Satu kasus yang sering terjadi ketika pemutusan kapan berhari raya dan
memulai puasa. Di sebagian tempat ternyata melihat hilal seperti yang
sering terjadi di daerah Cakung, namun di daerah lain bahkan
mayoritasnya tidak tampak. Bagaimana jika ada yang melihat hilal, apakah
ia tetap boleh berpuasa atau berhari raya? Ataukah ia tidak boleh
terang-terangan dalam hal tersebut?
Mengenai seseorang yang
melihat hilal kemudian tertolak pendapatnya, para ulama dalam
permasalahan ini ada perbedaan pendapat apakah ia boleh tetap puasa atau
berhari raya. Ada tiga pendapat dalam masalah ini:
Pertama:
Orang yang melihat hilal boleh berpuasa atau berhari raya namun secara
sembunyi-sembunyi (tidak terang-terangan) agar tidak menyelisihi jama’ah
kaum muslimin. Demikian pendapat Imam Syafi’i, salah satu pendapat dari
Imam Ahmad dan menjadi pendapat Ibnu Hazm. Karena Allah Ta’ala
berfirman,
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
“Karena itu, barangsiapa yang menyaksikan hilal, maka berpuasalah” (QS. Al Baqarah: 185).
Kedua: Berpuasa dengan hasil ru’yahnya, namun berhari raya dengan
mayoritas manusia. Demikian pendapat Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan
yang masyhur dari Imam Ahmad.
Ketiga: Tidak mengamalkan hasil
pengamatan ru’yah. Maka ia berpuasa dan berhari raya bersama mayoritas
manusia. Demikian pendapat Imam Ahmad dan menjadi pilihan Syaikhul
Islam. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَالأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ
“Puasa kalian ditetapkan oleh mayoritas kalian berpuasa. Idul Fithri
kalian ditetapkan oleh mayoritas kalian berhari raya Idul Fithri. Idul
Adha kalian ditetapkan oleh mayoritas kalian berhari raya Idul Adha.”
(HR. Tirmidzi no. 697, shahih menurut Syaikh Al Albani). Maknanya adalah
puasa dan hari raya bersama al jama’ah (pemerintah).
Yang
lebih kuat dalam masalah ini adalah pendapat terakhir. Karena inilah
yang lebih menjaga persatuan kaum muslimin ditambah lagi masalah puasa
dan berhari raya adalah permasalahan jama’i (orang banyak) sehingga
kembalikanlah pada keputusan penguasa.
Imam Ahmad –dalam salah
satu pendapatnya- berkata, “Berpuasalah bersama pemimpin kalian dan
bersama kaum muslimin lainnya (di negeri kalian) baik ketika melihat
hilal dalam keadaan cuaca cerah atau mendung.” Imam Ahmad juga
mengatakan, “Allah akan senantiasa bersama para jama’ah kaum muslimin”.
(Majmu’ Al Fatawa, 25: 117)
Namun jika orang yang melihat hilal
tetap ingin berpuasa karena hasil penglihatannya, maka tetaplah
sembunyi-sembunyi, tidak terang-terangan. Tujuannya adalah demi menjaga
persatuan kaum muslimin.
Mengenai permasalahan terlihatnya
hilal di Cakung, sebagaimana dikemukakan oleh ulama NU dalam sidang
itsbat malam ini bahwa penglihatan hilal di Cakung mengalami beberapa
masalah, di antaranya:
Cakung berada di daerah gedung pencakar langit.
Di posisi mana matahari tenggelam dan hilal terbit, juga tidak jelas.
Yang melihat hilal dan hakim yang jadi saksi, itu-itu saja dari tahun ke tahun.
Hilal yang nampak bisa jadi halusinasi karena ada dorongan dari metode hisab yang mendorong harus terlihat hilal.
Alat yang digunakan tidak canggih sehingga mesti diperbaiki.
Dan masih ada beberapa alasan lain tertolaknya hilal di Cakung.
Jika setiap orang dan ormas lebih memilih persatuan daripada
kepentingan kelompok, tentu perpecahan dalam penentuan puasa dan hari
raya tidak akan terjadi.
Wallahu waliyyut taufiq.
—
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Muslim.Or.Id
Dari artikel Jika Persaksian Hilal Ditolak dalam Sidang Itsbat — Muslim.Or.Id by null
Posted in: Penguasa-Ulil amri
0 komentar:
Posting Komentar