Ahlussunnah tidak mengkafirkan seseorang dengan terang dari kaum
muslimin yang terjerumus dalam kekufuran kecuali setelah jelas iqomatul
hujjah ( memberikan ilmu dan dalil ) , serta masuk syarat, dan hilang
sebab-sebab penghalangnya, hilang subhat dari kebodohan dan
penta’wilan, dan yang demikian membuka darinya perkara tersembunyi yang
membutuhkan untuk dibuka dan dijelaskan, dengan menyelisihi sesuatu yang
jelas, sperti ingkar wujudnya Alloh, mendustakan Rosul, memdustakan
risalahnya, dan mendustakan kalau Rosul sebagai penutup kenabian.
Ahlussunnah tidak mengkafirkan seseorang dari kaum muslimin yang
dipaksa kafir ketika hatinya tetap beriman, juga tidak mengkafirkan
seseorang dari kaum muslimin dengan perbuatan dosa walaupun dosa besar
sekalipun yang selain syirik, mereka tidak menghukumi pelaku dosa besar
dengan hukuman kafir, sesungguhnya mereka hanya menguhukumi atasnya
suatu kefasikan, kurangnya iman, selagi tidak hilang disanya.
Ahlussunnah tidak mengkafirkan seseorang dari kaum muslimin dari sebab
dosa yang tidak diajarkan di dalam al-Qur’an dan assunnah bahwa dia
berbuat kufur, apabila mati seseorang atas demikian yaitu tidak
ditunjukkan dalil sesungguhnya dia kufur maka urusannya terserah Alloh,
jika Alloh menghendaki akan menyiksanNya, jika menghendaki maka Alloh
mengampuninya, berbeda dari firqoh yang sesat yang menghukumi kafir atas
seseorang yang terkena dosa besar, seperti Mu’tazilah dll.” ( al-Wajiz
Fi Aqidati Salafis Sholih Ahlisuunah Wal jama’ah. Hal. 121-122 )
Ahlussunnah tidak mengkafirkan seseorang dari ahli bid’ah dan maksiyat
atau kekufuran dan antara secara hukum atas seorang dengan jelas atas
perbuatannya daro orang Islam yang masih tetap keIslamannya, muncul pada
dirinya suatu perbuatan bid’ah, atau dia sedang maksiyat, fasiq, kafir,
tidak dihukumi mereka atasnya sehingga jelas menjelasakan kebenaran
baginya, memberikan dalil dan menghilangkan subhat. Sebagaimana kaidah
ushul fiqih “ Man Tsabata Islamuhu Bi yaqin Fala Yazulu Bisakkin.” Maka
dengan kaidah ini Ahlussunnah ( Salafus Sholih ) Ketika Ali bin Abi
Tholib Rodhiallohuanhu ditanya tentang Ahlu Nahrowan Apakah merka kafir ?
Beliau berkata : sebagian kafir maka larilah kalian, maka ditanya lagi,
Apakah mereka orang Munafiq ? beliau berkata : Munafiq, orang yang
tidak berdzikir kepada Alloh kecuali sedikit, mereka berdzikir kepada
Alloh pagi dan sore, akan tetapi mereka adalah saudara kami hanya saja
mereka memusuhi kami.” ( HR. al-Baihaqi Fi Sunanil Kubro. Juz. 8 Hal.
173 )
LARANGAN MENGKAFIRKAN SEORANG MUSLIM KECUALI DENGAN CARA YANG BENAR
Rosululloh
Shollallohu alaihi wasallam mengingatkan umatnya agar tidak mudah
mengkafirkan seseorang tanpa sebab dan dalil yang mengharuskan seseorang
untuk dikafirkan.
Rosululloh Shollallohu alaihi wasallam
bersabda : “Siapapun berkata kepada saudaranya ( Muslim ) “ Wahai orang
kafir”, maka sungguh telah kembali dengannya salah satu dari keduanya.”
( HR.Muslim. No. 6104. 60. Dari Ibnu Umar )
Rosululloh
Shollallohu alaihi wasallam bersabda:” Apabila seorang laki-laki
mengatakan kepada saudaranya ( Muslim ) “) “ Wahai orang kafir”, maka
sungguh telah kembali dengannya salah satu dari keduannya.” (
HR.Bukhori. No. 6103 )
Rosululloh Shollallohu alaihi wasallam
bersabda:” Barang siapa yang menuduh seorang Mu’min dengan kekafiran ,
maka ia seperti membunuhnya.” ( HR.Bukhori. No. 6046 )
Rosululloh
Shollallohu alaihi wasallam bersabda:” Tidaklah seorang laki-laki
menuduh orang laki-laki yang lainnya dengan kefasikan, dan tidak pula
dengan kekafiran, kecuali akan kembali kepadanya, jika sahabatnya tidak
seperti yang ia tuduhkan.” ( HR.Bukhori. No. 6045 )
Berkata Imam
as-Syaukani Rohimahulloh :” Ketahuilah bahwa menghukumi kepada seorang
Muslim bahwa dia keluar dari Islam, dan masuk ke dalam kekufuran tidak
selayaknya seorang Muslim yang beriman kepada Alloh dan hari akhir untuk
melakukannya, kecuali dengan bukti yang lebih jelas daripada matahari
di siang hari.” ( Sailul Jaror. 4/578 )
Berkata Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyyah Rohimahulloh :” Orang ahli ta’wil bodoh yang udzur tidak
sama hukumnya dengan orang penentang lagi durhaka, bahkan Alloh
menjadikan tiap-tiap segala sesuatu taqdirnya.” ( 5/382 )
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rohimahulloh :” Jika diketahui
seseorang Muslim atas kekafirannya dengan jelas dari orang-orang bodoh
dan semisalnya dia berhukum dengan orang-orang kafir maka tetap tidak
boleh dikafirkan atasnya sebelum ditegakkan hujjah atas mereka dengan
risalah yang menjelaskan bahwa mereka jelas meyelisihi Rosul, begitu
pula ucapan mereka tidak diragukan lagi bahwa mereka kafir, demikian
cara pengkafiran yang jelas.” ( Majmu’ Rosail Wal Masail. 3/348 )
SYARAT DIPERBOLEHKAN MENGKAFIRKAN
Syarat boleh mengkafirkan seseorang sebagaimana penjelasan dalam kaidah ahlussunnah adalah :
1.
Al-Qur’an dan as-Sunnah telah jelas menunjukkan secara qoth’I bahwa
ucapan dan perbuatan yang dilakukan oleh seseorang yang dihukumi kafir,
benar-benar sebagai ucapan dan perbuatan kufur.
2. Terpenuhi syarat-syarat takfir dan hilang penghalang atau pencegah-pencegahnya.
Ketika
ditanya Al-Allamah Syaikh Ibnu Utsaimin Rohimahulloh : Tentang syarat
bahwa seseorang boleh dikatakan kafir. Dan hukum seseorang yang beramal
yang menyebabkan dia kafir…???? Beliau menjawab : menghukumi takfir ada 2
syarat : Pertama, Dalilnya jelas. Kedua mengetahui kedudukan hukum bagi
orang yang berbuat kekufuran jelas diketahui orang yang berbuat
kekufuran dan sengaja melakukan hal itu ( sengaja melanggar ), maka
apabila dia orang bodoh maka tidak boleh dikafirkan.
Sebagaimana firman Alloh Ta’ala :
وَمَنْ
يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى
وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى
وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا (115)
Artinya :” Dan
barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan
mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia
leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu[348] dan Kami
masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat
kembali.” ( QS. an-Nisa’ : 115 ) ( Fitnatut Takfir. Syaikh al-AlBani :
Hal. 70 )
Dari melihat kaidah di atas maka kita harus
mengkafirkan orang yang masuk syarat kekafirannya dan kita tidak boleh
diam apalagi ragu-ragu akan mengucapkan kekafirannya. Sebagaimana
perkataan Syaikhul Islam Muhammad bin Abdil Wahhab Rohimahulloh :”
Barang siapa yang tidak mengkafirkan orang-orang Musyrik, atau ragu-ragu
akan mengatakan kekufuran terhadap mereka, bahkan membenarkan madzhab
mereka maka orang tersebut telah kafir.” ( Aqidatu Tauhid. Syaikh DR.
Sholih Fauzan. Hal. 47 )
Berkata Imam al-Barbahari Rohimahulloh
:” Ketahuilah sesungguhnya manusia apabila tidak membid’ahkan suatu
perbuatan bid’ah yang nyata maka mereka telah meninggalkan sunnah yang
semisalnya.” ( Syarhus Sunnah. Hal. 140 )
SIAPA YANG BOLEH DIKAFIRKAN
1. Orang yang mengkufuri Alloh dan RosulNya :
إِنَّ الَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيُرِيدُونَ أَنْ
يُفَرِّقُوا بَيْنَ اللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيَقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ
وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍ وَيُرِيدُونَ
أَنْ يَتَّخِذُوا بَيْنَ ذَلِكَ
سَبِيلًا (150) أُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ حَقًّا وَأَعْتَدْنَا
لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا (151)
Artinya :” Sesungguhnya
orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud
memperbedakan[373] antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya,
dengan mengatakan: "Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir
terhadap sebahagian (yang lain)", serta bermaksud (dengan perkataan itu)
mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir),
merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah
menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan. (
QS. an-Nisa’ : 150-151 )
2. Orang yang mengatakan Alloh adalah tuhan Isa bin Maryam :
لَقَدْ
كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ
قُلْ فَمَنْ يَمْلِكُ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا إِنْ أَرَادَ أَنْ يُهْلِكَ
الْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَأُمَّهُ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا
وَلِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا يَخْلُقُ
مَا يَشَاءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (17)
Artinya:”
Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya
Allah itu ialah Al Masih putera Maryam." Katakanlah: "Maka siapakah
(gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah, jika Dia hendak
membinasakan Al Masih putera Maryam itu beserta ibunya dan seluruh
orang-orang yang berada di bumi kesemuanya?." Kepunyaan Allahlah
kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya; Dia
menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu.” ( QS. Al-Maidah:17 )
3. Sabda Rosululloh Shollallohu
alaihi wasallam :” Barang siapa yang meninggal dalam keadaan
menyekutukan Alloh Ta’ala terhadap sesuatu, akan masuk neraka.” (
HR.Bukhori. No. 1238. Muslim. No. 92 )
4. Sabda Rosululloh
Shollallohu alaihi wasallam :”Sholat adalah perjanjian antara kita dan
mereka, maka barang siapa yang meninggkan sholat, sungguh ia telah
kafir.” ( HR. Ahmad. 5/347-355 )
5. Mengatakan al-Qur’an adalah makhluk.
Berkata
Imam Ahmad bin Hambal Rohimahulloh :" Barang siapa yang mengatakan
al-Qur'an adalah makhluk, atau dia ragu -ragu dan berkata :" saya tidak
tahu makhluk atau bukan, maka dia ahlil bid'ah maka dia kafir seperti
mengatakan al-Qur'an itu makhluk." ( Ushulussunnah. Hal. 48-49 )
Berkata
Imam Darul Hijroh Malik Rohimahulloh :" Amat jelek orang yang
mengatakan al-qur'an adalah makhluk. Dia harus dipukul ditahan sampai
mati." ( asy-Syari'ah. Imam al-Ajurri : 79 )
Berkata al-Imam
Syafi'i Rohimahulloh :" Barang siapa yang mengatakan al-Qur'an itu
makhluk maka dia kafir." ( asy-Syari'ah. Imam al-Ajurri : 90 )
6. Mencela sahabat.
Berkata
Imam al-Auza’I Rohimahulloh :" Barang siapa yang mencela sahabat
Rosululloh Shollallohu alaihi wasallam sungguh dia telah kafir murtad
dari agamanya dan halal darahnya.” ( al-Ibanah ash-Shughro. 162 )
SIAPA YANG TIDAK BOLEH DIKAFIRKAN
1. Baligh dan berakal
Bersabda
Rosululloh Shollallohu alaihi wasallam :” Pena telah diangkat dari 3
golongan: Tidur hingga bangun, anak hingga dewasa, gila hingga berakal.”
( HR. Ahmad. 24694. Ibnu Majah. No. 2041 )
Berkata Imam Ibnu
Mundzir Rohimahulloh :” Ulama’ telah sepakat bahwa orang gila apabila
murtad ketika dalam kondisi gila , dihukumi sebagai seorang muslim.” (
al-Ijma’: 22 )
2. Orang yang dipaksa kafir tapi hatinya beriman.
إِلَّا
مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالْإِيمَانِ وَلَكِنْ مَنْ شَرَحَ
بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِنَ اللَّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ
عَظِيمٌ (106)
Artinya : “kecuali orang yang dipaksa kafir padahal
hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi
orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah
menimpanya dan baginya azab yang besar. ( QS. an-Nahl :106 )
3. Belum datang Hujjah ( Dalil ) padanya.
مَنِ
اهْتَدَى فَإِنَّمَا يَهْتَدِي لِنَفْسِهِ وَمَنْ ضَلَّ فَإِنَّمَا
يَضِلُّ عَلَيْهَا وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى وَمَا كُنَّا
مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولًا (15)
Artinya :” Barangsiapa
yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), maka sesungguhnya dia
berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barangsiapa yang
sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri.
Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami
tidak akan meng'azab sebelum Kami mengutus seorang rasul.” ( QS.
al-Isro’ :15 )
4. Salah dalam menta’wil nash yang dilarang.
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah Rohimahulloh :” Karena itulah Rosululloh
Shollallohu alaihi wasallam memberikan udzur ( keringanan ) kepada orang
yang salah dalam mentakwilkan “ sehingga jelas baginya benang putih
dari benang hitam.” Dan juga memberikan udzur kepada Usamah bin Zaid
Rodhiallohuanhu yang membunuh orang yang mengucapkan “ laa ilaha
illallohu,” karena beliau menyangka bahwa orang tersebut melindungi
dirinya dari pembunuhan dengan mengucapkan kalimat tauhid tersebut.
Demikian pula Kholid bin Walid Rodhiallohuanhu ketika membunuh orang
yang mengucapkan “ shoba’na.” ( kami masuk Islam ), karena beliau
mentakwilkan. Demikian pula Abu Bakar as-Shiddiq Rodhiallohuanhu
memberikan udzur kepada Kholid bin Walid Rodhiallohuanhu , ketika
membunuh Malik bin Nuwairoh, karena beliau mentakwilkan. Demikian pula
para shohabat ketika mengucapkan kepada sebagian yang lainnya” engkau
adalah munafiq”, Rosululloh Shollallohu alaihi wasallam memberikan udzur
kepada mereka, karena mereka mentakwilkan.” ( Minhajus Sunnah: 6/89 )
AKHLAK ULAMA’ DALAM MASALAH TAKFIR
Berkata al-Hafidz Ibnu Katsir Rohimahulloh :” Imam Ahmad tidak
mengkafirkan mereka yang mengatakan al-Qur’an adalah makhluk (
Mu’tazilah : Ma’mun, Mu’tashim, Watsiq ) maksudnya tidak mengkafirkan
nama orang, individu tapi tetap mengkafirkan secara umum dalam hukum
kemakhlukkannya. Karena mereka menta’wilkan , dan karena para ahli
bid’ah merancaukan masalah ini kepada mereka sehingga tidak terang
kebenaran bagi mereka. ( Kholifah Abasiyyah ). ( al-Bidayah Wan Nihayah.
14/404-405. Siyar A’lamin Nubala’. 11/ 261 )
Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyyah Rohimahulloh :” Bahkan Imam Ahmad mendo’akan ampunan dan
rahmat atas mereka, karena beliau mengetahui bahwa tidak tampak bagi
mereka pendustaan terhadap Alloh Ta’ala dan RosulNya dan tidak pula
mereka ingkar terhadap apa yang dibawa oleh Rosululloh Shollallohu
alaihi wasallam, tetapi mereka hanya menta’wil dengan ta’wil yang
salah.” ( Majmu’ Fatawa : 23/348, 349 )
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah Rohimahulloh :”Dan telah kita maklumi bersama bahwa mendo’akan
rohmat dan ampunan kepada orang kafir tidak diperbolehkan. Dengan
melihat secara singkat, sikap yang diambil oleh Imam Ahmad ini, yang
berupa mendo’akan rohmat dan ampunan dari mereka, kita mengetahui scara
pasti bahwa Imam Ahmad tidaklah mengkafirkan para Kholifah Abasiyyah
tersebut, walaupun mereka mengkafirkan orang-orang yang menyelisihi dan
tidak mau berucap dengan ucapan mereka.” (Majmu’ Fatawa : 12/489 dan
7/507,508 )
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rohimahulloh :” Karena
itulah, saya mengatakan kepada orang-orang Jahmiyyah dari kalangan ahli
hulul mereka mengatakan Alloh menyatu dengan makhluk dan orang - orang
yang mengingkari sifat-sifat Alloh, mengingkari bahwasannya Alloh
bersemayam di atas Arsy. Tatkala mereka menguji orang-orang yang
bersebrangan dengan mereka, “ seandainya saya menyepakati kalian , saya
telah kafir, karena saya mengetahui bahwa ucapan kalian adalah untuk
ulama’, para hakim, guru-guru dan pemimpin-pemimpin mereka. Dan asal
kejahilan mereka adalah, subhat-subhat akal yang bertengger di
kepala-kepala mereka, karena ketidaktahuan mereka terdapat ilmu manqul (
al-Qur’an dan as-Sunnah ) yang shohih dan akal yang jelas, yang tidak
bertentangan dengannya.” ( ar-Rod ‘alal Bakri. 2/ 494 )
Syaikhul
Islam Muhammad bin Abdil Wahhab Rohimahulloh :” Jika kami tidak
mengkafirkan orang-orang yang menyembah berhala, yang ada di kubah Abdul
Qodir, Ahmad Badawi dan selain dari mereka, karena kejahilan mereka dan
tidak adanya orang yang memperingatkan mereka, lalu bagaimana saya
mengkafirkan orang yang tidak melakukan kesyirikan terhadap Alloh
Ta’ala, tidak hijrah kepada kami, tidak mengkafirkan dan tidak berperang
bersama kami,!!! Subhanalloh..ini adalah kedustaan yang besar.” (
Fatawa dan Masail Syaikhul Islam Muhammad bin Abdil Wahhab Rohimahulloh.
Hal. 11 )
Syaikhul Islam Muhammad bin Abdil Wahhab Rohimahulloh
:” Saya tidak mengkafirkan Bushiri, dengan ucapannya” Wahai makhluk
yang paling mulia.” ( Majmu’ Mualafatis Syaikh Muhammad, Rosail
Syakhsyiyah. 3/33,85 )
Ditanya al-Allamah Syaikh Abdulloh bin
Jibrin Rohimahulloh tentang ucapan Imam Ibnu Qudamah Rohimahulloh :”
Kami tidak mengkafirkan seseorang sebab suatu dosa, dan kami tidak
memurtadkan seseorang karena suatu amalan.” Beliau menjawab :”Maksudnya
selagi dia Muslim, maka adapun dia berbuat yang sampai mengeluarkan dia
dari Islam berarti dia tidak Muslim, karena dia berbicara dengan orang
Muslim, kami tidak mengkafirkan seorang Muslim karena beramal seperti
amalan orang Islam dan tidak kebalikannya.” (( Fitnatut Takfir. Syaikh
al-AlBani : Hal. 71 )
SIAPAKAH YANG BERHAK MENFATWAKAN KAFIR
Yang
berhak menfatwakan bahwa seseorang itu sudah bisa dikatakan kafir atau
belum hanya para ulama’ mujtahid karena mereka yang lebih tahu
keadaannya, syurut, mawanik, serta sebab-sebab alasan yang mendasar dan
sebab-sebab yang tidak mendasar bahwa seseorang sudah dianggap layak dan
patut untuk dikafirkan.
Berkata Imam Ibnul Qoyyim Rohimahulloh :
Berkata Imam Syafii Rohimahulloh yang diriwayatkan dari Imam Khotib
al-Bahgdadi dalam kitabnya al- Faqih wal Mutafaqqih , tidak halal bagi
seseorang untuk berfatwa di dalam agama Alloh kecuali orang yang faham
dan arif dalam kitabulloh dari hukum nasikh dan mansukhnya muhkam dan
mutasyabihatnya ta’wilannya sababunnuzulnya makiyah dan madinahnya dan
apa-apa yang dimaksudkannya, kemudian dia harus alim terhadap sunnah,
dan hadits Rosulalloh Shollallohu alaihi wasallam baik nasikh dan
mansukhnya hadits dan dia mengetahui hadits seperti mengetahui
al-qur’an, dan dia juga mengetahui bahasa arob dan syair yang bisa
memperkuat dari al-qur’an dan sunnah yang akan bisa dijadikan pedoman
untuk beramal, kemudian setelah itu dia juga harus mengetahui terjadinya
perbedaan dikalangan ulama’ yang ada di negerinya, kemudian baru dia
boleh berbicara tentang halal dan harom, apabila tidak ada syarat yang
demikian maka tidak boleh seorangpun untuk berfatwa.
Berkata
Sholih bin Ahmad aku berkata pada bapakku : bagaimana pendapatmu apabila
ada seseorang yang ditanya tentang sesuatu maka dia menjawab dengan
hadits yang dia tidak tahu fiqh ? maka beliau berkata : sebaiknya
seseorang yang berfatwa agar dia alim terhadap al-qur’an dan assunnah,
dengan sanad-sanad yang shohih dan menyebut perkataan para ulama’
dahulu.
Berkata Ali bin Syaqiq Ibnul Mubarok ditanya kapan
seseorang menjadi Mufti beliau berkata : apabila dia alim dalam atsar
dan benar ro’yunya.
Yahya bin Aktsam ditanya kapan seseorang
menjadi Mufti beliau menjawab : apabila dia memilki atsar dan ro’yu yang
lurus. (I’lamul Muwaqqi’in An Robbil Alamin, Imam Ibnul Qoyyim, Hal. 46
Juz.1 tahqiq Syaikh Thoha Abdurrouf Sa’ad )
Berkata Imam Ibnul
Qoyyim Rohimahulloh : “ Orang yang tidak boleh berfatwa yaitu orang yang
tidak tahu nash yang shohih sebagaimana Alloh Ta’ala berfirman :” jika
mereka tidak mau memenuhi panggilanmu ( wahai Muahammad ) ketahuilah
sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang mengikuti hawa nafsu mereka,
dan siapa yang lebih sesat dari orang yang mengikuti hawa nafsunya yang
bukan petunjuk dari Alloh, sesungguhnya Alloh tidak akan memberi
petunjuk bagi orang-orang yang dholim ( berbuat aniayah pada diri mereka
“ maka perkara terbagi menjadi 2 bagian bukan 3 yang pertama adakalanya
dia menjawab seruan Alloh dan RosulNya, adakalanya dia mengikuti hawa
nafsunya, maka setiap yang tidak datang dari Rosul maka itu dikatakan
mengikuti hawa nafsunya. “ (I’lamul Muwaqqi’in An Robbil Alamin, Imam
Ibnul Qoyyim, Hal. 47 Juz.1 tahqiq Syaikh Thoha Abdurrouf Sa’ad )
Berkata Imam Ibnul Qoyyim Rohimahulloh : “ Tatkala menyampaikan dari
Alloh Ta’ala dan RosulNya bersandarkan kepada ilmu yang ia akan
sampaikan dan berdasarkan kejujuran, tidaklah sah derajat penyampaian
riwayat dan fatwa kecuali bagi orang yang memiliki sifat ilmu dan jujur,
bagus, dan diridhoi sejarah kehidupannya, adil ucapan dan perbuatannya,
sama antara kebagusan lahir batinnya, di waktu keluar dan masuknya
serta semua keadaanya. Apabila tanda tangan atas nama raja merupakan
kedudukan yang tidak diingkari keutamaan dan kadarnya, ia merupakan
setinggi-tinggi kedudukan yang mulia, maka bagaimana dengan tanda tangan
atas nama Robb bumi dan langit.” ((I’lamul Muwaqqi’in An Robbil Alamin,
Imam Ibnul Qoyyim, Hal. 10 Juz.1 tahqiq Syaikh Thoha Abdurrouf Sa’ad )
PENUTUP
Selayaknya seorang Muslim memahami masalah takfir ini dengan luas dan
baik, tidak mudah mengkafirkan juga tidak diam akan mengatakan kafir
manakala sudah selayaknya dikatakan kafir, serta difikirkan dengan ilmu
yang benar, serta menahan diri dengan sebaik-baiknya, karena masalah
agama ada konsekuwensi terhadap semua apa yang kita ucapkan kita perbuat
kita dengar dan kita lihat, sebagaimana Alloh berfirman :
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا (36)
Artinya
:” Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati,
semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.´( QS. Al-Isro’ : 36 ).
Dengan demikian manakala semua masalah dicermati dengan benar
dan dikembalikan kepada ahlinya maka akan dihasilkan kemaslahatan,
kedamaian, diantara kaum muslimin, semua akan terjaga baik
kehormatannya, hartanya, jiwannya, serta darahnya. Dan ini merupakan
hasil syari’at yang benar-benar berjalan pada jalannya dan berfungsi
dengan baik dan benar yang dijalankan oleh kaum muslimin berdasarkan
petunjuk Alloh dan RosulNya sesuai pemahaman salaful ummah dan penuntun
ulama’ robbani dari Imam kaum Muslimin. Demikian hanya kepadaNya kita
berserah diri dari semua kebenaran yang ada. Wallohu A’lam,
Walhamdulillahirobbil Alamin.
01 September 2012
METODE AHLUSSUNNAH DALAM MASALAH MENGKAFIRKAN ORANG
Diberdayakan oleh Blogger.
0 komentar:
Posting Komentar