-->

01 September 2012

Manusia yang paling dicintai Allah adalah yang paling bermanfaat



 

Feri Kurniawan
Kita melihat banyak sekali sumber daya yang terpendam di dalam jiwa seseorang dan kita merasakan sumber kisi-kisi kebaikan yang tersimpan dalam diri pemiliknya. Akan tetapi hal itu tidak menular kepada orang lain, tidak memberikan manfaat dan tidak pula menyumbangkan faedah. Bagaimana gambaran yang menyakitkan ketika engkau melihat seorang faqih (ahli fikih) berteman orang jahil yang tidak mengambil faedah apapun dari fikihnya, seorang qari (ahli baca al-Qur`an) yang ditemani orang yang ummi (tidak bisa baca tulis) yang tidak berguna baginya keindahan bacaannya, dan seorang ‘abid (ahli ibadah) yang berada di samping seorang yang fasik yang tidak menular sedikitpun dari keshalehannya. Dakwah itu sendiri merupakan manfaat yang bersifat umum, maka ketika Abu Dzarr radiallahuanhu masuk Islam, pembicaraan Rasulullah bersamanya adalah sabda beliau Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam kepadanya:
فَهَلْ أَنْتَ مُبَلِّغٌ عَنِّي قَوْمَكَ, لَعَلَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ أَنْ يَنْفَعَهُمْ بِكَ وَيُأْجُرَكَ فِيْهِمْ
Apakah engkau bisa menyampaikan kepada kaum engkau tentang dakwahku, semoga Allah subhanahu wataala memberi manfaat kepada mereka dengan (dakwah) engkau, dan memberi pahala kepadamu pada mereka.”[i]
Tarbiyah pertama pembicaraan pertama masuk Islam adalah tarbiyah berdakwah dan berusaha menyalurkan manfaatnya kepada orang lain.
          Paman Jabir bin Abdullah  meruqyah dari sengatan kalajengking, maka ia berkata,’Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau melarang dari ruqyah dan sesungguhnya aku meruqyah dari sengatan kalajengking.’ Seolah-olah dia minta ijin dalam hal itu. Maka Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda bersabda:
مَنِ اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْفَعَ أَخَاهُ فَلْيَفْعَلْ
Barangsiapa yang bisa memberi manfaat kepada saudaranya, maka hendaklah ia melakukannya.’[ii]
          Dan terkadang engkau menemukan sebagian orang yang enggan melakukan sesuatu  yang tidak membahayakannya, padahal berguna bagi orang lain, karena hanya mengurus kepentingan pribadinya. Ini bukanlah sifat seorang muslim. Karena alasan itulah, Umar bin Kaththab ra mencela Muhammad bin Maslamah ra ketika ia menghalangi adh-Dhahhak ra bin Khalifah  menggali saluran air yang mengalir ke tanahnya yang melewati tanah Muhammad bin Maslamah , maka Umar radhiallahuanh  berkata: ‘Kenapa engkau menghalangi sesuatu yang berguna untuk saudaramu, dan ia menjadi manfaat untukmu, engkau menyiram dengannya yang pertama dan terakhir, dan ia tidak membahayakanmu…demi Allah, ia pasti melewatinya sekalipun di atas perutmu.’[iii]
          Seorang muslim pada dasarnya selalu berusaha memberikan pelayanan kepada yang membutuhkannya, memberi nasehat kepada yang tidak mengetahuinya, memberi manfaat kepada yang berhak menerimanya berdasarkan motivasi dan keinginan dari dirinya. Rasul kita Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam mengatakan kepada pamannya Abbas bin Abdul Muththalib ,’Wahai pamanku, bukankah aku mencintaimu? Bukankah aku memberikan manfaat kepadamu? Bukankah aku menyambung silaturrahim kepadamu?[iv] Dan di antara wasiat  Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda bersabda kepada Abu Barzah  ketika ia berkata kepada beliau: Wahai Rasululah, ajarkanlah kepadaku sesuatu yang dengannya Allah subhanahuwataala memberi manfaat kepadaku.’ Beliau Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda bersabda:
اُنْظُرْ ماَيُؤْذِي النَّاسَ فَاعْتَزِلْهُمْ عَنْ طَرِيْقِهِمْ
Lihatlah sesuatu yang menyakiti manusia, maka singkirkanlah dari jalan mereka.’[v]
Pelayanan seperti ini menambah sifat tawadhu' dan menanamkan makna-makna kebaikan di dalam jiwa seorang da'i, serta menjadikan masyarakat di sekitarnya melihat semangat bekerja padanya dalam segala hal yang memberi manfaat atau menolak bahaya dari mereka.
          Dan apabila seorang mukmin mengingat nikmat Allah azza wajalla kepadanya dengan memberi hidayah, merasakan manisnya iman dan kenikmatan taat, maka ia tidak akan pelit dengan kata-kata yang baik (memberi nasehat dan dakwah), untuk menyelamatkan manusia yang masih belum merasakan seperti yang telah dia rasakan dan terhijab dari apa yang telah dia kenal. Karena itulah, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda memberi perumpamaan dengan bumi yang subur, yang menerima hujan lalu menumbuhkan tanaman, maka beliau bersabda:
وَذلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقُهَ فِى دِيْنِ اللهِ عز وجل وَنَفَعَهُ اللهُ عز وجل بِمَا بَعَثَنِي اللهُ بِهِ وَنَفَعَ بِهِ فَعَلِمَ وَعَلَّمَ...
"Maka itulah perumpamaan orang paham terhadap agama Allah  , dan Allah   memberi manfaat kepadanya dengan ajaran yang Dia   mengutusku dengannya, mengambil manfaat dengannya, mengetahui dan mengajarkan (kepada orang lain)…"[vi]

Di antara gambaran amaliyah untuk menciptakan manfaat bahwa engkau tidak membiarkan tanah yang engkau miliki menganggur, tanpa diurus atau ditanami, padahal engkau mempunyai saudara yang menganggur, yang mampu mengurus tanah itu dan mengambil manfaat dengannya. Dalam hal itu, Rasulullah Shallallahu Alalaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ كَانَ لَهُ أَرْضٌ فَلْيَزْرَعْهَا فَإِنْ لَمْ يَزْرَعْهَا فَلْيُزْرِعْهَا أَخَاهُ
"Barangsiapa yang mempunyai tanah, hendaklah ia menanaminya. Apabila ia tidak bisa menanaminya, maka hendaklah ia meminta saudaranya untuk menanaminya."[1]
Sangat banyak di kalangan kaum muslim yang mempunyai kemampun yang menganggur, kekayaan yang terpendam, dan energi yang terbuang percuma, dan kita tidak berfikir untuk memanfaatkannya, yang manfaatnya kembali kepada kaum muslimin. Apakah engkau memberikan sumbangan dengan ilmu pengetahuanmu, bersedekah dengan keringatmu, membantu dengan usahamu, agar engkau selalu termasuk dari orang yang dijadikan Allah I sebagai kunci kebaikan, penutup keburukan, dan saat itulah kabar gembira untukmu adalah surga. Sebagaimana dalam hadits:
فَطُوْبَى لِمَنْ جَعَلَ اللهُ مَفَاتِيْحَ الْخَيْرِ بِيَدَيْهِ وَوَيْلٌ لِمَنْ جَعَلَ اللهُ مَفَاتِيْحَ الشَّرِّ بِيَدَيْهِ
"Maka beruntunglah bagi orang yang Allah I menjadikan kunci-kunci kebaikan lewat kedua tangannya, dan celaka bagi orang yang Allah I menjadikan kunci-kunci kejahatan lewat dua tangannya."[2]
          Dan supaya manfaat terus berlangsung untuk orang-orang seperti itu, maka diberikanlah dukungan dengan harta dan kekuasaan. An-Nasa`i menyebutkan –setelah hadits dalam kitab pembagian harta fai- cara membagi jatah Rasulullah Shallallahu Alalaihi wa Sallam dari harta ghanimah setelah wafatnya beliau, ia berkata: Dan jatah bagian Rasulullah Shallallahu Alalaihi wa Sallam diserahkan kepada imam (pemimpin): ia membeli kuda dari mereka dan senjata, memberikan darinya kepada orang yang dia lihat, dari orang yang berkecukupan dan bermanfaat untuk umat Islam, dan dari kalangan ahli hadits, ilmu, fikih dan al-Qur`an.[3]
          Dan Rasulullah Shallallahu Alalaihi wa Sallam menjadikan seorang mukmin sebagai perumpamaan selalu memberi manfaat dan menyerupakan dengan pohon kurma  karena selalu hijau dan bisa memberikan manfaat dengan semua yang ada padanya, beliau bersabda:
إِنِّي َلأَعْلَمُ شَجَرَةً يُنْتَفَعُ بِهَا مِثْلُ الْمُؤْمِنِ
"Sesungguhnya aku mengetahui pohon yang diambil manfaat dengannya seperti seorang mukmin.'[4]
Dan seorang mukmin berusaha memberikan manfaat untuk manusia karena Allah azza wajalla, mengharap ridha-Nya, dan tidak dikuasai oleh perasaan pribadi atau posisi yang berbeda. Rabb  mencela Abu Bakr Radhiallahu Anhu saat ia bersumpah tidak akan memberi nafkah kepada Misthah bin Utsatsah  karena ikut serta dalam peristiwa ifk (berita bohong). Maka tatkala turun firman AllahAzza Wa Jalla:
وَلاَيَأْتَلِ أُولُوا الْفَضْلِ مِنكُمْ وَالسَّعَةِ أَن يُؤْتُوا أُوْلِى الْقُرْبَى وَالْمَسَاكِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ فِي سَبِيلِ اللهِ وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا أَلاَتُحِبُّونَ أَن يَغْفِرَ اللهُ لَكُمْ وَاللهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema'afkan dan berlapang dada.Apakah kamu tidak ingin Allah mengampunimu ?Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS. an-Nur:22)
Abu Bakar radhiallahu anhu berkata: bahkan, demi Allah, sesungguhnya kami ingin agar Dia Azza Wa Jalla mengampuni kami. dan iapun memberikan manfaat kepada Misthah .
Apakah engkau ingin agar Allah Azza Wa Jalla mengampunimu, maka marilah terus menambah dalam berdakwah, memberi nasehat, faedah dan manfaat, memanfaatkan waktu dan kemampuan… maka sesungguhnya ia seperti yang disabdakan oleh Nabi muhammad Shallallahu Alalaihi wa Sallam.
Di antara gambaran amaliyah untuk menciptakan manfaat bahwa engkau tidak membiarkan tanah yang engkau miliki menganggur, tanpa diurus atau ditanami, padahal engkau mempunyai saudara yang menganggur, yang mampu mengurus tanah itu dan mengambil manfaat dengannya. Dalam hal itu, Rasulullah Shallallahu Alalaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ كَانَ لَهُ أَرْضٌ فَلْيَزْرَعْهَا فَإِنْ لَمْ يَزْرَعْهَا فَلْيُزْرِعْهَا أَخَاهُ
"Barangsiapa yang mempunyai tanah, hendaklah ia menanaminya. Apabila ia tidak bisa menanaminya, maka hendaklah ia meminta saudaranya untuk menanaminya."[1]
Sangat banyak di kalangan kaum muslim yang mempunyai kemampun yang menganggur, kekayaan yang terpendam, dan energi yang terbuang percuma, dan kita tidak berfikir untuk memanfaatkannya, yang manfaatnya kembali kepada kaum muslimin. Apakah engkau memberikan sumbangan dengan ilmu pengetahuanmu, bersedekah dengan keringatmu, membantu dengan usahamu, agar engkau selalu termasuk dari orang yang dijadikan Allah Azza Wa Jalla sebagai kunci kebaikan, penutup keburukan, dan saat itulah kabar gembira untukmu adalah surga. Sebagaimana dalam hadits:
فَطُوْبَى لِمَنْ جَعَلَ اللهُ مَفَاتِيْحَ الْخَيْرِ بِيَدَيْهِ وَوَيْلٌ لِمَنْ جَعَلَ اللهُ مَفَاتِيْحَ الشَّرِّ بِيَدَيْهِ
"Maka beruntunglah bagi orang yang Allah I menjadikan kunci-kunci kebaikan lewat kedua tangannya, dan celaka bagi orang yang Allah I menjadikan kunci-kunci kejahatan lewat dua tangannya."[2]
          Dan supaya manfaat terus berlangsung untuk orang-orang seperti itu, maka diberikanlah dukungan dengan harta dan kekuasaan. An-Nasa`i menyebutkan –setelah hadits dalam kitab pembagian harta fai- cara membagi jatah Nabi Rasulullah Shallallahu Alalaihi wa Sallamdari harta ghanimah setelah wafatnya beliau, ia berkata: Dan jatah bagian Rasulullah Shallallahu Alalaihi wa Sallam diserahkan kepada imam (pemimpin): ia membeli kuda dari mereka dan senjata, memberikan darinya kepada orang yang dia lihat, dari orang yang berkecukupan dan bermanfaat untuk umat Islam, dan dari kalangan ahli hadits, ilmu, fikih dan al-Qur`an.[3]
          Dan Rasulullah Shallallahu Alalaihi wa Sallam menjadikan seorang mukmin sebagai perumpamaan selalu memberi manfaat dan menyerupakan dengan pohon kurma  karena selalu hijau dan bisa memberikan manfaat dengan semua yang ada padanya, beliau bersabda:
إِنِّي َلأَعْلَمُ شَجَرَةً يُنْتَفَعُ بِهَا مِثْلُ الْمُؤْمِنِ
"Sesungguhnya aku mengetahui pohon yang diambil manfaat dengannya seperti seorang mukmin.'[4]
Dan seorang mukmin berusaha memberikan manfaat untuk manusia karena Allah Azza Wa Jalla, mengharap ridha-Nya, dan tidak dikuasai oleh perasaan pribadi atau posisi yang berbeda. Rabb Azza Wa Jalla mencela Abu Bakr t saat ia bersumpah tidak akan memberi nafkah kepada Misthah bin Utsatsah t karena ikut serta dalam peristiwa ifk (berita bohong). Maka tatkala turun firman Allah Azza Wa Jalla:
وَلاَيَأْتَلِ أُولُوا الْفَضْلِ مِنكُمْ وَالسَّعَةِ أَن يُؤْتُوا أُوْلِى الْقُرْبَى وَالْمَسَاكِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ فِي سَبِيلِ اللهِ وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا أَلاَتُحِبُّونَ أَن يَغْفِرَ اللهُ لَكُمْ وَاللهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema'afkan dan berlapang dada.Apakah kamu tidak ingin Allah mengampunimu ?Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS. an-Nur:22)
Abu Bakar t berkata: bahkan, demi Allah, sesungguhnya kami ingin agar Dia  mengampuni kami. dan iapun memberikan manfaat kepada Misthah .
Apakah engkau ingin agar Allah Azza Wa Jalla mengampunimu, maka marilah terus menambah dalam berdakwah, memberi nasehat, faedah dan manfaat, memanfaatkan waktu dan kemampuan… maka sesungguhnya ia seperti yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu Alalaihi wa Sallam:
خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
"Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia yang lain."[5]

Kesimpulan:
  1. Apabila seorang mukmin tidak memberikan manfaat, berarti kebaikannya tidak menjalar kepada orang lain.
  2. Barangsiapa yang bisa memberi manfaat kepada saudaranya maka hendaklah ia melakukannya.
  3. Segera memberikan manfaat sebelum diminta.
  4. Memanfaatkan semua kesempatan untuk menyampaikan kebaikan.
  5. Manfaat yang paling wajib adalah untuk karib kerabat.
  6. Barangsiapa yang tidak mampu memberikan manfaat, maka hendaklah ia bersungguh-sungguh untuk tidak membahayakan orang lain.
  7. Manfaat yang paling tinggi adalah jihad dan yang terendah adalah 'uzlah.
  8. Besarnya manfaat disertai besarnya tanggung jawab, dan bahaya juga seperti itu.
  9. Dalam memberikan manfaat, mengambil kesempatan bagi energi yang terbuang percuma untuk kepentingan orang yang membutuhkannya.
  10. Manfaat menjadi dengan memberikan dukungan dengan harta dan kekuasaan.
  11. Di antara karekteristik seorang mukmin adalah:  kebaikannya saja yang selalu terus dirasakan dan banyak manfaatnya.
12. Yang bermanfaat adalah manusia yang terbaik.


[1]  Shahih Muslim, kitab jual beli, bab ke-17, hadits no. 88 (Syarh an-Nawawi 5/454)

[2] Shahih Sunan Ibnu Majah, Muqaddimah (pengantar), bab ke-19, hadits no 193/237 (Hasan)

[3]  Shahih Sunan an-Nasa`i karya Syaikh al-Albani, dari komentar an-Nasa`i  terhadap hadits no 3866 dari kitab pembagian harta fai.

[4] Musnad Ahmad 2/115, seperti dalam riwayat  al-Bukhari dalam kitab ilmu, bab ke-5, no 62 (Fath 1/147)

[5]  Shahih al-Jami' no 3289 (Hasan).
:
خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
"Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia yang lain."[5]

[i] Shahih al-Jami’, no. 176 (Hasan)

[ii] Shahih Muslim, kitab fadhail, bab ke-28, no. 132/2473.

[iii] Muwaththa’ Imam Malik, kitab Aqdiyah, bab ke-26, hadits ke 33.

[iv] Shahih Sunan Ibnu Majah , kitab shalat,  bab ke-190 no. 1138.

[v] Musnad Imam Ahmad 4/423.

[vi] Shahih al-Bukhari, kitab ilmu, bab ke-20, no. 79 (Fath al-Bari 1/175).

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.