Abu Dawud:697. Ibnu Hibbab 4/48 dan al-Baihaqi dalam Sunan Kubra2/257).

Dan perlu diketahui juga bahwa kewajiban sutrah/pembatas berlaku bagi orang yang sendirian atau imam,sedangkan bagi makmum maka imam adalah sutrahnya berdasarkan hadits Ibnu Abbas bahwa beliau pernah menaiki unta melewati shaf depan makmum dan tidak ada pengingkaran dari Nabi (HR. Bukhari 2/227 Muslim 1/419).

Sekarang kita kembali kepada pertanyan, kami katakan: Seorang makmum masbuq yang sedang menyempurnakan shalatnya tidak lagi bersutrah pada imam. Oleh karenanya, dia harus berusaha untuk mencari sutrah/pembatas terdekat baik tiang, orang atau lainya baik kedepan, ke kanan atau kekiri. Hal tersebut berdasarkan keumuman dali-dalil tentang perintah bersutrah dalam shalat dan didukung oleh beberapa utsar dari ulama salaf. Diantaranya, riwayat imam ibnu Syaibah dalam Al-Mushannaf 2/25/6033 dengan sanad Hasan dari Ibrahim bin Salim. Saya bertanya kepada Sya’bi tentang seorang lelaki yang tengah menjalankan shalat dengan bersutrah kepada orang, lalu orang tersebut pergi, apa yang hendaknya dia lakukan? Sya’bi menjawab: “Hendaknya dia maju ketembok yang ada di depannya”. (Lihat atsar-atsar lainnya dalam Al-Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 2/6029-6033)


Imam Malik berkata: “Tidak apa-apa bagi orang masbuq yang sedang menyempurnakan shalatnya setelah salamnya imam untuk maju ketiang terdekat baik depan,belakang, kanan maupun kiri. Hendaknya dia bergeser sedikit untuk mencari sutrah kalau jaraknya dekat. Namun kalau memang jaraknya jauh, maka cukup baginya untuk bediri dan mencegah orang yang lewat di depannya semampu mungkin”(Syarh Az-Zurqan’ala Mukhtashar Khalil 1/208). Perkataan serupa juga diktatakan oleh Ibnu Rusyd sebagai imana dakim Fatawanya 2/904. (Lihat Ahkam Sutrah hal 26-27 oleh Muhammad bin Risq dan Al-Qatil Mubin hal 90-91 oleh Syaikh MasyhurHasan Salman).

Kami juga menjumpai fatwa Syaikh Al-Albani tentang masalah ini. Dalam kaset berjudul “Masilfi Ilmi Muschalah”. Seorang bertanya pada beliau “Syaikhuna, ada seorang masbuq dalam shalatnya lalu dia melanjutkan shalatusai salamnya imam, apakh dia mendekat ke sutrah ataukah tetap berdiri ditempatnya saja? Syaikh Al-Albani menjawab: “Apabila dia memang dekat sutrah dan tidak melakukan gerakan yang banyak , maka hendaknya dia mendekat untuk mencari sutrah baik ke depan, ke kanan maupun ke kiri. Kalau tidak demikian (terlalu jauh), maka hendaknya dia tetap berada di tempatnya. Patokannya adalah banyak dan sediktnya gerakan, kalau jaraknya dekat (bisa dijangkau dengan 3 kali langkah) maka berjalan untuk bersutrah tetapi kalau jauh maka tetap pada tempatnya.” Hal itu dikarenakan jika jarak terlalu jauh (melebihi 3 langkah) maka dia sudah tersibukan dengan gerakan melangkah dan itu bisa membatalkan shalat.

2.Ukuran tinggi sutrah adalh satu hasta sebagaimana di jelaskan oleh Nabi dalam banyak haditsnya,

diantaranya:
Dari Aisyah berkata: Rasulullah pernah ditanya pada pernag Tabuk tentang sutrah bagi orang shalat, maka beliau menjawab: “Semisal kayu yang terletak di belakng kendaraan yang dijadikan sandaran oleh pengendaranya”. (HR.Muslim:500).
Ukuranya yaitu satu hasta sebagimana ditegaskan oleh Atha’, Qotadah, ats- Tsauri dan Nafi’. (Mushannaf Abdur Razzaq 2/9-15 dan Shahih Ibnu Khuzaimah:807). Satu hasta yaitu ukuran dari lengan siku sampai ujung jari tengah. (Lisanul Arab Ibnu Mandhur 3/1495). Jadi ukuran sutrah adalah satu hasta, tidak boleh kurang darinya apabila mapu. Sebab, ketika Nabi ditanya tentang ukuran sutrah, jawaban beliau adalah seukuran satu hasta. Seandaiya kurang dari itu diperbolehkan, maka Nabi tidak mungkin menyembunyikan jawaban. (Lihat Akam Sutrah hal 29 dan Al-Qaulul Mubin hal. 86-87). Adapun sutrah dengan garis, karena derajat haditsnya lemah, maka kami menguatkan pendapat yang tidak memperbolehkannya.

Berikut haditsnya:
Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah bersabda: “Apabila salah seorang diantara kalian melaksanakan shalat, maka hendaknya dia meletakkan sesuatu di depannya (sutrah), bila tidak ada maka hendaknya menancapkan tongkat dan bila juga tidak ada, , maka hendaknya menggaris satu garisan kemudian tidak membahayakannya apa yang setelah itu”. Hadits ini diriwaytakan oleh Imam Ahmad 2/249. Abu Dawud: 690, Ibnu Majah: 923, Ibnu Khuzaimah: 811, Al- Baihaqi 2/271, Ibnu Hibban: 2361 daan lain-lain. Hadits ini dinilai shahih oleh Imam Ahmad dan Ali bin Al-Madini sebagaimana dalam At-Talkhis 2/472, dan dinilai hasan oleh Al-Hafizh Inu Hajar dalam Buluqhul Maram no.249, SyaikhIbnu Baz dalam fatawanya 265 dan Syaikh Ibnu Utsaimin dalam fatawanya 13/317. Tetapi yang benar, hadits adalah dha’if (lemah) karena dua sebab:

1.Idhtirad sanad.
Kadang diriwayatkan dari Ismail bin Ulayyah dari Abu Amr bin Muhammad bin Amir bin Huraits dari kakeknya dari Abu Hurairah. Kadang lagi dari Ismail bin Ulayyah dari Abu Amr Bin Muhammad bin Amr bin Huraits dari kakeknya, Huraits bin Sulaim dari Abu Hurairah. Dan banyak sekali hingga sampai lima belas redaksi. Hal itu menunjukkan bahwa sanad hadits ini mudhtarib.

2.Dalam sanadnya terdapat dua orang rawi yang majhul yaitu Abu Amr Bin Muhammad bin Huraits dan juga kakeknya.
Huraits bin Sulaim sebagaimana ditegaskan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam At-Taqrib .
Dan taruhlah seandainya hadits ini selamat dari, sebab pertama, tetapi dia tidak dapat selamat dari sebab kedua. Adapun penilaian Al-Hafizh Ibnu Hajar bahwa hadits ini berstatus hawan, maka ini termasuk ketegilinciran beliau dan barangkali beliau lupa dengan ketegasannya sendiri dalam At-Taqrib. Dan tidak ada manusia yang ma’shum setelah Muhammad. (Tarramul Minnah hal.30).
Oleh karena itu, banyak para ulama yang melemahkan hadits ini seperti Sufiyan bin Uyainnah Asy Syafi’i, Al-Baghawi dan sebagainya. (At-Talkhis 2/470 oleh Ibnu Hajar). Dalam sebuah riwayat, Iman Ad Daruqutni. Imam Syafi’i berkata dalam Sunan Harmalah: “Hendaknya orang yang shalat tidak bersutrah dengan garis, kecuali apabila haditsnya shahih maka kita ikuti”. Imam Malik malah mengatakan “Bathil”. (Tahdzib 6/394 oleh Ibnu Hajar)

Para ulama belakangan juga menilai hadits ini lemah, diantaranya Imam Ibnu Shalah dalam Marifah Ulum Hadits hal.665, Al-Hafitzh Al-Iraqi dalam At-Taqyib wal lidhah hal.123, An-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim 4/161, Syaikh Ahmad Syakir dalam Syarh Musnad (7386). Syaikh Al-Albani dalam Tamamul Minnah hal.300-3001 dan masih banyak lagi.
Taruhlah hadits ini dapat dijadikan hujjah, maka hal itu merupakan usaha terakhir sebagaimana sangat jelas dalam hadits tersebut. Wallahu A’lam.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.