Fenomena
wanita berkarir sebenarmya bukanlah fenomena yang baru muncul kemarin
sore, melainkan sejak zaman awal diciptakannya manusia. Hanya cara dan
istilahnya yang berbeda pada masing masing zaman. Dan hal yang perlu
diperhatikan oleh kita semua khususnya para Muslimah terkait fenomena
tersebut adalah tentang bagaimana cara wanita berkarir dalam pandangan
Islam. Apa–apa saja yang diperbolehkan dan dilarang dalam Islam terkait
wanita berkarir.
Gejolak tentang karir wanita dan wanita
karir dewasa ini semakin hangat, juga di negara Indonesia yang kita
cintai ini. Banyak kalangan yang serius mencurahkan perhatiannya akan
masalah ini, termasuk juga komunitas yang menamakan diri mereka kaum
Feminis dan pemerhati wanita.
Mereka sering mengusung tema “pengungkungan” Islam terhadap wanita dan mempromosikan motto emansipasi dan persamaan hak di segala bidang tanpa terkecuali atau lebih dikenal dengan sebutan kesetaraan gender. Banyak wanita muslimah terkecoh olehnya, terutama mereka yang tidak memiliki basic ilmu pemahaman keagamaan yang kuat dan memadai.
Semoga tulisan ini menggugah
wanita-wanita muslimah untuk kembali kepada fithrah mereka dan memahami
hak dan kewajiban Allah atas dirinya . Amîn.
Kondisi Wanita di Dunia Barat
- Dari sisi historis, terjunnya kaum wanita ke lapangan untuk bekerja
dan berkarir semata-mata karena unsur keterpaksaan. Ada dua hal penting
yang melatarbelakanginya: Pertama,
terjadinya revolusi industri yang mengundang arus urbanisasi kaum
petani pedesaan, tergiur untuk mengadu nasib di perkotaan, karena
himpitan sistem kapitalis yang melahirkan tuan-tuan tanah yang rakus.
Berangkat ke perkotaan mereka berharap mendapatkan kehidupan yang lebih
layak namun realitanya, justru semakin sengsara terpuruk dan menghinakan
diri dengan menjadi budak pemilik harta. Mereka mendapat upah yang
rendah,dan kadang diperlakukan dengan semena-mena layaknya budak dan
tuan.
Kedua, kaum kapitalis dan tuan-tuan tanah yang rakus sengaja menggunakan momen terjunnya kaum wanita dan anak-anak, dengan lebih memberikan porsi kepada mereka di lapangan pekerjaan, karena mau diupah lebih murah daripada kaum lelaki, meskipun dalam jam kerja yang panjang dan melelahkan.
- Kehidupan yang dialami oleh wanita di Barat yang demikian mengenaskan, sehingga menggerakkan nurani sekelompok pakar untuk membentuk sebuah organisasi kewanitaan yang diberi nama Humanitarian Movement yang bertujuan untuk membatasi eksploitasi kaum kapitalis terhadap para buruh, khususnya dari kalangan anak-anak. Organisasi ini berhasil mengupayakan undang-undang perlindungan anak, akan tetapi tidak demikian halnya dengan kaum wanita. Mereka tetap saja dihisap darahnya oleh kaum kapitalis tersebut. Laksana lintah menghisap mangsa yang tidak akan dilepas hingga tidak ada tempat diperutnya.
- Hingga saat ini pun, kedudukan wanita karir di Barat belum terangkat dan masih saja mengenaskan, meskipun sudah mendapatkan sebagian hak mereka. Di antara indikasinya, mendapatkan upah lebih kecil daripada kaum laki-laki, keharusan membayar mahar kepada laki-laki bila ingin menikah, keharusan menanggung beban penghidupan keluarga bersama sang suami, dan lain sebagainya yang jelas keluar dari fitrah wanita .
Beberapa Dampak Negatif dari Terjunnya Wanita untuk Berkarir
Di antara dampak-dampak negatif tersebut adalah:
- Penelitian kedokteran di lapangan (dunia Barat) menunjukkan telah terjadi perubahan yang amat signifikan terhadap bentuk tubuh wanita karir secara biologis, sehingga menyebabkannya kehilangan naluri kewanitaan. Meskipun jenis kelamin mereka tidak berubah menjadi laki-laki, namun jenis wanita semacam ini dijuluki sebagai jenis kelamin ke tiga. Menurut data statistik, kebanyakan penyebab kemandulan para istri yang merupakan wanita karir tersebut bukan karena penyakit yang biasa dialami oleh anggota badan, tetapi lebih diakibatkan oleh ulah wanita di masyarakat Eropa yang secara total, baik dari aspek materiil, pemikiran maupun biologis lari dari fithrahnya (yakni sifat keibuan).
- Penyebab lainnya adalah upaya mereka untuk mendapatkan persamaan hak dengan kaum laki-laki dalam segala bidang. Hal inilah yang secara perlahan melenyapkan sifat keibuan mereka, banyaknya terjadi kemandulan serta mandegnya air susu ibu (ASI) sebagai akibat perbauran dengan kaum laki-laki.
- Di barat, muncul fenomena yang mengkhawatirkan sekali akibat terjunnya kaum wanita sebagai wanita karir, yaitu terjadinya tindak kekerasan terhadap anak-anak kecil berupa pukulan yang keras, sehingga dapat mengakibatkan mereka meninggal dunia, gila atau cacat fisik. Majalah-majalah yang beredar di sana menyebutkan nama penyakit baru ini dengan sebutan Battered Baby Syn (penyakit anak akibat dipukul). Majalah Hexagon dalam volume No. 5 tahun 1978 menyebutkan bahwa banyak sekali rumah – rumah sakit di Eropa dan Amerika yang menampung anak-anak kecil yang dipukul secara keras oleh ibu-ibu mereka atau terkadang oleh bapak-bapak mereka.
- DR. Ahmad Al-Barr mengatakan, “Pada tahun 1967, lebih dari 6500 anak kecil yang dirawat di beberapa rumah sakit di Inggris, dan sekitar 20% dari mereka berakhir dengan meninggal, sedangkan sisanya mengalami cacat fisik dan mental secara akut. Ada lagi, sekitar ratusan orang yang mengalami kebutaan dan lainnya ketulian setiap tahunnya, ada yang mengalami cacat fisik, idiot dan lumpuh akibat pukulan keras.”
- Para wanita karir yang menjadi ibu rumah tangga tidak dapat memberikan pelayanan secara berkesinambungan terhadap anak-anak mereka yang masih kecil, karena hampir seluruh waktunya dicurahkan untuk karir mereka. Sehingga anak-anak mereka hanya mendapatkan jatah sisa waktu dalam keadaan cape dan loyo.
- Berkurangnya angka kelahiran, sehingga pemerintah negara tersebut saat ini menggalakkan kampanye memperbanyak anak dan memberikan penghargaan bagi keluarga yang memiliki banyak anak. Hal ini tentunya bertolak belakang dengan kondisi yang ada di dunia Islam saat ini.
Saksi: Mereka Berbicara
- Seorang Filosof bidang ekonomi, Joel Simon berkata, “Mereka (para wanita) telah direkrut oleh pemerintah untuk bekerja di pabrik-pabrik dan mendapatkan sejumlah uang sebagai imbalannya, akan tetapi hal itu harus mereka bayar mahal, yaitu dengan rontoknya sendi-sendi rumah tangga mereka.”
- Sebuah lembaga pengkajian strategis di Amerika telah mengadakan ‘polling’ seputar pendapat para wanita karir tentang karir seorang wanita. Dari hasil ‘polling’ tersebut didapat kesimpulan: “Bahwa sesungguhnya wanita saat ini sangat keletihan dan 65% dari mereka lebih mengutamakan untuk kembali ke rumah mereka.”
Karir Wanita dalam Perspektif Islam
Allah Ta’ala menciptakan laki-laki dan
wanita dengan karakteristik yang berbeda. Secara alami (sunnatullah),
laki-laki memiliki otot-otot yang kekar, kemampuan untuk melakukan
pekerjaan yang berat, pantang menyerah, sabar dan lain-lain. Cocok
dengan pekerjaan yang melelahkan dan sesuai dengan tugasnya yaitu
menghidupi keluarga secara layak.
Sedangkan bentuk kesulitan yang dialami
wanita yaitu: Mengandung, melahirkan, menyusui, mengasuh mendidik anak,
serta menstruasi yang mengakibatkan kondisinya labil, selera makan
berkurang, pusing-pusing, rasa sakit di perut serta melemahnya daya
pikir, sebagaimana disebutkan di dalam Al-Qur’an:
وَوَصَّينَا الإِنسٰنَ بِوٰلِدَيهِ
حَمَلَتهُ أُمُّهُ وَهنًا عَلىٰ وَهنٍ وَفِصٰلُهُ فى عامَينِ أَنِ اشكُر لى
وَلِوٰلِدَيكَ إِلَىَّ المَصيرُ – سورة لقمان
“Dan Kami perintahkan kepada manusia
(berbuat baik) kepada dua orang, Ibu Bapaknya; Ibunya telah
mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya
dalam dua tahun.” (Qs. Luqman: 14)
Ketika dia melahirkan bayinya, dia harus
beristirahat, menunggu hingga 40 hari atau 60 hari dalam kondisi sakit
dan merasakan keluhan yang demikian banyak. Ditambah lagi masa menyusui
dan mengasuh yang menghabiskan waktu selama dua tahun. Selama masa
tersebut, si bayi menikmati makanan dan gizi yang dimakan oleh sang ibu,
sehingga mengurangi staminanya.
Oleh karena itu, Dienul Islam menghendaki
agar wanita melakukan pekerjaan/karir yang tidak bertentangan dengan
kodrat kewanitaannya dan tidak mengungkung haknya di dalam bekerja,
kecuali pada aspek-aspek yang dapat menjaga kehormatan dirinya,
kemuliaannya dan ketenangannya serta menjaganya dari pelecehan dan
pencampakan.
Dienul Islam telah menjamin kehidupan
yang bahagia dan damai bagi wanita dan tidak membuatnya perlu untuk
bekerja di luar rumah dalam kondisi normal. Islam membebankan ke atas
pundak laki-laki untuk bekerja dengan giat dan bersusah payah demi
menghidupi keluarganya.
Maka, selagi si wanita tidak atau belum
bersuami dan tidak di dalam masa menunggu (‘iddah) karena diceraikan
oleh suami atau ditinggal mati, maka nafkahnya dibebankan ke atas pundak
orangtuanya atau anak-anaknya yang lain, berdasarkan perincian yang
disebutkan oleh para ulama fiqih kita.
Bila si wanita ini menikah, maka sang
suamilah yang mengambil alih beban dan tanggung jawab terhadap semua
urusannya. Dan bila dia diceraikan, maka selama masa ‘iddah (menunggu)
sang suami masih berkewajiban memberikan nafkah, membayar mahar yang
tertunda, memberikan nafkah anak-anaknya serta membayar biaya pengasuhan
dan penyusuan mereka, sedangkan si wanita tadi tidak sedikit pun
dituntut dari hal tersebut.
Bila si wanita tidak memiliki orang yang
bertanggung jawab terhadap kebutuhannya, maka negara Islam yang
berkewajiban atas nafkahnya dari Baitul Mal kaum Muslimin.
Solusi Islam Terhadap Fenomena Karir Wanita
Ada kondisi yang teramat mendesak yang
menyebabkan seorang wanita terpaksa diperbolehkan bekerja ke luar rumah,
namun tetap dengan persyaratan sebagai berikut:
- Disetujui oleh kedua orangtuanya atau wakilnya atau suaminya, sebab persetujuannya adalah wajib secara agama dan qadla’ (hukum).
- Pekerjaan tersebut terhindar dari ikhtilath (berbaur dengan bukan mahram), khalwat (bersunyi-sunyi, menyendiri) dengan laki-laki asing. Sebab ada dampak negatif yang besar jika hal tersebut sampai terjadi,. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:Artinya: “Tidaklah seorang lak-laki bersepi-sepian dengan seorang wanita (yang bukan mahramnya) kecuali setan mejadi yang ketiganya.” (Hadits Riwayat At-Tirmidzi dalam Al-Fitan 2165, Ahmad 115)“Tidaklah seorang laki-laki berkhalwat (bersunyi-sunyi, menyendiri) dengan seorang wanita, kecuali bila bersama laki-laki (yang merupakan) mahramnya.” (HR. Bukhari)
- Menutupi seluruh tubuhnya di hadapan laki-laki asing dan menjauhi semua hal yang memicu timbulnya fitnah, baik di dalam berpakaian, berhias atau pun berwangi-wangian (menggunakan parfum).
- Komitmen dengan akhlaq Islami dan hendaknya menampakkan keseriusan dan sungguh-sungguh di dalam berbicara, alias tidak dibuat-buat dan sengaja melunak-lunakkan suara.Firman Allah: “Maka janganlah sekali-kali kalian melunak-lunakan ucapan sehingga membuat condong orang yang di dalam hatinya terdapat penyakit dan berkata-katalah dengan perkataan yang ma’ruf/baik.” (Qs. Al-Ahzab:32)
- Hendaknya pekerjaan tersebut sesuai dengan tabi’at dan kodratnya seperti dalam bidang pengajaran, kebidanan, menjahit dan lain-lain.
Beberapa fatwa ulama berkenaan dengan masalah ini.
Pertanyaan:
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya:
Apa lahan pekerjaan yang diperbolehkan
bagi perempuan muslimah yang mana ia bisa bekerja di dalamnya tanpa
bertentangan dengan ajaran-ajaran agamanya?
Jawaban:
Lahan pekerjaan seorang wanita adalah
pekerjaan yang dikhususkan untuknya seperti pekerjaan mengajar anak-anak
perempuan baik secara administratif ataupun secara pribadi, pekerjaan
menjahit pakaian wanita di rumahnya dan sebagainya. Adapun pekerjaan
dalam lahan yang dikhususkan untuk orang laki-laki maka tidaklah
diperbolehkan baginya. Karena bekerja pada lahan tersebut akan
mengundang ikhtilath sedangkan hal tersebut adalah fitnah yang besar
yang harus dihindari.
Perlu diketahui bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda:
Artinya: “Saya tidak meninggalkan fitnah (godaan) yang lebih berbahaya bagi seorang laki-laki daripada fitnah perempuan.”
Maka seorang laki-laki harus menjauhkan keluarganya dari tempat-tempat fitnah dan sebab-sebabnya dalam segala kondisi.
(Fatawa Mar’ah, 1/103)
Pertanyaan:
Lajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal
Ifta ditanya: Apa hukum wanita yang bekerja? Dan lapangan pekerjaan apa
saja yang diperbolehkan bagi seorang wanita untuk bekerja di dalamnya?
Jawaban:
Tidak seorang pun yang berselisih bahwa
wanita berhak bekerja, akan tetapi pembicaraan hanya berkisar tentang
lapangan pekerjaan apa yang layak bagi seorang wanita, dan penjelasannya
sebagai berikut:
Ia berhak mengerjakan apa saja yang biasa
dikerjakan oleh seorang wanita biasa lainnya dirumah suaminya dan
keluarganya seperti memasak, membuat adonan kue, membuat roti, menyapu,
mencuci pakaian, dan bermacam-macam pelayanan lainnya serta pekerjaan
bersama yang sesuai dengannya dalam rumah tangga.
Ia juga berhak mengajar, berjual beli,
menenun kain, membuat batik, memintal, menjahit dan semisalnya apabila
tidak mendorong pada perbuatan-perbuatan yang diharamkan oleh syara
seperti berduaan dengan selain mahram atau bercampur dengan laki-laki
lain, yang mengakibatkan fitnah atau menyebabkan ia meninggalkan hal-hal
yang harus dilakukannya terhadap keluarganya, atau menyebabkan ia tidak
mematuhi perintah orang yang harus dipatuhinya dan tanpa ridha mereka.
(Majalatul Buhuts Al-Islamiyah 19/160)
Penutup
Sudah waktunya kita memahami betapa
agungnya dien Islam di dalam setiap produk hukumnya, berpegang teguh
dengannya, menjadikannya sebagai hukum yang berlaku terhadap semua
aturan di dalam kehidupan kita serta berkeyakinan secara penuh, bahwa ia
akan selalu cocok dan sesuai di dalam setiap masa dan tempat.
Ustadz Yusuf Iskandar
Sumber:
- Amal al-Mar’ah Baina Al-Islam wa Al-Gharb” tulisan Ibrahim an-Ni’mah – Abu Hafshoh)
- Al-Fatawa Al-Jami’ah Lil Mar’atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, Penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, Penerbit Darul Haq
Dinukil ulang dari : www.pengusahamuslim.com
0 komentar:
Posting Komentar