Sudah
sepatutnya kita menjauhi berbagai macam bid’ah mengingat dampak buruk
yang ditimbulkan. Berikut beberapa dampak buruk dari bid’ah.
Pertama, amalan bid’ah tertolak
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718)
Orang yang berbuat bid’ah inilah yang amalannya merugi. Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ
بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ
الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا
“Katakanlah: “Apakah akan Kami
beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi
perbuatannya?” Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam
kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat
sebaik-baiknya.” (QS. Al Kahfi [18] : 103-104)
Kedua, pelaku bid’ah terhalangi
untuk bertaubat selama dia terus menerus dalam bid’ahnya. Oleh karena
itu, ditakutkan dia akan mengalami su’ul khotimah
Dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَ اللهَ حَجَبَ التَّوْبَةَ عَنْ كُلِّ صَاحِبِ بِدْعَةٍ حَتَّى يَدَعْ بِدْعَتَهُ
“Allah betul-betul akan menghalangi setiap pelaku bid’ah untuk bertaubat sampai dia meninggalkan bid’ahnya.” (HR. Thabrani. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih At Targib wa At Tarhib no. 54)
Ketiga, pelaku bid’ah tidak akan minum dari telaga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak akan mendapatkan syafa’at beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَنَا فَرَطُكُمْ عَلَى
الْحَوْضِ ، لَيُرْفَعَنَّ إِلَىَّ رِجَالٌ مِنْكُمْ حَتَّى إِذَا
أَهْوَيْتُ لأُنَاوِلَهُمُ اخْتُلِجُوا دُونِى فَأَقُولُ أَىْ رَبِّ
أَصْحَابِى . يَقُولُ لاَ تَدْرِى مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ
“Aku akan mendahului kalian di al haudh (telaga). Dinampakkan
di hadapanku beberapa orang di antara kalian. Ketika aku akan
mengambilkan (minuman) untuk mereka dari al haudh, mereka dijauhkan
dariku. Aku lantas berkata, ‘Wahai Rabbku, ini adalah umatku.’ Lalu
Allah berfirman, ‘Engkau sebenarnya tidak mengetahui bid’ah yang mereka buat sesudahmu.’ ” (HR. Bukhari no. 7049)
Dalam riwayat lain dikatakan,
إِنَّهُمْ مِنِّى . فَيُقَالُ إِنَّكَ لاَ تَدْرِى مَا بَدَّلُوا بَعْدَكَ فَأَقُولُ سُحْقًا سُحْقًا لِمَنْ بَدَّلَ بَعْدِى
“(Wahai Rabbku), mereka betul-betul
pengikutku. Lalu Allah berfirman, ‘Sebenarnya engkau tidak mengetahui
bahwa mereka telah mengganti ajaranmu setelahmu.” Kemudian aku (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam)mengatakan, “Celaka, celaka bagi orang yang telah mengganti ajaranku sesudahku.” (HR. Bukhari no. 7051)
Inilah do’a laknat untuk orang-orang yang mengganti ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berbuat bid’ah.
Ibnu Baththol mengatakan, “Demikianlah,
seluruh perkara bid’ah yang diada-adakan dalam perkara agama tidak
diridhoi oleh Allah karena hal ini telah menyelisihi jalan kaum muslimin
yang berada di atas kebenaran (al haq). Seluruh pelaku bid’ah termasuk orang-orang yang mengganti ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan yang membuat-buat perkara baru dalam agama. Begitu pula orang yang
berbuat zholim dan yang menyelisihi kebenaran, mereka semua telah
membuat sesuatu yang baru dan telah mengganti dengan ajaran selain
Islam. Oleh karena itu, mereka juga termasuk dalam hadits ini.” (Lihat Syarh Ibnu Baththol,
19/2, Asy Syamilah) -Semoga Allah menjauhkan kita dari berbagai perkara
bid’ah dan menjadikan kita sebagai umatnya yang akan menikmati al haudh sehingga kita tidak akan merasakan dahaga yang menyengsarakan di hari kiamat, Amin Ya Mujibad Du’a-
Keempat, pelaku bid’ah akan mendapatkan dosa jika amalan bid’ahnya diikuti orang lain
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ سَنَّ فِى الإِسْلاَمِ
سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ
عَمِلَ بِهَا وَلاَ يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَىْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِى
الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ عَلَيْهِ
مِثْلُ وِزْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلاَ يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ
“Barangsiapa melakukan suatu amalan
kebaikan lalu diamalkan oleh orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya
ganjaran semisal ganjaran orang yang mengikutinya dan sedikitpun tidak
akan mengurangi ganjaran yang mereka peroleh. Sebaliknya, barangsiapa
melakukan suatu amalan kejelekan lalu diamalkan oleh orang sesudahnya,
maka akan dicatat baginya dosa semisal dosa orang yang mengikutinya,
tanpa mengurangi dosanya sedikitpun.” (HR. Muslim no. 1017)
Wahai saudaraku, perhatikanlah hadits
ini. Sungguh sangat merugi sekali orang yang melestarikan bid’ah dan
tradisi-tradisi yang menyelisihi syari’at. Bukan hanya dosa dirinya yang
akan dia tanggung, tetapi juga dosa orang yang mengikutinya. Padahal
bid’ah itu paling mudah menyebar. Lalu bagaimana yang mengikutinya
sampai ratusan bahkan ribuan orang? Berapa banyak dosa yang akan dia
tanggung? Seharusnya kita melestarikan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kenapa harus melestarikan tradisi dan budaya yang menyelisihi syari’at? Jika melestarikan ajaran beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
-seperti mentalqinkan mayit menjelang kematiannya bukan dengan talqin
setelah dimakamkan- kita akan mendapatkan ganjaran untuk diri kita dan
juga dari orang lain yang mengikuti kita. Sedangkan jika kita
menyebarkan dan melestarikan tradisi tahlilan, yasinan, maulidan, lalu
diikuti oleh generasi setelah kita, apa yang akan kita dapat? Malah
hanya dosa dari yang mengikuti kita yang kita peroleh.
Marilah Bersatu di atas Kebenaran
Saudaraku, kami menyinggung masalah
bid’ah ini bukanlah maksud kami untuk memecah belah kaum muslimin
sebagaimana disangka oleh sebagian orang jika kami menyinggung masalah
ini. Yang hanya kami inginkan adalah bagaimana umat ini bisa bersatu di
atas kebenaran dan di atas ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang benar. Yang kami inginkan adalah agar saudara kami mengetahui kebenaran dan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
sebagaimana yang kami ketahui. Kami tidak ingin saudara kami terjerumus
dalam kesalahan sebagaimana tidak kami inginkan pada diri kami. Semoga
maksud kami ini sama dengan perkataan Nabi Syu’aib,
إِنْ أُرِيدُ إِلَّا الْإِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُ وَمَا تَوْفِيقِي إِلَّا بِاللَّهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ
“Aku tidak bermaksud kecuali
(mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada
taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah
aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali.” (QS. Hud [11] : 88)
Inilah sedikit pembahasan mengenai
bid’ah, kerancuan-kerancuan di dalamnya dan dampak buruk yang
ditimbulkan. Semoga dengan tulisan yang singkat ini kita dapat semakin
mengenalinya dengan baik. Hal ini bukan berarti dengan mengetahuinya
kita harus melakukan bid’ah tersebut. Karena sebagaimana perkataan
seorang penyair,
عَرَّفْتُ الشَّرَّ لاَ لِلشَّرِّ لَكِنْ لِتَوَقِّيْهِ …
وَمَنْ لاَ يَعْرِفُ الشَّرَّ مِنَ النَّاسِ يَقَعُ فِيْهِ
Aku mengenal kejelekan, bukan berarti ingin melakukannya, tetapi ingin menjauhinya
Karena barangsiapa tidak mengenal kejelekan, mungkin dia bisa terjatuh di dalamnya
Ya Hayyu, Ya Qoyyum. Wahai Zat
yang Maha Hidup lagi Maha Kekal. Dengan rahmat-Mu, kami memohon
kepada-Mu. Perbaikilah segala urusan kami dan janganlah Engkau sandarkan
urusan tersebut pada diri kami, walaupun hanya sekejap mata. Amin Yaa Mujibbas Sa’ilin.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kaum
muslimin. Semoga Allah selalu memberikan ilmu yang bermanfaat, rizki
yang thoyib, dan menjadikan amalan kita diterima di sisi-Nya. Innahu sami’un qoriibum mujibud da’awaat. Alhamdulillahilladzi
bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina
Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id, dipublish ulang oleh http://rumaysho.com
Selesai disusun di rumah tercinta, Desa Pangukan, Sleman
Saat Allah memberi nikmat hujan di siang hari, Kamis, 9 Syawal 1429 (bertepatan dengan 9 Oktober 2008)
0 komentar:
Posting Komentar