Mirza Ghulam Ahmad yang lahir pada tahun 1839M menceritakan bahwa ayahnya bernama Atha Murtadha berkebangsaan mongol. (Kitab Al-Bariyyah, hal. 134, kary. Mirza Ghulam Ahmad).
Namun anehnya, ia juga mengatakan
“Keluarga
dari Mongol, tetapi berdasarkan firman Allah, tampaknya keluargaku
berasal dari Persia, dan aku yakin ini. Sebab tidak ada yang mengetahui
seluk-beluk keluargaku seperti berita yang datang dari Allah Ta’ala.” (Hasyiah Al-Arba’in, no.2 hal.17, karya Mirza Ghulam Ahmad).
Dia juga pernah berkata,
“Aku pernah
membaca beberapa tulisan ayahku dan kakekku, kalau mereka berasal dari
suku mongol, tetapi Allah mewahyukan kepadaku bahwa aku dari bangsa
Persia.” (Dhamimah Haqiqatil Wahyi, hal.77, kary. Mirza Ghulam Ahmad).
Yang anehnya lagi, ia juga pernah mengaku sebagai keturunan Fathimah binti Muhammad. (lihat Tuhfah Kolart, hal. 29).Aneh memang jika kita menelusuri asal usul Mirza Ghulam Ahmad. Dari asal-usul yang gak jelas inilah yang kemudian lahir juga pemahaman-pemahaman yang aneh dan menyesatkan.
Keadaan Keluarga Mirza Ghulam Ahmad
Mirza Ghulam Ahmad, pendiri jamaah ahmadiyah ini menceritakan keadaan keluarganya yang ditulisnya dalam kitab Tuhfah Qaishariyah, hal 16 karangannya, ia berkata,
“Ayahku
memiliki kedudukan dikantor pemerintahan. Dia termasuk orang yang
dipercaya pemerintah Inggris. Dia juga pernah membantu pemerintah untuk
memberontak penjajah Inggris dengan memberikan bantuan kuda dan pasukan.
Namun sesudah itu, keluargaku mengalami krisis dan kemunduran, sehingga
menjadi petani yang melarat.”
Kebodohan-kebodohan Mirza Ghulam AhmadIa berkata,
“Sesungguhnya saat Rasulullah dilahirkan, beberapa hari kemudian ayahnya meninggal.” (Lihat Baigham Shulh, hal.19 karyanya).
Kata apa yang pantas kita juluki untuk orang yang satu ini, kalau
bukan “bodoh” ? Padahal yang benar adalah bahwa ayah Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wasallam meninggal ketika beliau berada dalam
kandungan ibunya.Kebodohan lainnya nampak jelas dalam kitabnya Ainul Ma’rifah hal.286, ia berkata,
“Rasulullah memiliki sebelas anak dan semuanya meninggal.”
Padahal, yang benar adalah bahwa beliau (Rasulullah) hanya memiliki 6 orang anak.Bagaimana mungkin orang seperti Mirza Ghulam Ahmad ini mengaku Al-Masih ?
Kebejatan Mirza Ghulam Ahmad
Orang yang diagung-agungkan oleh pengikutnya ini memiliki banyak kebejatan yang tak layak dimiliki oleh orang yang mengaku beriman kepada Allah dan Rasulullah. Ia tidak hanya menghina para ulama, bahkan ia juga menghina Para Rasul-rasul Allah.
Banyak dari kalangan ulama pada masanya yang menentang ajaran-ajaran “nyeleneh” dedengkot Ahmadiyah ini. Bukannya membantah dengan bukti-bukti, Mirza Ghulam Ahmad malah menghina dengan mengatakan,
“Orang-orang yang menentangku, mereka lebih najis dari Babi.” (Najam Atsim, hal.21 karyanya)
Ia juga pernah mengatakan,
“Sesungguhnya Muhammad hanya memiliki tiga ribu mukjizat saja, sedangkan aku memiliki lebih dari satu juta jenis.” (Tadzkirah Syahadatain, hal.72, karyanya)
Tidak puas menghina Rasulullah Muhammad shallallahu’alaihi wasallam,
Mirza Ghulam Ahmad juga menghina Nabi Isa dengan mengatakan,
“Sesungguhnya
Isa tidak mampu mengatakan dirinya sebagai orang sholih, sebab
orang-orang mengetahui kalau dia suka minum-minuman keras dan
perilakunya tidak baik.” (Hasyiyah Sitt Bahin, hal.172, karyanya).
Masih tidak puas dengan hal tersebut, Mirza Ghulam Ahmad juga mengatakan,
“Isa cenderung menyukai para pelacur, karena nenek-neneknya adalah termasuk pelacur.” (Dhamimah Atsim, Hasyiyah, hal. 7, karyanya)
Dan yang sangat mengherankan adalah, pada kesempatan lain ia juga “bersabda” dalam hadits palsunya,
“Sesungguhnya
celaan, makian bukanlah perangai orang-orang shiddiq (benar). Dan
orang-orang yang beriman, bukanlah orang yang suka melaknat.” (Izalatul Auham, hal.66)
Lelucon apa ini ?Masih dalam rangkaian kebejatan Mirza Ghulam Ahmad
Rupanya orang yang diagung-agungkan dan merupakan dedengkot Ahmadiyah ini, tidak hanya menghina Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, tetapi ditambahkan lagi dengan menghina para Sahabat Rasulullah seperti Abu Hurairah radhiallahu’anhu.
Mirza Ghulam Ahmad mengatakan,
“Abu Hurairah adalah orang yang dungu, dia tidak memiliki pemahaman yang lurus.” (I’jaz Ahmadiy, hal.140, karyanya)
Sementara itu, ditempat lain ia mengatakan,
“Sesungguhnya ingatanku sangat buruk, aku lupa siapa saja yang sering menemui aku.” (Maktubat Ahmadiyah, hal.21 karyanya)
Kematian Mirza Ghulam AhmadTidak sedikit para ulama yang menentang dan berusaha menasehati Mirza Ghulam Ahmad agar ia bertaubat dan menghentikan dakwah sesatnya itu. Namun, usaha itu tidak juga membuat dedengkot Ahmadiyah ini surut dalam menyebarkan kesesatannya.
Syeikh Tsanaullah adalah satu diantara sekian banyak ulama yang berusaha keras menentangnya dan menasehatinya. Merasa terganggu dengan usaha Syeikh Tsanaullah tersebut, Mirza Ghulam Ahmad mengirimkan sebuah surat kepada Syeikh Tsanaullah yang berisi tentang keyakinan hatinya bahwa ia adalah seorang nabi, bukan pendusta, bukan pula dajjal sebagaimana julukan yang diarahkan kepadanya oleh para ulama. Ia juga mengatakan bahwa sesungguhnya yang mendustakan kenabiannya itulah pendusta yang sesungguhnya.
Diakhir suratnya itu, ia berdo’a dengan mengatakan,
“Wahai Allah
yang maha mengetahui rahasia-rahasia yang tersimpan dalam hati. Jika aku
seorang pendusta, pelaku kerusakan dalam pandangan-Mu, suka membuat
kedustaan atas Nama-Mu pada siang dan malam hari, maka binasakanlah aku
saat Tsanaullah masih hidup, dan berilah kegembiraan kepada para
pengikutnya dengan sebab kematianku.
Wahai Allah,
jika aku benar sedangkan Tsanaullah berada diatas kebathilan, pendusta
pada tuduhan yang diarahkan kepadaku, maka binasakanlah dia dengan
penyakit ganas, seperti tho’un, kolera atau penyakit lainnya, saat aku
masih hidup. Amin”
Sebuah do’a mubahalah yang dipinta Mirza Ghulam Ahmad. Dan ternyata
Allah ‘Azza wa Jalla mendengar doa tersebut, setelah 13 bulan lebih
sepuluh hari setelah do’a itu, yakni pada tanggal 26 Mei 1908, Mirza
Ghulam Ahmad dibinasakan oleh Allah dengan penyakit Kolera yang
diharapkan menimpa Syeikh Tsanaullah.Sementara itu Syeikh Tsanaullah masih hidup sekitar 40 tahun setelah kematian Mirza Ghulam Ahmad.
(Sumber : AlQadiyaniyah dirasat wa tahlil, Syeikh Ihsan Ilahi Zhahir, Pakistan)
0 komentar:
Posting Komentar